Mohon tunggu...
Rian Diaz
Rian Diaz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menulis banyak, membaca juga banyak

Pegiat teater dan menulis fiksi, pelajar etnografi dan pemerhati masalah-masalah bangsa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Roro Jonggrang Versi Sertifikat Rumah

5 Desember 2022   13:20 Diperbarui: 5 Desember 2022   13:33 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perempuan  menggunakan newmedia sebagai ranah eksistensi diri dalam kebebasan berpikir, berbusana dan lainnya. Termasuk ide tentang menampilkan masalah pribadi di media sosial. Newmedia mengakomodir semua itu tanpa memberi batasan. Hal yang tidak pernah ada sebelumnya dalam kehidupan..

Perempuan  mendapat tempat yang sama dalam menyeuarakan aspirasi mereka. Tapi tak jarang, hal itu menjadi dikotomi karena feminisme melahirkan dua segmen perempuan  dua segmen perempuan. Kuliah Komunikasi Perubahan Sosial menyebut sebagai Feminisme Tubuh dan Feminisme Pikiran.

Dalam Feminisme tubuh, perempuan bebas mengenakan pakaian apapun di newmedia, tonton saja bigo live, youtube dan lain-lain. Bahkan akun tiktok pun pernah dibanned karena goyangan perempuan yang menjurus ke ranah pornografi. 

Karena itu ide bahwa perempuan adalah objek dari komodifikasi adalah sesuatu yang laten dan tidak bisa disangkal, benar adanya. Perempuan dalam media bukanlah eksploitasi  melainkan semata ranah eksplorasi diri. Jika itu adalah eksploitasi perempuan, maka kebanyakan merupakan eksploitasi diri sendiri. Dalilnya adalah ekonomi.

Di segmen berbeda newmedia benar-benar digunakan oleh perempuan sebagai ruang pembebasan pikiran. Perempuan tampil sebagai aspirator untuk memperjuangkan pikiran dan pada akhirnya menggeser makna seksisme yang ada dalam masyarakat.

Seksisme

Seksisme merupakan pandangan dan perilaku yang bersumber pada kriteria gender, yang dapat menciptakan batasan perilaku kita terhadap spesifik gender (Thompson, 1995).  Pada dasarnya, seksisme didasari oleh sikap, stereotipe dan praktek budaya yang mempromosikan keyakinan bahwa perempuan adalah kelompok yang kurang kompeten dan kurang memiliki kuasa dan status dibandingkan laki-laki.

Seksisme itu sendiri terdiri dari manifestasi tingkah laku overt, covert dan subtle form. Seksisme overt adalah yang dapat dilihat dan diobservasi dalam bentuk ketidaksetaraan dan perilaku yang merugikan perempuan. Seksisme covert adalah termasuk didalamnya keterlibatan dalam ketidaksetaraan dan perlakuan merugikan terhadap perempuan secara tersembunyi.

Seksisme subtle melibatkan stereotipe atau bias yang secara tidak sadar menghasilkan perlakuan ketidaksetaraan dan merugikan perempuan, yang tidak ditangani dan diperhatikan karena dianggap kebiasaan.

Di tengah gempuran feminisme dan perjuangan perempuan untuk setara dalam semua aspek, isu ini merebak sebagai tanda bahwa pendidikan dan pekerjaan perempuan tidak serta merta menyelamatkan mereka dari seksisme yang laten dalam budaya dan kehidupan masyarakat. Bukan karena laki-laki menolak keadaan itu, melainkan perempuan sendiri.

Feminisme  sebagai perjuangan perempuan kadangkala dibunuh oleh perempuan sendiri, lewat dalil seksis mereka dalam masyarakat. Gagasan ini membayangkan adanya  kelompok-kelompok perempuan yang berbeda-beda dalam cara mereka bersikap atas kebebasan berekspresi yang ditawarkan newmedia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun