Ingin maju tapi tak mau, mungkin itu kata-kata yang tepat menyikapi kasus evaluasi pasca piala AFF 2020 antar PSSI dan Shin Tae Yong beserta jajarannya. Beredar kabar bahwa evaluasi tersebut berujung deadlock atau buntu, karena STY juga harus segera bertolak ke Bali untuk melakukan pemusatan latihan jelang FIFA Matchday.
Muncul nama Haruna Sumitro, exco PSSI yang mengkritik STY untuk menuntut segera gelar juara pada tahun 2022, perlu diketahui pada tahun ini timnas cukup memiliki jadwal padat mulai dari AFF U-23, Sea Games, hingga Piala AFF 2022.
Haruna Soemitro, nama yang tak asing di telinga pengamat sepak bola nasional, selain menjabat Exco PSSI Haruna merupakan direktur klub Madura United, sebelumnya Haruna sudah berkiprah sebagai pengurus Asprov Jawa Timur, Persebaya, Madura United, hingga Exco PSSI. Dibuat geram, semua supporter, netizen seharian penuh atas pernyataan Haruna dalam podcast JPNN.COM, tak perlu menunggu lama muncul tagar #HarunaOut. Setidaknya ada beberapa hal yang membuat semua pihak bertanya-tanya soal pernyataan Haruna.
1. Mengatasnamakan publik dan stakeholders
Dalam kritiknya terhadap STY, Haruna menyatakan bahwa pernyataannya itu juga mengatasnamakan publik sepak bola Indonesia dan berbagai stakeholders supporter dan pelatih Liga 1. Diantaranya adalah publik sepak bola Indonesia segera menginginkan gelar juara, karena ekspetasi publik terhadap STY yang besar. Publik sepak bola Indonesia kini sudah dewasa, memiliki banyak pengetahuan dan tak sekedar ingin juara saja.
2. Pemain yang dipilih, pemain yang tidak siap
Kehebatan Arhan, Dewangga, Egy, Witan, dan lainnya diangap oleh Haruna pemain yang tidak siap. Haruna berpendapat, dengan pemain muda, bisa jadi akan jadi alasan STY ketika tidak bisa menjadi juara.
3. Perbedaan Tim Nasional dan Liga 1
Haruna mengatakan beberapa perbedaan di tim nasional dan tim di Liga 1. Lagi, dalam hal ini mengatasnamakan beberapa pelatih Liga 1 yang mengeluh pada exco PSSI. Alasan pertama, adalah pola latihan fisik yang berbeda di Liga 1 dan tim nasional. Pola latihan fisik tim nasional without ball, sementara di Liga 1 with ball. Haruna dalam pernyataan tersebut mengatasnamakan para pelatih Liga 1 Â yang mengeluh pada exco PSSI.
Yang kedua, soal permainan STY yang dianggap terlalu direct ball, sementara mayoritas tim Liga 1 dari kaki ke kaki, build up serangan dari bawah. Dari dua pernyataan itu tentu timbul pernyataan, soal latihan fisik yang memang harus dibedakan dengan taktik. Soal direct ball yang dilakukan STY ? pertanyaan muncul karena STY lebih sering menggunakan permainan bola bawah, justru di Liga 1 lebih sering bermain long ball dan direct ball.
4. Sepak bola itu hasil bukan proses
Dalam pernyataan ini Haruna mengatasnamakan publik sepak bola Indonesia bahwa pada akhirnya mereka menginginkan hasil yakni juara. Haruna menambahkan, sepak bola itu hasil percuma saja kalo prosesnya baik tapi tidak ada hasil. Dalam hal ini kita dapat memahami pelatih bukanlah pesulap, yang dapat memberikan banyak gelar tanpa latihan dan proses yang panjang.
5. Haruna Rezim Menolak Naturalisasi
Haruna dengan tegas mengatakan bahwa ia adalah rezim yang menolak naturalisasi, menurutnya naturalisasi hingga saat ini masih belum berbuah hasil sama sekali. Hal itu disikapinya karena STY menginginkan 4 pemain naturalisasi yang segera hadir. Tetapi Haruna justru mengacu pada Ilja Spasojevic sebagai top skor sementara Liga 1 yang di mana ia adalah pemain naturalisasi, padahal sebelumnya Haruna tegas mengatakan rezim yang menolak naturalisasi. Dalam kesempatan lain STY dalam podcast bersama Deddy Corbuzier mengatakan hanya akan mengambil pemain yang memiliki darah Indonesia, bukan sekedar berpindah warga negara saja.
Perlu diketahui sebelumnya naturalisasi terdapat 2 jenis yakni, naturalisasi biasa dan naturalisasi istimewa. Naturalisasi biasa, adalah kepindahan warga negara dengan menetap 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut. Sementara itu naturalisasi istimewa adalah bedasarkan darah atau keturunan keluarga, tidak harus menetap di negara yang dituju.
6. Pemberantasan Matchfixing
Menurut Haruna, PSSI tak seharusnya terbawa arus pemberantasan matchfixing atau pengaturan skor. PSSI harus fokus ke hal lain di luar kasus pengaturan skor. Padahal, sejauh ini pengaturan skor dan mafia bola menjadi malapetaka utama di sepak bola, bahkan tak hanya di Indonesia saja, beberapa negara di dunia mafia bola menjadi musuh utama yang merusak sportifitas dan kebersihan dalam permainan sepak bola.
Pernyataan Haruna Soemitro memang membuat geram hampir seluruh publik sepak bola Indonesia, tapi yang harus dipahami sebagai Exco PSSI memang Haruna memiliki hak suara untuk berpendapat, namun PSSI adalah organisasi yang terstruktur mulai dari jajaran Ketua, Wakil, Sekjen, Exco, hingga Asprov dan Askab/Askot yang selalu melibatkan keseluruhan anggota dalam mengambil keputusan. Haruna tak akan kuat berdiri sendiri apabila ia ingin menganti STY dengan pelatih lain, perlu ada dukungan dari anggota PSSI lainnya. Selebihnya biarkan STY dan timnas berproses, kalah atau menang it's part of the game.
Penulis : RV Biaggi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H