Mohon tunggu...
R WakhidAkhdinirwanto
R WakhidAkhdinirwanto Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Pendidikan Fisika, FKIP, Universitas Muhammadiyah Purworejo

Bekerja: di Jurusan Fisika FMPIA Universitas Negeri Malang (1991-2009), di Pendidikan Fisika FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo (2009 - sekarang); Motivator Belajar melalui ESQ (2005 - sekarang)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengenal Model Pembelajaran Problem Based Learning with Argumentation (PBLA)

8 Januari 2020   08:00 Diperbarui: 8 Januari 2020   10:21 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Model Problem Based Leaarning with Argumentation (PBLA) adalah model Problem Based Leaarning (PBL) yang diinetrvensi dengan Toulmin's Argumentation Pattern (TAP). Model ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis secara maksimum.

Model ini merupakan hasil kajian penulis dalam mengkritisi model PBL, dimana keduanya sama-masa bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis. 

Hanya saja PBLA belum maksimum dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis, sedang PBLA sudah mengarah pada peningkatan keterampilan berpikir kritis secara maksimum. Hal ini didukung oleh adanya kegiatan membangun argumentasi melalui TAP yang memerlukan kecermatan, ketelitian dalam berpikir.

Sebagaimana kita ketahui bahwa keterampilan berpikir kritis adalah salah satu keterampilan yang diutamakan dalam pendidikan abad ke-21. Ciri abad ke-21 adalah tersedia dimana saja dan kapan saja (informatif), pemakaian mesin (komputatif), menjangkau segala pekerjaan rutin (otomotif), dan dari mana saja dan kemana saja (komunikatif).

Model pembelajarannya pun harus menyesuaikan dengan ciri abad ke-21. Untuk yang bersifat informasi, pembelajaran diarahkan untuk mendorong peserta didik mencari tahu dari berbagai sumber informasi, bukan diberi tahu.

Untuk yang bersifat komputasi, pembelajaran diarahkan untuk mampu merumuskan masalah (menanya), bukan hanya menyelesaikan masalah. Untuk yang bersifat otomasi, pembelajaran diarahkan untuk berpikir analitis (pengambilan keputusan) bukan berpikir mekanistis (rutin). Dan untuk yang komunikasi, pembelajaran  menekankan pentingnya kerja sama dan kolaboratif dalam menyelesaikan masalah.

Paradigma pembelajaran abad ke-21 menekankan keterampilan, penguasaan teknologi informasi komunikasi, kaitan ilmu dan dunia nyata, dan keharusan untuk bekerja sama.

Sekolah sebagai tempat pendidikan formal sangat berperan dalam mewujudkan pembelajaran berkualitas yang mampu menghasilkan lulusan sesuai dengan tuntutan abad ke-21. Pembelajaran sains merupakan kegiatan penguasaan sains melalui pengajaran kepada siswa.

Pengajaran sains dikatakan baik jika siswa dapat menguasai:

(1) prinsip ketertundukan dan kesepakatan (keterampilan kognitif);

(2) sesuatu yang dapat diamati atau diukur (keterampilan psikompotor); dan

(3) kemanfaatan sains baik langsung maupun tidak langsung (keterampilan afektif).

Lima Unsur Model Pembelajaran

Dalam rangka memberikan sumbangan pemikiran di bidang pendidikan dalam menyiapkan pendidikan abad ke-21, maka dikajilah model pembelajaran yang mampu meningkatkan keterampilan berpikir kritis secara maksimal. Model pembelajaran tersebut adalah model Problem Based Leaarning with Argumentation (PBLA).

PBLA mengandung lima unsur penting model pembelajaran yaitu sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung, dampak instruksional, dan dampak pengiring. Sintaks dari model PBLA ini adalah (1) identifikasi masalah dan motivasi, (2) organisasi dan investigasi, (3) membangun argumentasi, (4) sesi argumentasi, dan (5) evaluasi -- refleksi.

Pertama, identifikasi masalah dan motivasi. Pada fase 1 ini guru memotivasi rasa keingintahuan siswa, menggali minat siswa, mengaitkan pengalaman lama dan yang akan dipelajari, menginformasikan tujuan pelajaran dan mendeskripsikan keperluan-keperluan belajar, serta memberikan permasalahan yang bersifat autentik.

Kedua, organisasi dan investigasi. Pada fase 2 ini guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi, mencari penjelasan dan solusi untuk membangun keterampilan berpikir kritis,  memberikan handout atau LKS, membentuk kelompok 4-5 siswa, dan melakukan percobaan.

Ketiga, membangun argumentasi. Pada fase 3 ini guru membimbing siswa menganalisis data dan menginterpretasikan hasil analisis data dan membangun jawaban melalui argumentasi dengan menyusun sesuai TAP yaitu membangun pengakuan sebagai bentuk solusi masalah disertai dengan data (bukti yang mendukung pengakuan), bukti (penjelasan kaitan antara pengakuan dan data), dukungan (asumsi dasar yang mendukung bukti), kualifikasi (kondisi bahwa pengakuan adalah benar), dan sanggahan (kondisi yang menggugurkan pengakuan).

Keempat, Sesi argumentasi. Pada fase 4 ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan idenya/jawaban yang telah disusun melalui TAP, merespon pertanyaan, menyampaikan bukti terhadap idenya, mengevaluasi manfaat bertukar ide, dan melakukan sharing pandangan atau ide alternatif.

Kelima, Evaluasi-refleksi. Pada fase 5 ini fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa agar siswa memberikan umpan balik (feedback) terhadap seluruh proses pembelajaran.

Sistem sosial dari model PBLA  dalam suatu uji coba terbatas diperoleh kecenderungan terjadinya peningkatan dalam setiap pertemuannya. Hal ini berarti guru mampu menciptakan suasana belajar yang bebas, terbuka, demokratis, dan positif. Siswa mampu menghormati orang lain, bekerja sama, memimpin, dan menyampaikan pendapat dengan baik.

Prinsip reaksi dari model PBLA terjadi ketika ada komunikasi aktif antar siswa maupun antara siswa dengan guru. Komunikasi dapat berupa guru mengapresiasi setiap jawaban siswa dan memotivasi  untuk berpikir dan bertanya dengan baik (fase 1), menginspirasi siswa untuk mengenali variabel penelitian dalam peralatan, membuat rumusan masalah untuk investigasi, melakukan percobaan, mengambil data dan menganalisis data (fase 2), guru membimbing siswa membuat argumentasi (fase 3), menginspirasi siswa untuk mengeluarkan pendapat/ide-idenya melalui presentasi (fase 5), dan melibatkan siswa dalam evaluasi dan refleksi (fase 5).

Sistem pendukung dari model PBLA dapat berupa peralatan praktik, laptop, LCD, listrik, internet, dan sebagainya. Dampak instruksionalnya adalah peningkatan keterampilan berpikir kritis dan dampak pengiringnya adalah peningkatan aktivitas siswa yang berupa mampu bekerja sama, mendengar/memperhatikan orang lain, menghormati pendapat, banyak gagasan/ide, dan mampu menyampaikan pendapat.

Karakteristik Model 

Karakteristik model PBLA antara lain, pertama, pembelajaran dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan awal siswa. Guru bertanya atau memberikan gambaran kepada siswa materi pembelajaran sebelumnya. Guru memberikan pengalaman sesuai kebutuhan jika siswa belum memiliki pengetahuan awal yang memadai.

Kedua, mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang sering dialami oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dilakukan dengan menyediakan tugas dan permasalahan yang berkaitan dengan aplikasi sains dalam kehidupan sehari-hari.

Ketiga, belajar diawali dengan identifikasi masalah yang diajukan oleh guru. Masalah yang diajukan dapat berupa masalah yang memiliki struktur tak jelas (ill defined).

Keempat, pengakuan (claim) jawaban yang diberikan terhadap permasalahan harus disusun melalui TAP yang berdasarkan pada bukti berupa data yang diperoleh dan disertai justifikasi melalui proses penalaran ilmiah. Di sinilah siswa dilatih untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis secara maksimum.

Kelima, siswa difasilitasi dan didorong berinteraksi dengan siswa lain pada saat mengonstruksi pengakuan jawaban dan menjawab permasalahan. Keenam, jawaban terhadap permasalahan yang telah disusun oleh siswa harus dievaluasi dan divalidasi melalui kegiatan diskusi.

Ketujuh, kegiatan diskusi dilakukan dengan melibatkan aktivitas sosial melalui kegiatan dialog, diskusi kelompok secara kolaboratif, siswa terlibat dalam aktivitas mengajukan pertanyaan, menyiapkan bukti untuk mendukung pengakuan dalam rangka membangun argumen dan penjelasan serta mengusulkan, mengkritisi, dan mengevaluasi ide-ide antar siswa.

 Kebaruan

Kebaruan model PBLA ini jika dibandingkan dengan model PBL dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis terletak pada fase membangun argumentasi dan sesi argumentasi.

Fase ini dirancang khusus agar siswa mempersiapkan argumentasi secara mendalam untuk menuju fase berikutnya yaitu mengembangkan dan mempresentasikan hasil pada sintaks PBL, yang kemudian menjadi sesi argumentasi pada sintaks PBLA, sebagai tahap meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa secara maksimal.

Pada fase ini, siswa menyusun argumentasi melalui TAP, yaitu dengan menyusun pengakuan, data, bukti, dukungan, kualifikasi, dan bantahan. Penyusunan argumentasi ini memerlukan keterampilan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi, dimana analisis, sintesis, dan evaluasi merupakan indikator dari keterampilan berpikir kritis menurut taksonomi Bloom.

Siswa akan mengimplementasi keterampilan berargumentasi untuk melatih keterampilan berpikir kritis. Siswa diwajibkan mempresentasikan hasil dari membangun argumentasi sebagai sarana untuk mengeksplorasi keterampilan berkomunikasi, memperkuat konsep yang dimiliki, sehingga cakupan informasi yang didapat akan lebih banyak, dan meningkatkan tanggung jawab, kerja sama dan kepercayaan diri siswa.

 Kelebihan dan Kekurangan Model

Kelebihan model PBLA antara lain mampu:

(1) meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa;

(2) meningkatkan aktivitas dan respon siswa;

(3) menghadirkan suasana pembelajaran yang demokratis dan kolaboratif. 

4) memposisikan guru sebagai fasilitator, motivator, dan inspirator dalam pembelajaran;

(5) memposisikan siswa sebagai peneliti-peneliti sains

(6) menciptakan lingkungan sosial yang tinggi yang diwujudkan dalam bentuk interaksi siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru secara komunikatif; dan

(7) memotivasi siswa untuk berpikir kritis dalam menghadapi masalah pembelajaran yang bersifat ill-definid dan autentik.

Sedang kekurangan  model PBLA antara lain:

(1) penerapan masih terbatas pada materi Suhu dan Perubahannya serta Kalor dan Perpindahannya;

(2) perlu daya dukung sarana prasarana yang lebih terutama peralatan laboratorium sains yang lengkap;

(3) baru diujikan pada pokok bahasan kalor dan perpindahannya, sehingga kesimpulan penelitian ini hanya berlaku untuk pokok bahasan tersebut;

(4) memerlukan alokasi waktu yang lebih lama.

Purworejo, 5 Januari 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun