Mohon tunggu...
Ahmad Muhtar Wiratama
Ahmad Muhtar Wiratama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Masyarakat dan Penulis Amatir dari Rawamangun

Menulis untuk senang-senang... Instagram: @amw.1408

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia Darurat Kekerasan Terhadap Perempuan!

18 September 2023   19:20 Diperbarui: 18 September 2023   19:51 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Cara berpikir yang kurang tepat juga adalah mendefinisikan suatu tindakan di dalam rumah tangga baru dikategorikan sebagai sebuah kekerasan apabila sudah terjadi kekerasan fisik. 

Kenyataannya, perlakuan yang termasuk dalam kategori abuse mulai dari kekerasan verbal sampai perundungan terhadap anggota keluarga perempuan dalam rumah tangga sudah bisa dikategorikan sebagai kekerasan terhadap perempuan, karena perlakuan-perlakuan tersebut pada akhirnya hanya akan mengarah pada kekerasan fisik dan penganiayaan.

Suka atau tidak suka, perlu diakui bahwa implementasi serampangan dari budaya timur yang menempatkan laki-laki sebagai pihak yang lebih dominan dalam rumah tangga juga ikut andil memberi ruang bagi ekskalasi kekerasan terhadap perempuan. 

Dalam konteks ini, terjadi atau tidak terjadinya kekerasan terhadap perempuan lebih banyak ditentukan sepihak oleh bagaimana sikap laki-laki dalam rumah tangga. Sejumlah faktor khusus seperti tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi juga memainkan peranan dalam menentukan hal ini. Sayangnya, keduanya adalah faktor yang kurang mendukung dalam lebih banyak rumah tangga di Indonesia.

Karena faktor budaya dan sifatnya yang personal, banyak korban kekerasan terhadap perempuan menganggap kekerasan yang menimpanya sebagai hal yang biasa dan bahkan cenderung memberikan toleransi terhadap aksi kekerasan tersebut. 

Hal ini juga membuat mereka cenderung enggan untuk menyikapi atau mengadukan kekerasan yang terjadi kepada mereka karena adanya rasa malu, takut, atau ketergantungan terhadap pelaku kekerasan. Yang lebih mengkhawatirkan, sikap yang menormalkan kekerasan domestik ini sering pula diambil oleh tetangga atau kerabat yang mengetahui terjadinya kekerasan. Pada gilirannya, fungsi jejaring sosial dalam mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan menjadi tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan tidak cukup hanya dengan slogan. Langkah pertama yang harus dilakukan untuk memutus mata rantai kekerasan ini adalah dengan mengubah cara pandang masyarakat terhadap masalah. 

Kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan kriminal yang berbahaya, tidak peduli siapapun pelakunya -- termasuk dan terutama jika dilakukan oleh orang-orang terdekat. 

Cara pandang ini perlu terlebih dahulu diadopsi dan disepakati oleh masyarakat, utamanya korban kekerasan terhadap perempuan maupun oleh orang-orang di sekitar yang berpotensi mengetahui adanya kejadian tersebut.

Dibutuhkan kerja keras yang sistematis dan tidak sebentar dari pemerintah untuk melakukan perubahan nyata. Namun, hal ini adalah sebuah keharusan dan kebutuhan yang semakin hari semakin mendesak. 

Apalagi, pemerintah Indonesia memiliki departemen khusus yang didedikasikan untuk isu-isu perempuan. Ketimbang banyak berkutat pada hal-hal yang bersifat seremonial, agenda penanggulangan kekerasan terhadap perempuan memiliki urgensi dan kegunaan praktis yang benar-benar dapat dinikmati oleh seluruh perempuan di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun