Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pantun Kartini dan Buku Pantun

20 April 2023   18:42 Diperbarui: 20 April 2023   18:45 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika masih bekerja saya terbiasa membikin pantun karena tuntutan pekerjaan.

Rekan kerja minta dibikinkan pantun untuk teks pidato mulai dari pidato kepala daera, kepala dinas hingga panitia suatu kegiatan.

Pejabat ketika membaca pantun itu tidak tahu bahwa pantun yang dibacanya siapa yang membuat saat berpidato. Namun tidak jarang ada yang mengira pejabat tersebut yang membikin pantunnya sendiri. Karena tidak seperti karya puisi disebutkan penulisnya, karya siapa. Tapi ada juga pejabat yang pandai berpantun jadi tidak perlu dibuatkan.

Membuat pantun untuk pidato merupakan keharusan setiap permulaan maupun akhir dari pidato di daerah kami karena sudah ada peraturan daerah pemerintah provinsi kepulauan Bangka Belitung bahwa pidato dalam acara resmi harus menyertakan pantun. Jadilah pantun selalu disisipkan dalam pidato di negeri Melayu ini.

Saya tidak jogo membikin pantun tapi bila dipaksakan bisa juga menjadi pantun. Sudah selayaknya bila memsng pantun menjadi kewajiban dalam protokoler acara pemerintsh daerah adanya penempatan khusus pegawai pembuat pantun sehingga bisa dihargai secara profesional.

Saya sudah beberapa bulan ini tidak membuat pantun mungkin karena tidak ada lagi pesanan untuk dibikinkan pantun dan mungkin juga karena saya sudah tidak lagi bertugas.

Namun baru saja saya menerima WA dari seorang teman yang dulu pernah satu kantor, dia minta dibikinkan pantun untuk anaknya yang mendapat tugas dari sekolah berupa membuat pantun bertemakan Kartini.

Saya tidak bisa menolak permintaan itu. Sayapun menyanggupi permintaannya mudah-mudahan bisa menjadi amaliah Ramadan. Sedekah pantun ini semoga bisa menyenangkan orang lain.

Ia minta dibikunkan 5 pantun jadilah pantun seperti berikut ini ;

Kartini pahlawan emansipasi wanita
Wanita bangsawan kelahiran Jepara
Selalu hormati ibu kita
Wanita tangguh tiada dua

Kartini menjadi pelita penerang
Menerangi ruang dari kegelapan
Perempuan Indonesia turut berjuang
Dari penjajahan hingga kemerdekaan

Habis gelap terbitlah terang
Buku kumpulan tulisan Kartini
Hidup sukses harus berjuang
Dilakukan dengan keikhlasan hati

Adik cantik mengenakan kebaya
Kebaya dipakai di hari Kartini
Perempuan memiliki hak yang sama
Tidak ada beda dengan laki-laki

Menyanyikan lagu ibu kita Kartini
Diiringi musik petikan gitar
Wanita berjuang untuk negeri
Terus maju tak kan gentar

Saya hanya pembuat pantun pesanan. Selama tahun 2022 saya punya rutinitas mekbikin pantun untuk rubrik Lejuk Pantun dalam acara Ruang Pustaka di RRI Sungailiat. Setiap pekan saya membuat pantun untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kekosongan pantun bila tidak ada pendengar radio  berkirim pantun.

Dengan nama udara saya (istilah diradio siaran) Bang Tomo. Kesiapan stok pantun sesuai tema yang diangkat sehingga  rubrik Lejuk Pantun tidak sepi pantun.

Setelah membuat pantun tidak lupa saya posting di Kompasiana. Tujuannya tidak lain agar tidak hilang begitu saja. Bila pantun hanya ditutur akan hilang bagai angin.

Tidak terasa setelah tersimpan pantun-pantun itu ternyata lumayan banyak sehingga memotivasi saya untuk menjadikan buku.

Alhamdulkllah tahun 2023 ini terbitlah buku Lejuk Pantun. Mengabadikan pantun dalam buku.

Momentum peringatan hari Kartina gegara seorang teman minta dibikinkan pantun saya kembali tergerak berpantun kembali. Apa lagi sudah terbit buku kumpulan pantun pertama saya. 

Saya tidak pandai berpantun secara lisan. Saya hanya menulisan pantun. Bermula dari keberanian dengan coba-coba mambuat pantun dan keseringan membikin pantun terkumpul hingga menjadi buku.

Pepatah lama mengatakan, "ala bisa karena biasa" berlaku untuk pengalaman ini. (RUstian Al'Ansori)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun