Jangan harap muncul ilmuwan sekelas Ar-Razi, Al-Kindi dan ilmuwan Muslim lainnya. Sebab itu hanya akan mengancam hegemoni kekuasaan mereka di negeri-negeri jajahan mereka, termasuk negeri-negeri Muslim.Â
Banyak tokoh di negeri ini yang berusaha mengkritisi program Nadiem, diantaranya Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan kebijakan Nadiem sangat berorientasi pasar bebas, terutama poin  mempermudah suatu kampus jadi PTN BH (perguruan tinggi negeri badan hukum/PTN BH). Efeknya salah satunya akan mengeksklusi anak-anak dari kalangan tidak mampu (tirto.co.id, 20/1/2020).Â
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) Â saat menghadiri pengukuhan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menjadi guru besar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) juga berpendapat jangan menciptakan generasi muda yang lembek terkait penghapusan Ujian Nasioanal oleh Nadiem Karim.
Nyatanya anjing menggonggong kafilah berlalu, Nadiem berpendapat bahwa Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) bakal diganti dengan ujian akhir yang diterapkan di masing-masing sekolah. Namun, penilaian kompetensi siswa dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya).Â
"Dengan itu, guru dan sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa. Anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah, guna meningkatkan kualitas pembelajaran," tambahnya (Tirto.id.com,11/12/2019).
Inilah wajah pendidikan Indonesia yang akan dipimpin Nadiem. Baginya gelar kesarjanaan tak penting sebab pengalaman bekerjalah dan wawasan yang luas yang amat sangat dibutuhkan saat ini. Saat Pandemi bisa jadi inilah langkah cemerlang, namun setelah pandemi akankah masih dalam pandangan yang sama jika sebagian besar generasi hanyalah pekerja kasar yang menjadi jongos perusahaan kafir? Dimana merdeka belajarnya jika masih didikte asing?
Pendidikan hari ini sebenarnya persoalan utamanya tak hanya urusan kerja atau tidak selepas sekolah. Namun justru terletak pada kurikulum, metode pendidikan, SDM pendidikan dan sarana prasarana pendidikan.Â
Berikutnya distribusi pendidikan juga masih menyisakan PR, sebab tidak merata, pendidikan berkualitas hanya dimiliki wilayah perkotaan sedang daerah terlebih pelosok tertinggal jauh.Â
Bukan semestinya jika pembiayaan pendidikan adalah hasil peralihan dana USBN, artinya pemerintah masih menghitung untung dan rugi dalam penyelenggaraan pendidikan dan ini bertentangan dengan amanah UUD 1945 pasal 31 ayat (1) Setiap warga berhak mendapat pendidikan; ayat (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; ayat (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan.Â
Maka, selama politik demokrasi kapitalistik digunakan sebagai landasan penyelenggaraan pendidikan maka bisa dipastikan akan mengalami kehancuran.Â
Semua ini butuh sistem yang tanpa kepentingan lain selain kemaslahatan umat. Sebuah peradaban maju bukan didukung dengan generasi yang pandai bekerja semata namun juga memiliki kualitas sempurna dari sisi akidah dan tsaqofah.Â