Mohon tunggu...
Ruth Manullang
Ruth Manullang Mohon Tunggu... Konsultan - Focus on Political Issue

Pembelajar dan Pemerhati; Berusaha Arif.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merajut Kembali Sang Merah Putih

27 September 2019   10:39 Diperbarui: 27 September 2019   10:49 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya, secara tidak langsung, provokator tersebut telah menurunkan derajatnya di depan orang yang ingin dipengaruhinya. Karena apa? Ia tidak mampu bertindak sendiri dan tidak mampu menyampaikan ketidaksukaannya terhadap kelompok oposisinya. sehingga, ia 'mengemis' dengan orang lain agar mau membantunya melancarkan keinginannya. 

Fanatisme yang persuasif seperti ini, selain menunjukkan turunnya derajat si provokator, juga menunjukkan bahwa jiwa dari identitas baru yang dimiliki masyarakat masih sangat prematur untuk dilepaskan untuk mendewasakan dirinya. 

Masih banyak dan akan semakin banyak jiwa-jiwa yang mampu diperbudak jika memang mampu dipengaruhi oleh provokator tersebut. Kemerdekaan itu belum tercapai. Perbedaan akan membuat masyarakat semakin mencoba mencari jati dirinya sebagai pemegang identitas baru.

Masalah yang terjadi tentunya merusak jiwa identitas baru yang telah dimiliki masyarakat Indonesia. Ini menunjukkan seakan-akan reformasi itu tidak penting dilakukan, karena identitas yang dilahirkan tidak membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Target sebuah perubahan adalah kemajuan dalam segala aspek kehidupan yang mampu menunjang kehidupan baru. 

Namun jika itu gagal, maka akan terjadi stagnansi, atau malah kemunduran dalam segala aspek kehidupan yang otomatis menggagalkan tujuan perubahan tersebut. Tidak ada yang dapat memastikan Indonesia mengalami kegagalan itu, dan tidak ada juga yang berani mengatakan bahwa Indonesia berhasil mengemban identitas baru tersebut, khususnya dalam masalah keberagaman.

Sesungguhnya, masih ada secercah harapan dari bendera Merah-Putih yang telah robek untuk dijahit kembali dan Pancasila yang dianggap tak berharga itu menjadi tak ternilai harganya. Indonesia belum mencapai titik akhir dari perubahan tersebut. Indonesia masih dalam masa transisi menuju kehidupan yang dicita-citakan oleh pendahulu.

Artinya, identitas baru ini dapat diperbaiki dan dimanfaatkan sebagai jembatan menuju pembaharuan. 'Perbedaan' dapat dijadikan sebagai 'keberagaman' kembali, kehidupan harmonis dapat dijalin, dan cita-cita persatuan lainnya. 

Identitas prematur masih bisa dibersihkan kembali, masalah isu keberagaman yang terjadi dapat di buang jauh-jauh dari kehidupan masyarakat Indonesia. Pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana agar keberhasilan mengubah identitas baru yang telah ternodai ini? Bagaimana cara merajut Merah-Putih kembali?

1.   Restorasi identitas baru          

Menurut Plato, jiwa manusia terdiri atas tiga unsur : mental (mind),  ambisi (spirit), dan selera (appetite). Kebaikan hidup tercapai manakala mental yang sehat memimpin di atas ambisi dan kesenangan. 

Sebagai pemilik identitas manusia reformasi, bangsa Indonesia juga harus mau memperbaharui diri dengan menetapkan mental sebagai pemimpin ambisi dan selera. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun