"Dia kakekmu, bukan? Kami telah membuat perjanjian sejak ia mengawini aku, bahwa ia tidak akan menangkap, apa lagi memakan Ikan Pari. Ternyata ia melanggar perjanjian yang telah kami sepakati, kakekmu menangkap Ikan Pari untuk memenuhi keinginan nenekmu yang sedang ngidam saat kehamilan bapakmu dan dia menerima ganjarannya berupa hukuman seumur hidup."'
Seumur hidup?
Sempat-sempatnya kakek mengawini salah satu di antara mereka. Sepengatahuanku, hingga saat ini jasad kakek tidak tahu rimbanya. Menurut bapak, kakek tenggelam di pantai ini saat memancing. Baru aku sadar saat itu sedang menghadapi penghuni pantai ini. Aku semakin ketakutan, karena benar-benar yang sedang kuhadapi mahluk-mahluk halus.Tujuh wanita itu telah memasungku. Aku benar-benar tidak berdaya dibuatnya. Namun aku selalu ingat dimana saat itu aku berada. Batinku terus berusaha melawanya.
Tiba-tiba mereka meninggalkan aku begitu saja. Aku berteriak sekeras-kerasnya meyakinkan aku masih bisa bicara. Para pemancing menoleh ke arahku. Mereka tampak heran, kemudian tersenyum dan geleng- geleng kepala. Baru aku sadar aku sedang telanjang . Cepat-cepat kupungut pakaian di tepi sungai dan langsung kukenakan.
Hujan rintik rintik jatuh.
Aku merasa baru saja bermimpi. Segera kutinggalkan pantai Matras dengan ketakutan yang semakain mencekam.
                ***
Kembali tidak ada yang percaya.
Jasad kakek tenggelam di Pantai Matras, hingga kini tidak ditemukan karena ulah tujuh putri itu.
"Waktu itu sulit dilakukan pencarian karena cuaca sangat buruk," ujar bapak.
"Sudahlah, kenapa sih begitu percaya dengan tahayul," timpal ibu.
Aku tidak mampu meyakinkan mereka.
Hujan lebat membasahi bumi. Keheningan dicekam suara halilintar bersahutan. Debur ombak semakin keras membentur dinding pulau ini, yang menyimpan berjuta misteri.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H