Belum tuntas perkara korupsi dana bansos, kini tersiar kabar  BPJS Ketenagakerjaan, terdapat dugaan korupsi sebesar Rp43 triliun. Marzuki Alie, mantan Ketua DPR RI menyayangkan  bahkan mengatakan pelakunya mati hati sebagai manusia.Â
"Uang bansos orang miskin, uang Tenaga Kerja BPJS, uang simpanan rakyat Jiwasraya, semua dikorup," tulis Marzuki , "Korupsi APBN sudah biasa, ini luar biasa, sudah gak ada hati manusia lagi, lebih buruk dari hewan," sambungnya dikutip PikiranRakyat-Tasikmalaya.com dari akun Twitter @marzukialie_MA yang dikutip Rabu, 20 Januari 2021.
Wajar jika Marzuki jengkel dan mendoakan oknum pejabat-pejabat yang melakukan korupsi tersebut dilaknat tujuh turunan ( pikiran rakyat tasikmalaya.com, 20/1/2021). Akankah ini bisa diakhiri?Â
Kita harus tahu penyebab utamanya mengapa korupsi seakan menjadi kebiasaan para pejabat, mereka akhirnya beramai-ramai menjadi pesakitan digiring KPK karena operasi tangkap tangannya. Semua karena politik balas jasa. Mereka yang memegang jabatan rata-rata adalah anggota partai, besaran pengaruh partai tersebut baik di masyarakat maupun pemerintah sangat penting, sebab itulah yang mendongkrak elektabilitas mereka dan besaran bagi-bagi kue kekuasaannya.
Sedangkan menancapkan ketertarikan masyarakat butuh biaya yang tak sedikit. Sejak kampanye, hingga pemilihan pemimpin partai praktis harus menggerakkan kadernya untuk promosi sekaligus mencari dana. Bukan rahasia lagi jika setiap paslonpun ada uang mahar yang harus dibayarkan kepada partai.Â
Maka pencarian dana bisa didapat langsung dari mahar Paslon, dana dari para pengusaha dan lain-lain, tapi juga ada yang berupa MOU, dibayar ketika sang paslon benar-benar telah menang bisa berupa uang ataupun surat perjanjian eksplorasi SDA.Â
 Semua sudah paham mekanismenya, praktik ini menjamur, simbiosis mutualisme tinggal kelak jika presiden membutuhkan susunan kabinetnya itu sudah diperhitungkan prosentase bagi-bagi kursinya berapa. Dan jabatan apa.Â
Darimana partai mendapatkan dana sebesar itu jika hanya mengandalkan anggaran partai tentu sangatlah kurang, maka kita bisa lihat fakta korupsi bansos mantan Menteri Sosial Juliari Batubara ternyata tak hanya mengalir di kantong pribadinya, namun juga ke partai. Inilah fakta politik demokrasi yang sedang berjalan di negeri ini. Tak ada kawan sejati, namun yang ada kepentingan sejati.Â
Masih hangat perbincangan mak-mak yang kecewa karena Sandiaga Uno yang diharapkan membawa perubahan ternyata bergabung juga dengan rezim dengan menjabat salah satu menteri yang saat kampanye pemilihan presiden ia ingkari. Biaya politik demokrasi sangatlah mahal, tak ada uang maka persahabatan bahkan keluargapun bisa dijadikan korban.
Maka, kini bisa masuk logika bukan jika BPJS pun rawan dikorupsi, sebab masih berjalan dalam sistem yang sama. Dan ini zalim, bagaimana tidak, dana yang terkumpul adalah premi yang dibayarkan pegawai, baik pekerja kantoran maupun buruh dimana perusahaannya terikat dengan BPJS. Gaji yang sudah terpotong dengan banyaknya kebutuhan masih pula dikorupsi, digunakan untuk kepentingan pribadi, hanya karena kebetulan ia sedang memegang jabatan.Â
Rasullulah Saw sangat mencela pejabat yang mendapatkan keuntungan dari jabatannya, "Tidaklah seorang hamba yang Allah berikan kepemimpinan atas orang lain, lalu ia mati dalam keadaan berbuat curang terhadap orang-orang yang dipimpinnya, melainkan Allah akan mengharamkan atasnya surga." (HR Muslim).
Faktor lain penyebab maraknya korupsi karena hukum di negeri ini bisa dipermainkan sesuai kepentingan mereka yang bermodal. Sudah masyhur jika hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Sebab kekuasaan dan uang hukum bisa ditumpukkan setumpul-tumpulnya asal bebas dari hukuman. Sementara rakyat kecil sudahlah jatuh tertimpa tangga pula.Â
Lantas, adakah harapan baru agar kesulitan ini segera berganti kemudahan? Jelas harus diganti dengan sistem yang lebih baik. Sistem yang sudah diterapkan kaum Muslim sejak 14 abad lalu, berasal dari pencipta manusia, Allah SWT. Wallahu a' lam bish showab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H