Tak jarang pula perempuan mengalami tindak kekerasan di sana. Terlebih saat para tentara mengevakuasi warga yang tercatat menjadi bagian dari PKI di Dukuh Paruk. Tak segan-segan para tentara tersebut menarik, mendorong, dan mengintimidasi kaum perempuan. Seolah itu menjadi hal yang lumrah terjadi.Â
Film "Sang Penari" ini berhasil mengungkap sejarah kelam betapa rendahnya perempuan, terlebih jika ia memilih untuk menjadi seorang penari. Alih-alih mendapat apresiasi karena mempertahankan kesenian, para perempuan tersebut justru selalu menjadi objek pemuas nafsu laki-laki, baik secara visual (hanya dipandang), hingga diajak untuk berhubungan badan. Padahal, gebrakan kaum perempuan untuk tak lagi menduduki kelas subordinat terus dilakukan. Perjuangan perempuan untuk mendobrak stigma negatif tidak akan pernah berhenti, sampai mereka benar-benar mendapatkan keadilan.
Daftar Pustaka:
Pudyadhita, Tiara. (2012). Representasi Perempuan Penari dalam Kesenian Rakyat Ronggeng (Studi Semiotika pada Film Sang Penari). Diakses pada 14 Oktober 2020, jurnal.untirta.ac.id/index.php/JPKS/article/view/2530/1973
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H