Mohon tunggu...
Rianto
Rianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya

Calon S.Sos

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Melihat Dinamika Kesejahteraan Buruh Pasca UU Cipta Kerja Disahkan

19 Desember 2023   00:13 Diperbarui: 19 Desember 2023   00:43 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perubahan dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja telah menciptakan dinamika kompleks dan kontroversi dalam dunia ketenagakerjaan Indonesia. Perubahan kebijakan terkait PKWT dalam UU Cipta Kerja dapat memunculkan sejumlah dampak dan implikasi bagi tenaga kerja Indonesia yang mencakup pada aspek ekonomi, sosial, dan hak-hak pekerja lainnya. Dari segi ekonomi, perubahan yang dirancang pemerintah tersebut dianggap mampu memberikan fleksibilitas lebih besar kepada perusahaan dalam mengelola tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan bisnis perusahaan. PKWT yang semula dibatasi untuk satu kali perpanjangan dan maksimal dua tahun, sekarang dapat diperpanjang lebih dari sekali dengan batasan waktu tertentu ini harapannya dapat mampu meningkatkan daya saing dan juga daya tarik investasi bagi perusahaan untuk lebih cepat menyesuaikan struktur tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan bisnis perusahaan.

Namun, apabila kita lihat pada aspek sosial dan dampaknya bagi para tenaga kerja atau pekerja buruh, perubahan ini dapat menyebabkan kerugian bagi kelompok tenaga kerja dan serikat buruh di Indonesia. Apabila PKWT tidak dicatatkan oleh perusahaan maka status pekerja akan berubah menjadi PKWTT yang mana dampaknya adalah memungkinkan terjadinya penurunan perlindungan pekerja, baik dalam hal hak pemutusan hubungan kerja (PHK) maupun jaminan sosial, sehingga mengakibatkan ketidakpastian dan kerentanan pekerja serta potensi eksploitasi pekerja oleh perusahaan yang jauh lebih besar. Disamping itu juga kemungkinan yang dapat terjadi adalah penurunan hak-hak pekerja di perusahaan jika status pekerja menjadi PKWTT. Meskipun PKWTT memberikan kepastian pekerjaan dalam waktu yang lebih lama, pekerja dapat menghadapi resiko kehilangan keleluasaan dan fleksibilitas dalam mengejar peluang kerja lainnya. Terlebih lagi, perpanjangan kontrak yang lebih lama dapat menciptakan ketidakseimbangan kekuasaan dalam hubungan kerja, dengan begitu sangat mudah perusahaan memiliki kontrol yang lebih besar atas kondisi kerja. Melihat kemungkinan yang dapat terjadi dapat dianggap bahwa kebijakan terkait aturan karyawan kontrak PKWT di UU Cipta Kerja dianggap kurang memperhatikan keseimbangan antara hak pekerja dan kebutuhan perusahaan.

Melihat realitas yang ada dan dampak perubahan kebijakan terhadap tenaga kerja di Indonesia, penting untuk memastikan bahwa perubahan aturan PKWT dalam UU Kerja ini tidak mengorbankan hak-hak pekerja, termasuk hak terkait upah, jaminan sosial, dan kesejahteraan pekerja. Pemerintah dan pihak terkait harus memastikan bahwa kerangka regulasi yang mendukung PKWTT tetap memberikan perlindungan yang cukup bagi pekerja, sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan dan keseimbangan dalam hubungan ketenagakerjaan. Dengan begitu, perubahan ini dapat menciptakan lingkungan kerja yang seimbang, di mana kepastian pekerjaan dan perlindungan hak pekerja dijaga dengan baik.

Dengan kemungkinan yang dapat saja terjadi, penting untuk menyoroti perubahan PKWT dalam UU Cipta Kerja dengan menemukan keseimbangan antara kebutuhan perusahaan untuk fleksibilitas dan perlindungan hak-hak pekerja agar dapat terjadi. Peran dialog dan konsultasi yang lebih luas antara pemerintah, perusahaan, dan serikat pekerja menjadi penting dalam mencapai sistem ketenagakerjaan yang adil dan berkelanjutan.

Alternatif Solusi Melalui LKS Tripartit

LKS (Lembaga Kerja Sama) tripartit dapat menjadi forum yang efektif untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang timbul, termasuk masalah-masalah yang berkaitan dengan perpanjangan batas waktu kerja kontrak dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Dalam hal ini, LKS tripartit melibatkan tiga pihak utama: pemerintah, pengusaha, dan pekerja atau serikat buruh. Adapun pertimbangan mengapa LKS tripartit dapat berperan dalam menyelesaikan permasalahan beberapa stakeholder tersebut yaitu LKS tripartit memfasilitasi adanya dialog dan konsultasi antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja terkait pemecahan soal ketenagakerjaan melalui penyusunan kebijakan. Melalui proses ini, pihak-pihak tersebut mampu saling memahami kebutuhan, kekhawatiran, maupun perspektif masing-masing pihak terkait perpanjangan batas waktu kerja kontrak (berkompromi). Dengan kata lain, konsensus di antara ketiga pihak dapat tercapai dan melahirkan kesepakatan terkait permasalahan kebijakan dalam UU Cipta Kerja. Lebih lanjut, adanya LKS Tripartit mampu mencegah terjadinya potensi konflik antara pemberi jasa kerja dan buruh, tentunya hal ini didasarkan pada implementasi yang jujur daripada pemerintah dalam menengahi permasalahan tanpa adanya kepentingan apapun terkecuali menguntungkan kedua belah pihak.

Melihat berbagai kemungkinan buruk dari dampak regulasi PKWT bagi para pekerja maka diperlukan pembuatan peraturan yang lebih jelas terkait hukuman bagi perusahaan yang tidak mencatatkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) pekerjanya. Karena selain memberikan manfaat baik bagi perusahaan, kebijakan terkait ini juga seharusnya memiliki manfaat baik bagi kedua pihak yaitu perusahaan dan tenaga kerja. Akan tetapi kenyataan sebaliknya, status PKWTT justru dapat meningkatkan potensi eksploitasi pekerja oleh perusahaan karena kontrak kerja yang tidak tetap sehingga tidak ada keseimbangan hak antara pekerja dan perusahaan. Penulis menekankan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mengawasi implementasi PKWT, yang seharusnya bertujuan untuk mencapai keseimbangan hak antara perusahaan dan tenaga kerja, serta memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dari potensi pelanggaran perjanjian kerja yang tidak sesuai dengan undang-undang. Oleh karena itu, perlu adanya peraturan yang lebih tegas dan mekanisme penegakan hukum yang efektif agar perusahaan tidak dapat dengan mudah mengabaikan kewajiban pencatatan PKWT.

Daftar Pustaka

Agishintya, C., & Hoesin, S. H. (2022). Akibat Hukum Terhadap Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Yang Tidak Dicatatkan. Humani (Hukum dan Masyarakat Madani), 12(1), 125-139.

Mashabi, S., & Erdianto, K. (2021). UU Cipta Kerja Dinilai Bertolak Belakang dengan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat. KOMPAS.Com.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun