Mohon tunggu...
Ryan Andin
Ryan Andin Mohon Tunggu... lainnya -

---

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Cabe (Tanpa Imbuhan) yang Pedas

29 April 2015   17:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:33 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada makanan yang kita semua sepakat menyebutnya enak karena memang enak. Namun kalau berbicara soal selera, setiap mulut dari setiap kepala akan berbeda. Jika pertanyaan tentang selera makan diajukan kepada seorang kawan, mari kita sebut saja namanya dengan kata ganti orang pertama tunggal, saya, biar kelihatan sumbernya ori, dari tangan pertama, maka jawabannya meluncur mulus dari mulutnya tanpa mikir, “Makanan apa aja yang penting pedas!”

Entah kapan kawan-yang-kita-sebut-saya-ini doyan makanan yang pedas. Menurut kabar getuk tular, mungkin sejak dulu. Mungkin ada semacam keharusan tak tertulis di rumahnya di mana tak boleh ada yang namanya kehabisan stok cabe. Sejak kecil, di atas meja makan yang ibunya sediakan, apa pun menunya, selalu ada yang pedas. Bisa berupa cukup cabe rawit saja yang ditaruh di atas piring kecil, atau kalau sempat membuat sambal, atau hasil ulekan cabe plus tomat dengan formasi serangan 4-5-1: 4 cabe, 5 cabe, dan 1 tomat.

Tapi pedas juga tidak berarti pedas kuadrat lalu sampai-sampai mengambil jalan radikal, memodifikasi semboyan atau jargon zaman dulu menjadi seperti "lebih baik mati berkalang tanah daripada makan tanpa cabe" atau "berikan aku 10 biji cabe maka akan kuguncang dunia". Tidak sebegitunyalah. Pun kalau dipaksa menyantap menu yang pedas berpangkat-pangkat, maka bendera putih harus ia kibarkan sambil mengiyakan suara yang bilang, "Cabe itu pedas, Jenderal." Cuma masalahnya, kita adalah hewan yang bersosial. Ketika gabung dalam suatu kelompok, semua skala yang kita bangun untuk diri kita sendiri akan luntur. Lewat pengalaman, lalu diverikasi ulang dengan pengalaman-pengalaman lain, maka skala baru akan terbentuk, termasuk juga dalam hal selera makan. Kawan-yang-kita-sebut-saya-ini menyukai makanan yang pedas-pedas, tapi merasa skala doyannya bisa disebut biasa-biasa saja. Pada angka 5 untuk skala 1 sampai 10. Standar atau kalau didangdutin jadi Sedang Sedang Saja. Namun setelah skala baru terbentuk, tiba-tiba saja kawan-yang-kita-sebut-saya-ini berkalungkan medali emas.

.

Tentu tak ada asap tanpa adanya api dan kalungan medali emas tersebut tak mungkin datang dengan sendirinya. Curriculum vitae-nya ditelusuri.

Kesaksian:

1). Oh, yang di depan rumahnya ada pohon jambu itu. Tahu, tahu saya. Ngeselin banget tuh orang. Sampe-sampe pernah tak kerjain. Haha, ingat banget. Suatu malam, tuh orang pernah pesan nasi goreng, katanya, plus cabe, plus telor ceplok sambil bilang dibungkus. Iya, saya bungkus, tapi yang ceplokannya sengaja nggak tak masukin. Saya ajak jalan-jalan dulu cari-cari angin keliling kompleks. Biarkan saja dia gelagapan nyari. Udah bayangin nasi goreng panas, pake cabe plus ceplokannya, eh kecele. Paling-paling entar nyariin sambil mencak-mencak. Tapi kan, saya pura-pura pasang muka melas, padahal dalam hati, apa luh kata. Gimana nggak jengkel sampe ke ubun-ubun, sering banget tuh dari dalam rumahnya teriak, “Nasi goreng, Bang!" Wuih penglaris. Gerobak tak stop, lalu kenop parkir otomatisnya tak pencet. Pas udah mau nyalain api untuk mulai masak, eh tiba-tiba dia nanya, "Tapi cabenya ada kan, Bang?" Jawab saya, ”Habis.” Padahal sih, emang udah jarang banget bawa. Mahal soalnya. “Yah, nggak jadi, Bang.” katanya. Gondok kan saya. Mana harga diri saya sebagai yang saban tahun memonopoli jualan nasi goreng di kompleks ini?

2). Warung kaki lima Pak Yok yang karena ngantrinya lama banget, bisa-bisa kita kelaparan duluan lalu pingsan pada akhirnya. Makanya, bagusan kalo pesan di sini, sebaiknya bawa bekal dalam rantang. "Bu, nasi goreng biasa yah." "Biasa" di sini maksudnya mengacu ke percakapan saat pertama kali berlangganan:

+ : Apa saja yang ada, Bu?

- : Blablabla, blablabla. Bahannya semuanya garansi, Mas. Dijamin bebas formalin.

+ : Oh, nasi goreng saja. Nasinya setengah, pake hati, sawi, plus telur ceplok.

- : Pedas, Mas?

+ : MAK-SI-MAL, Bu. Tambahin 3-4 biji cabe rawit kalo ada.

- : Duhh..... (sambil ngomong nggak jelas entah apa).

3). "Bang, Chairil Anwar kan pernah bilang mau hidup seribu tahun lagi. Kalo saya, mau berlangganan 1000 tahun lagi, di sini, asalkan, nah ini yang penting, cabe rawitnya selalu disediain. Semacam servis gitu untuk pelanggan, biar awet berkunjung dan ngajak kawan-kawan yang lain. Sistemnya member get member, kan? Nah, loh?” .... Yang barusan ini adalah catatan rekaman di kepala pemilik warung burjo/indo mie rebus yang buka 24 jam atas celotehan seorang pelanggannya.

.

Konfirmasi:

1). Katanya, jika mau makan di rumah, mau selapar bagaimana pun kalau nggak ada cabe, maka tingkat kelaparannya akan menurun. Kalau lagi apes, stok cabe habis, minta tolong sama orang rumah untuk nanyain ke tetangga sebelah, stok cabenya ada atau tidak.

2). Katanya, pernah sempat kepikiran, kalo pergi ke mana-mana dan mungkin harus nginap, gimana kalo bawa stok cabe dari rumah. Semacam sedia payung sebelum hujan gitu. Tapi ide ini muncul pas zaman banyak razia teroris yang biasanya diliput media. Lah, jadi ribet kalo diliput ama oknum kru berita yang tahunya hanya mengejar sensasi, yang demi rating, demi iklan, dan jumlah klikan, fakta bisa dipelintir kiri-kanan, diberi gula biar tambah manis, atau diladain biar tambah pedas. Kalo isinya yang bagus-bagus sih, yah enggak apa-apa, tapi kalau yang buruk-buruk, malu kan jadinya. Mana harga diri saya?

"Harga diri," dan ini juga jawaban ke penjual nasi goreng keliling di atas yang komplain hal yang sama, "tak ada harga mati untuk sebuah harga diri, Bung!"

3). Katanya, gara-gara kepikiran yang nomor 2 di atas, sampai-sampai terbawa-bawa dalam tidur. Di mimpinya, katanya, hampir semua restoran cepat saji, selain sedari dulu sudah menyediakan saus tomat dan sambal kemasan, kini juga sudah menyediakan cabe kemasan. Atau bermimpi, ada seorang pegawai, yang sudah tahu akan dipecat padahal merasa sudah memberikan yang terbaik dalam kerjaannya, atau pas mau berangkat kerja tadi pagi ditelpon sama pacarnya tanpa ba-bi-bu, kita putus, lalu sakit hati kemudian menyelipkan 1, 2, 3, 4 biji cabe menurut deret hitung, atau kalo keselnya akut, menyelipkan 1, 2, 4, 8 biji cabe menurut deret kali, ke dalam yang pas misalnya, lapisan burger atau piza. Alamak, gigitan pertama, terdengar teriakan yang melempar para koruptor ke Bulan. Teriakan kedua, para bandar narkoba nyangkut ke Jupiter. Teriakan ketiga, nggak jadi, entar mereka balik lagi ke Bumi.

4). Katanya, mungkin alasan utama dibalik raihan medali emas itu adalah suatu kejadian saat kemping bersama kawan-kawannya dulu di bawah lereng Gunung Lawu. Dulu, dulu sebelum langit diciptakan, dulu sebelum Matahari ada di mana-mana. Semasa kemping, biasanya setiap orang dapat jatah tugas harian. Ada yang kebagian masak, cuci piring, cari kayu bakar, atau yang kebagian ngeles dari semua itu. Pagi itu, kawan-yang-tadi-kita-sebut-saya dapat jatah untuk membuat sarapan. Stok bahan yang ada: telur, Indomie, daging/ikan kalengan, etcetc. Ah, gampangnya lebih baik masak nasi goreng. Setelah matang, makanan lalu dijatah ke masing-masing piring. Mulailah prosesi makan pagi sambil umpan silang obrolan ngehek apa saja. Tumben, makan sudah 10 menitan belom pada habis, padahal biasanya secepat laju Shinkansen. Malah tak lama, satu demi satu meletakkan piringnya secara terburu-buru, lalu berlari turun ke kali/toilet umum yang berada di balik bukit kecil. Lewat 15-20 menitan, mereka kembali dengan wajah meringis. Masing-masing memegangi perutnya yang katanya mules gegara sarapan barusan. Katanya lagi, nasi gorengnya nasi goreng mercon, pedasnya tak kira-kira. Sementara bagi kawan-yang-tadi-kita-sebut-saya, yang merasa tak terjadi apa-apa dan tak terpengaruh apa-apa, tetap anteng dan ganteng melanjutkan makan sambil bersubisudubidamdam menghabiskan yang ada di piringnya. Setelah habis, ia menuju ke piring-piring lain yang tak lagi kepingin disentuh para tuannya, lalu disantap juga isinya dengan lahap semampu yang perutnya bisa tampung. Prosesi nikmatnya diakhiri dengan berbasbus-basbus satu batang. Setelah itu, ia berdiri lalu bergerak masuk menuju tenda sambil bilang ke kawan-kawannya, "Wiidih, joss banget pagi ini. Sudah kenyang, dan, oh, salju sudah mulai turun, saatnya berhibernasi!"

----------

Kredit foto: pixabay.com/habaneros

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun