Jakarta darurat sampah! Begitu banyaknya timbulan sampah yang dihasilkan oleh warga ibu kota, sehingga dalam dua tahun ke depan diperkirakan TPA Bantar Gebang tidak dapat lagi menampung sampah warga Jakarta. Mengantisipasi hal tersebut, Pemprov DKI mengeluarkan Pergub 77 Tahun 2020 Tentang Pengelolaan Sampah Lingkup Rukun Warga, yang intinya mengatur agar pengurangan sampah sudah dilakukan dari level RT dan RW.
Adanya Pergub 77 membuat warga Jakarta lebih kreatif lagi dalam mengelola sampah mereka masing-masing secara kolektif. Salah satu lingkungan yang berusaha untuk merintis pengelolaan sampah mereka secara mandiri adalah RW 12 Kelurahan Rawamangun. Sejak bulan Mei 2021, lingkungan RW 12 yang memiliki timbulan sampah mencapai 800 kg/hari mencanangkan program tata kelola sampah mandiri yang diberi nama Swakelola Sampah Selusin atau S3.
Dirilisnya program S3 yang bertepatan dengan puncak pandemi memberikan tantangan tersendiri bagi pengurus untuk menyukseskannya. Di satu sisi, program pengelolaan sampah membutuhkan banyak kordinasi antar warga, namun di sisi yang lain, situasi pandemi kala itu menghambat segala bentuk pertemuan yang sedianya perlu untuk diselenggarakan. Untungnya, situasi pandemi mulai mereda memasuki awal tahun 2022 sehingga memberikan momentum bagi program S3 RW 12 agar dapat berjalan dan diikuti oleh seluruh warga RW.
Berita baik bagi program S3 RW 12 tidak berhenti sampai di situ. Pada pertengahan tahun, tepatnya tanggal 8 Juli 2022, program S3 mendapatkan dukungan berharga dari PLN Peduli berupa bantuan dana sebesar lima puluh juta rupiah. PLN Peduli sendiri adalah program TJSL atau tanggung jawab sosial dan lingkungan alias CSR dari BUMN PLN. Selama bertahun-tahun, program PLN Peduli memiliki portfolio yang panjang dalam membantu menyukseskan giat penghijauan dan pengelolaan sampah di banyak komunitas, dan kali ini giliran program tersebut mampir ke RW 12 Kelurahan Rawamangun.
Selain sangat membantu dari sisi logistik, bantuan dari PLN Peduli juga memberi dorongan moral tersendiri bagi pengurus program S3 di RW 12. Jika pihak luar saja percaya bahwa program lingkungan RW 12 dapat berhasil, maka tidak ada alasan bagi warga dan pengurus untuk tidak meyakininya juga.
Suntikan dana dari PLN Peduli segera dibagi menjadi beberapa pos strategis, di antaranya untuk peningkatan fungsi rumah maggot dan bank sampah, pembuatan fasilitas urban farming dan penghijauan, serta pengadaan fasilitas komposter dan beautifikasi lingkungan.Â
Fasilitas rumah maggot RW 12 berfungsi untuk mengurangi sampah organik secara langsung dalam bentuk limbah dapur atau rumah tangga yang digunakan sebagai pakan maggot BSF (black soldier fly). Nantinya, maggot tersebut dapat dibudidayakan dan dimanfaatkan kembali untuk pakan hewan seperti ikan maupun ayam dan burung. Bersama giat komposter yang sudah berjalan, program rumah maggot RW 12 dapat mengurangi hingga 5-6 kg sampah organik per hari di RW 12 dan terus bertambah.
Komunitas bank sampah di RW 12 memiliki nama "Ceria". Filosofinya sederhana namun sarat makna: banyak sedikit sampah yang diterima, tetap ceria. Untuk menambah daya tampung giat bank sampah, pengurus S3 RW 12 membuat terminal-terminal bank sampah permanen di seluruh penjuru wilayah RW 12 yang dapat menampung sampah warga kapanpun untuk disalurkan kepada bank sampah.Â
Menariknya, untuk mempermudah proses pengumpulan sampah dari terminal-terminal bank sampah ini, digunakan mobil Toyota Alphard milik salah seorang pengurus RW! Pertimbangan digunakannya mobil mewah tersebut adalah karena memiliki bagasi dengan daya tampung cukup luas, dan juga dianggap sebagai cara yang lebih mudah dan cepat ketimbang harus menggunakan gerobak yang ditarik oleh manusia atau sepeda motor. Wah, unik sekali ya!
Berkat adanya terminal-terminal bank sampah bantuan dari program PLN Peduli, jumlah sampah yang ditimbang melalui bank sampah mengalami peningkatan hingga tiga kali lipat dari sebelumnya hanya 150-200 kg per penimbangan menjadi di atas 600 kg per penimbangan. Semua itu adalah sampah non-organik dalam bentuk botol dan kemasan plastik, kardus dan kertas, serta besi dan bekas peralatan rumah tangga lainnya yang sebelumnya masuk ke tempat sampah untuk dibuang ke TPA Bantar Gebang.
Sampai dengan bulan Oktober ini, kombinasi sampah yang dikurangi oleh giat rumah maggot, komposter, dan bank sampah di RW 12 hampir mencapai satu ton per bulan. Walaupun jumlah ini baru mewakili sekitar lima persen saja dari jumlah seluruh timbulan sampah warga RW 12, namun pengurus program S3 meyakini bahwa tren ini akan terus bertambah di masa depan. Pengurus tidak menetapkan target, namun diupayakan agar seluruh warga RW memiliki kesadaran untuk bertanggungjawab terhadap sampah yang mereka hasilkan. Jika bukan kita sendiri yang peduli terhadap lingkungan kita, maka siapa lagi yang bisa diharapkan?
Untungnya, kesadaran kolektif tentang sampah dan lingkungan di ibu kota tidak hanya terjadi di RW 12 Kelurahan Rawamangun. Faktanya, sudah banyak lingkungan yang memulai gerakan ini dengan hasil yang jauh lebih baik. Seperti slogan yang sering kita lihat di jalan-jalan: nyok, bareng-bareng kite jage dan kite bangun Jakarta...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H