Mungkin beberapa cemburu kecil juga sering menyelimuti. Ihwal Ranty yang cantik sering digoda lelaki di desa juga adalah hal yang biasa. Ajakan untuk berselingkuh seringkali datang, tetapi tak terbersit sedikitpun keinginan untuk menghianati Sofyan.
Sofyan mencintai Ranty. Begitu pula Ranty mencintai Sofyan.
Uang bulanannya yang dikirim oleh Sofyan dikelola Ranty dengan baik. Ranty membangun rumah sederhana dan membuka usaha kios di kampung. Ukuran kesuksesan dari merantau adalah perubahan apa yang didapati di kampung, Itulah yang terlihat di mata orang desa. Meskipun ada-ada saja orang yang kehilangan kabar setelah merantau dan banyak juga musababnya.
Sudah beberapa bulan ini, hati Ranty dirundung perasaan cemas. Kabar kematian TKI dengan kehilangan organ tubuh sedang ramai menghantui orang desa. Minggu lalu jazad seorang pria  desa tetangga di kirim pulang dari Malaysia. Sebulan yang lalu hal yang sama menimpah seorang gadis yang baru saja pergi merantau. Disinyalir anak gadis ini, korban dari jaringan perdagangan manusia. Suatu ironi yang sedang dinikmati hari --hari ini.
Dari sejumlah kasus yang belakangan terjadi, Ranty hanya memikirkan keadaan Sofyan di sana. Ia hanya memikirkan agar Sofyan terhindar dari segala macam hal buruk yang sedang menghantui orang-orang kampung akhir-akhir ini.
Kali ini merupakan kali dua, Ranty dirundung perasaan cemas kepada Sofyan. Â Kali pertamanya adalah ketika pandemi Covid 19 melanda. Saat itu Sofyan yang sudah ingin pulang terpaksa harus mengurungkan niatnya karena pemerintah Malaysia memutuskan untuk menutup seluruh akses transportasi.Â
Di Indonesia, Pemerintah membuat peraturan jarak sosial. Desa mulai membangun satgas penanganan Covid 19 atau Corona itu. Di mana-mana di pintu masuk, dibangun portal untuk berjaga-jaga dari virusnya katanya mematikan kala itu.
Banyak warga menolak kedatangan. Hal itu hampir menciptakan kekacauan. Orang --orang yang terlanjur pulang pun di karantina, ada juga yang ditolak oleh desa dan keluarga. Di media sosial orang ramai-ramai mengecam kepulangan.
Ranty yang menginginkan pertemuan setelah tiga tahun berpisah pun tidak bisa melakukan apa-apa, dia hanya berpasrah saja pada keadaan. Â
Hari itu, seperti hari-hari biasanya di tengah pandemi, Ranty menyesali kepergian Sofyan. Ia menangis. Ia tak pernah bisa tidur dengan baik. Semua berita yang tersebar di media sosial dan percakapan warga desa diam-diam memantik rasa takut dan cemas dalam di dirinya setiap hari.
Orang-orang bebas mengutuk dan membicarakan itu di mana saja. Bahkan di hadapan Ranty di depan kiosnya. Ia pun diam, namun segera setelah itu pipinya berlinang air mata ketika mereka pergi, ketika suara-suara tentang kisah pelik itu sayup-sayup menghilang dari gendang telinga Ranty.