Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisah 27 Buku Puisi Lahir Dari Rahim Kompasiana Sebagai Rumah Literasi

4 Januari 2025   16:53 Diperbarui: 4 Januari 2025   16:53 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengapa harus menerbitkan banyak buku kumpulan puisi? Pertanyaan itu muncul dari beberapa teman penyuka puisi.

Bukan untuk mendapat pengakuan bahwa saya adalah seorang penyair. Tetapi karena keseringan menulis di Kompasiana merasa bahwa puisi setelah ditulis dan dimuat bikin puas. Apalagi dijadikan buku membikin bahagia.

Dibalik puisi pasti ada cerita. Puisi yang pernah ditulis dalam sebuah buku ksuatu waktu mengingatkan kembali kisah lama. Buku-buku puisi yang ditulis sendiri menjadi koleksi perpustakaan di rumah bisa menjadi hiburan untuk diri sendiri. Itu saja alasannya tidak ada yang lebih.

Sejak menulis di Kompasiana mulai tahun 2014 muncul keinginanku memiliki buku fisik yang berisikan kumpulan puisi.

Baca juga: Jamuan Siang

Keinginan tersebut bisa terwujud dengan terbitnya buku kumpulan puisi berjudul, "Mimbar Tua" pada tahun 2020. Ini buku kumpulan puisi pertama yang ditulis sendiri.  Sebelumnya ada puluhan buku bersama dengan penulis puisi lainnya.

Selama tahun 2024 ini ada beberapa kumpulan puisi yang kutulis sendiri terbit seperti berjudul, Debat, Pada Sebuah Masjid, Pengunyah Melati, Kota Mati, Memandang Terang dan Penari. Ada 6 buku kumpulan puisi dan ditanbah 21 buku kumpulan puisi sudah terbit tahun sebelumnya. Berarti sudah ada 27 buku kumpulan puisi yang ditulis sendirian.

"Untuk apa buku kumpulan puisi sebanyak itu?" Tanya seorang teman.

Pertama, menjadikan buku-buku ini koleksi pribadi untuk dipajang di rak buku di rumah. Sama dengan koleksi-koleksi yang lain yang ada di rumah seperti keramik, lukisan dan lain-lain.

Kedua, untuk dibaca sendiri ketika kangen dengan karya-karya yang pernah dibuat mau pun dibaca teman-teman yang datang ke rumah. Ada kebanggaan sendiri bisa memberikan sajian buku karya sendiri kepada teman-teman penyuka puisi.

Ketiga, lebih mudah untuk mencari karya-karya yang lama dengan membuka buku fisik yang menjadi koleksi bisa menemukan karya-karya yang pernah ditulis beberapa tahun sebelumnya.

Keempat, bisa menjadi kepuasan batin dan kebahagiaan ketika melihat karya-karya itu menjadi koleksi rak buku yang ada di rumah. Suatu rasa yang sulit untuk digambarkan ketika melihat buku-buku yang telah menjadi buku yang bisa dipandang dan dinikmati.

Kelima, bisa menjadi motivasi untuk orang-orang yang ada di rumah. Syukur-syukur bisa mengikuti juga ingin menulis dan menerbitkan buku.

Ini semua terwujud karena berinteraksi dengan Kompasiana. Merawat hubungan yang sudah terjalin bertahun-tahun. Saya tetap menjaga itu diantaranya dengan terus menulis puisi di Kompasiana.

Semua orang bisa menulis tetapi tidak semua orang bisa konsisten menulis. Walau pun hanya menulis puisi. Karena puisi saya konsisten menulis di Kompasiana.

Setiap puisi selalu ada kisah. Ketika membaca puisi akan ingat dengan suatu peristiwa. Karena itu saya menulis puisi untuk suatu saat bisa mengingat kembali agar tidak lupa dengan peristiwa lama yang pernah terjadi.

Bermula dari puisi bisa melahirkan novel dan jenis tulisan lainnya. Saya sudah melakukan dan merasakan sehingga telah berbuah kenyataan. Karena itu saya tidak pernah mengecilkan arti sebuah puisi yang dibuat. 

Saya yakin suatu saat puisi akan berkembang menjadi sebuah cerita yang panjang.

Melalui puisi bisa melawan lupa. Melalui puisi bisa mengembangkan menjadi cerita. Puisi yang saya tulis biasa-biasa saja. Ada juga beberapa yang menjadi artikel utama di Kompasiana.

Demikianlah sedikit catatan kisah saya bersama puisi-puisi yang ada di Kompasiana selama ini.

Salam literasi dari Pulau Bangka.

Rustian Al Ansori

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun