Mohon tunggu...
Ryan Dea
Ryan Dea Mohon Tunggu... -

Bloger : http://www.pikiranmahardikaonline.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nasib Tragis Sang Jenderal Bintang Tiga: Calon Kapolri dengan Status Tersangka

15 Januari 2015   09:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:06 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komisi Pembebarantasan Korupsi (KPK),pada tanggal 13 Januari menetapkan Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Drs.Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi.Penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka ini,disampaikan oleh Ketua KPK Abraham Samad dalam jumpa pers yang berlangsung di Gedung KPK.Keputusan KPK ini mengejutkan banyak pihak dan menjadi topik pembahasan di berbagai media massa baik cetak maupun elektronik.Ada yang memuji langkah KPK,ada yang mencibir dan menganggap KPK telah memainkan kepentingan politik.

Komisaris Jenderal Polisi Drs.Budi Gunawan adalah calon tunggal yang diusulkan oleh Presiden Jokowi sebagai calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) untuk menggantikan Kapolri Jenderal Sutarman yang sedang memasuki masa pensiun.Pencalonan Komjen Polisi Drs.Budi Gunawan oleh Presiden Jokowi,sebenarnya menuai pro dan kontra dari publik,karena Komjen Polisi Drs.Budi Gunawan diduga terlibat dalam kasus rekening gendut yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.Kasus rekening gendut ini diduga terjadi pada tahun 2004-2006.

Kronologis Kasus dugaan rekening gendut

Istilah rekening Gendut sesungguhnya adalah istilah yang dipakai untuk merujuk pada transaksi keuangan pada rekening milik seorang pejabat negara yang dinilai tidak wajar yang terjadi dalam jumlah yang cukup besar nilainya.Di Indonesia,lembaga yang berwenang dalam melakukan analisis atas transaksi keuangan ini adalah Pusat Pengkajian dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).Adapun kronlologis kasus yang dialami oleh Komjen Polisi Drs.Budi Gunawan saat ini,dapat diuraikan sebagai berikut :




  • Berawal dari Laporan PPATK yang dikeluarkan pada tanggal 23 Maret 2010 yang ditujukan kepada Kepolisian Republik Indonesia tentang adanya dugaan transaksi mencurigakan yang terjadi pada rekening milik Drs.Budi Gunawan yang saat itu menyandang pangkat Inspektur Jenderal.
  • Menyikapi hal tersebut,Kepolisian Republik Indonesia membentuk tim untuk menyelidiki dugaan transaksi mencurigakan tersebut.Pada tanggal 18 Juni 2010,Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Republik Indonesia,mengeluarkan surat surat balasan kepada PPATK yang isinya menyatakan bahwa terkait dugaan adanya transaksi mencurigakan yang melibatkan Irjen Polisi Drs.Budi Gunawan dinyatakan clear atau dengan kata lain tidak terbukti.
  • Pada bulan Juni-Juli 2010,KPK mendapat laporan dari masyarakat tentang tentang transaksi mencurigakan tersebut dan KPK melakukan pengumpulan bahan dan keterangan.
  • Pada tahun 2012,KPK kembali melakukan kajian terkait hasil laporan dari masyarakat.
  • Pada Juli 2013,KPK melakukan gelar kasus atau ekspose pertama kali.KPK memperkaya dengan resume pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).
  • Juni 2014,KPK membuka penyelidikan terkait transaksi tidak wajar dari Drs.Budi Gunawan.
  • Pada Januari 2015,KPK melakukan ekspose dan menemukan bukti adanya transaksi tidak wajar yang dilakukan oleh Drs.Budi Gunawan dan sekaligus pada 13 Januari,KPK menetapkan Drs.Budi Gunawan sebagai tersangka.


Dagelan Poltik Parlemen

Keputusan KPK menetapkan Komjen Polisi Drs.Budi Gunawan sebagai tersangka mendapat reaksi yang cukup keras dari anggota parlemen yang selalu mengaku sebagai "wakil rakyat".Anggota parlemen menuding ada kepentingan politik yang dimainkan oleh KPK untuk menjegal langkah Komjen Polisi Drs.Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri.Para anggota parlemen ini juga secara serempak mulai memberikan beragam pernyataan yang menunjukkan simpati antara lain "status tersangka belum tentu bersalah","Kenapa tidak dari dulu KPK menetapkan status tersangka","Hasil penyelidikan dari Kepolisian Republik Indonesia yang tertuang dalam surat Bareskrim Polri adalah produk hukum yang sah" dan lainnya termasuk ada intrik dalam tubuh perwira tinggi Polri yang melibatkan KPK.

Dua stasiuan Televisi terbesar di Indonesia yaiti Metro TV dan TV One yang selama ini berbeda karena polarisasi dukungan politik saat Pemilihan Presiden (Pilpres),kali ini seolah-olah bersatu dalam siarannya dan terlihat berusaha membentuk opini bahwa apa yang dilakukan oleh KPK adalah salah dan patut diduga KPK memainkan kepentingan politik tertentu.

Saya sendiri,sangat tidak heran dengan apa yang dipertotonkan oleh anggota parlemen.Sangat tidak heran pula bahwa Komisi III DPR RI terus melakukan fit and proper test kepada Komjen Polisi Drs.Budi Gunawan yang dilakukan pada 14 Januari tersebut.Saya juga tetap tidak akan heran jika semua anggota parlemen dalam sidang paripurna tanggal 15 Januari nanti tetap memutuskan menyetujui Komjen Polisi Drs.Budi Gunawan sebagai Kapolri.

Tidak heran yang timbul dalam diri saya berlandaskan pada satu hal yakni "sesama pendukung koruptor harus bersatu".Publik tentu mengetahui secara pasti bahwa,begitu banyak anggota parlemen yang telah dijebloskan oleh KPK ke dalam penjara akibat perilaku koruptif.Tidak ketinggalan pula para petinggi Partai Politik.KPK adalah sosok yang cukup menakutkan bagi anggota parlemen,pejabat Partai Politik,maupun pejabat negara lainnya.Isu pelemahan KPK sesungguhnya bukan hanya sebagai sebuah angin lalu,melainkan sebuah fakta yang terus bergerak untuk mencari momentum.


Jika kita menilik ke belakang,ketika beberapa orang dalam tubuh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK,sebagian anggota parlemen dari PDIP maupun yang berseberangan dengan pemerintah waktu itu menyatakan "Sebaiknya jika sudah ditetapkan sebagai tersangka,harus mundur demi etika dan moral".Tapi situasi kali ini terlihat berbeda,layaknya koor,anggota parlemen serempak menyatakan "Tersangka belum tentu bersalah,jadi tidak perlu mundur".Jelas saya tidak heran melihat dagelan ini.

Dagelan Politik Jokowi

Kau yang memulai,kau yang mengingkari...syair lagu ini,bagi saya cukup tepat diarahkan pada Presiden Jokowi.Ketika menyaksikan Jokowi tampil menyampaikan pernyataan terkait kasus ini dan tangannya mengambil surat Bareskrim Polri untuk memperkuat pernyataannya,saya pun mengatakan dalam hati,inilah dagelan yang sesungguhnya.

Setelah sukses menjual populisme melalui blusukannya yang menghinoptis kesadaran rakyat,Jokowi mulai melakukan gebrakan dengan melibatkan PPATK dan KPK dalam menelusuri rekam jejak para calon menterinya.Apa yang dilakukan oleh Jokowi pada saat itu,mendapat dukungan dari rakyat sebagai upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih sekalipun saya cukup menyadari bahwa itu bukanlah sebuah jaminan.Bagi saya itu adalah sebuah langkah termaju yang coba dirintis oleh Jokowi dalam menyusun kabinetnya.Jokowi mennyodorkan sejumlah nama calon menteri ke PPATK dan KPK untuk ditelusuri rekam jejaknya.Alhasil,KPK memberikan tanda kuning dan merah bagi beberapa nama calon menteri yang diduga terlibat kasus korupsi.Dengan masukan dari PPATK dan KPK,Jokowi kemudian menetapkan dan melantik nama-nama menterinya sekalipun ada beberapa nama yang diwarning tetap masuk.

Dalam penetapan nama Jaksa Agung,Jokowi terkesan melangkah diam-diam yang pada akhirnya mengakomodir kepentingan Partai Nasdem.Begitupun dalam hal pengajuan nama calon Kapolri,Jokowi tidak melibatkan PPATK dan KPK.Padahal,publik menginginkan agar orang-orang yang bersih yang diharapkan bisa memegang lembaga-lembaga strategis pemerintahan.Dalam pengajuan nama calon Kapolri,Jokowi mengaku mendapat masukan dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).Dilain pihak,Adrianus Meliala salah seorang Komisioner Kompolnas mengaku bahwa sudah mengingatkan Jokowi akan dampak ketika mengusulkan nama calon Kapolri Komjen Polisi Drs.Budi Gunawan.

Jokowi sebenarnya sudah tahu atau bisa saja pura-pura tidak tahu dan mengabaikan peringatan oleh KPK.Bila kita melihat lebih jernih,ketika Jokowi meminta KPK menelusuri rekam jejak para calon menterinya,salah satu nama yang masuk bursa calon menteri kabinet Jokowi adalah Komjen Polisi Drs.Budi Gunawan.Nama Komjen Polisi Drs.Budi Gunawan yang masuk bursa menteri kabinet Jokowi pada waktu itu,diberi tanda merah oleh KPK dengan alasan bahwa kasusnya sedang dalam penanganan oleh KPK.Dititik ini memperlihatkan bahwa,Jokowi sesungguhnya sudah mengetahui bahwa nama Komjen Polisi Drs.Budi Gunawan masuk daftar merah KPK.Akan sangat menjadi sebuah pertanyaan besar jika Jokowi mengelak dengan menyatakan "terkejut","tidak tahu" dan telah "memegang dokomen yang dikeluarkan Bareskrim Polri sebagai rujukan".Bisa saja saya kembali tidak terkejut,"mungkinkah ini titipan Megawati yang harus diperjuangkan karena Komjen Polisi Drs.Budi Gunawan adalah mantan ajudan Presiden Megawati Soekarno Putri waktu itu?"

Surat Bareskrim Memuluskan Langkah?

Tidak hanya anggota parlemen yang menggunakan dasar argumentasi untuk menunjukkan simpati ataupun membela Komjen Polisi Drs.Budi Gunawan.Presiden Jokowi juga menggunakan dasar argumentasi yang sama.Bagi anggota parlemen dan juga Presiden Jokowi,"surat Bareskrim Polri" yang menyatakan bahwa dugaan transaksi keuangan tidak wajar yang melibatkan Komjen Polisi Drs.Budi Gunawan adalah clear atau tidak terbukti merupakan sebuah produk hukum yang sah.

Dalam pandangan saya,"surat Bareskrim Polri" tersebut memang ditinjau dari sisi hukum adalah sah.Tapi saya tentunya tidak akan berhenti di titik itu.Ketika Bareskrim Polri memberikan surat itu kepada PPATK,justeru PPATK pada saat itu tidak mempunyai kewenangan untuk menelusuri kembali penyelidikan yang dilakukan oleh Polri.Bagi saya,akan timbul pertanyaan,apakah Polri benar-benar melakukan penyelidikan terhadap dugaan transaksi keuangan tidak wajar tersebut yang dilakukan secara independen,terbuka dan profesional?Dalam banyak kasus,Polri selalu berusaha untuk melindungi kepentingannya,melindungi para perwira tingginya dari jeratan hukum.

Bila kita mau jujur,kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian berada di titik paling nadir.Kehadiran KPK adalah perwujudan dari ketidakpercayaan publik akan institusi Polri termasuk Kejaksaan yang diduga berwatak korup.Rakyat justru lebih mempercayai KPK yang lebih cepat tanggap merespon atau menangani berbagai kasus korupsi.Cukup banyak pejabat negara ini yang merasakan pil pahit gerakan KPK yang menjebloskan mereka ke dalam terali besi akibat tindakan korupsi.

Bisa saja,surat Bareskrim Polri lahir dari sebuah proses yang tidak fair,lahir dari sebuah proses yang tidak terbuka dan independen,lahir dari sebuah proses yang tidak profesional.Bisa pula saya ataupun orang lain dengan melihat realitas kinerja Polri lalu meyakini bahwa surat Bareskrim sebagai sebuah langkah untuk memuluskan karier Komjen Polisi Drs.Budi Gunawan.Saya justeru melihat bahwa penelusuran yang dilakukan oleh KPK yang para penyidiknya sebagian berasal dari Polri sendiri adalah lebih independen.

Parlemen boleh saja mendukung Komjen Polisi Drs.Budi Gunawan sebagai Kapolri,dan Jokowi pun boleh saja melantik Komjen Polisi Drs.Budi Gunawan sebagai Kapolri,tapi tentunya KPK tidak mungkin menetapkan sesorang menjadi tersangka tanpa didasari dengan bukti yang cukup.Benar bahwa salah atau tidak seseorang akan ditentukan dalam proses persidangan.Bagi saya dalam konteks etis dan moral,alangkah baiknya jika Komjen Polisi Drs.Budi Gunawan mundur dan berkonsentrasi menghadapi proses hukum.Alangkah baiknya pula jika Jokowi membatalkan pencalonan Komjen Polisi Drs.Budi Gunawan.Kebenaran itu akan selalu datang,sekalipun terlambat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun