Rambut sudah panjang, ingin dicukur tapi barbershop langganan saya menghilang. Namun, tidak diketahui pindah ke mana.
Saya mendatangi barbershop langganan saya di jalan Batin Tikal, Air Ruai, Kecamatan Pemali, kabupaten Bangka. Tukang cukurnya saya kenal bernama Adi. Tapi ketika saya tiba, tempat yang dijadikan barbershop itu sudah tutup.Â
Saya mencoba mencari informasi, namun tidak ada yang tahu. Pemilik tempat juga tidak tahu apakah Adi mencari tempat yang baru.Â
Dua bulan lalu saya terakhir memangkas rambut di barbershop Adi. Ia sempat mengakui selama pandemi penghasilan turun drastis. Pelanggan banyak yang enggan datang di masa pandemi Corona.Â
Adi memaklumi kewaspadaan pelanggan dari tertular Covid-19. Kendati ia sudah berupaya meyakinkan pelanggan dengan mematuhi protokol kesehatan.Â
Setiap memangkas rambut pelanggan, Adi selalu mengenakan masker, mencuci tangan dan lain-lain, namun ternyata tidak cukup bisa meyakinkan pelanggan.Â
Bila benar Adi menutup usahanya, berarti ia menjadi salah satu korban terdampak secara ekonomi di tengah pandemi Corona.Â
Tukang cukur sejak mulai masa pandemi Maret 2020 lalu di daerah kami, merasakan dampak langsung dari pandemi Corona. Penghasilan mereka menurun hingga lebih dari separuh dibandingkan ketika masa normal.
Masyarakat memilih memangkas rambutnya sendiri dengan anggota keluarga. Ada pula yang tidak memangkas rambut dan membiarkannya menjadi gondrong.
Memasuki masa new normal beberapa barbershop kembali beraktivitas. Namun Adi yang baru mengembangkan usaha barbershopnya harus berhenti di tengah pandemi.
Saya kehilangan tukang cukur yang dipercaya. Sudah sepekan ini mencari barbeshop, sambil mencari informasi dari teman di mana barbershop yang menerapkan protokol kesehatan.
Teman saya, Eko menginformasikan ada tukang cukur yang menerapkan protokol kesehatan di jalan Sam Ratulangi Sungailiat. Eko telah memangkas rambutnya di barbershop itu.
Apakah saya akan ke barbershop yang direkomendasikan Eko? Saya belum bisa memastikan. Namun saya akan hunting dulu ke barbershop tersebut, sebelum memutuskan rambut saya jadi di pangkas atau tidak.
Survei perlu dilakukan sebelum membeli jasa maupun barang.Â
"Teliti dahulu sebelum membeli," pesan zaman dulu ( jadul) ketika tayangan iklan di televisi.
Pesan jadul itu masih relevan dipergunakan untuk saat ini, sebagai langkah prefentif agar tidak tertular Covid-19.
Rambut saya semakin panjang dan tidak rapi. Saya tidak yakin bagus bila dipotong sendiri oleh orang terdekat, istri maupun anak.
Melihat kondisi perkembangan penanganan Covid-19 di daerah kami, diikuti jumlah yang sembuh terus meningkat serta tidak terjadi penambahsn pasien positif satu pekan ini kemungkinan besar saya akan ke barbershop.
Saya masih belum menentukan barbershop yang mana yang akan saya datangi. Karena tukang cukur di tempat saya banyak warga pendatang dari Jawa dan Sumatera. Pertanyaan saya kepada mereka, apakah sudah lama berada di Bangka?
Bila baru tiba di Bangka dari daerah asalnya saya tidak akan mencukur rambut saya ke barbershop itu. Selain barbershop yang menerapkan protokol kesehatan, saya akan memilih tukang cukurnya memang sudah lama berada di daerah ini dan tidak mudik selama pandemi.
Tim Gugus Tugas Pecepatan penanganan Covid-19 sudah selayaknya melakukan pemantauan terhadap usaha barbershop untuk melihat kepatuhan mereka dalam menjalankan protokol kesehatan.
Barbershop walaupun tidak ada kerumunan massa, tapi berpotensi terjadi penularan Covid-19, baik dari yang dicukur maupun dari tukang cukur. Bila perlu dilakukan rapid test kepada para tukang cukur.
Tim Gugus Tugas masih fokus pengawasan di tempat kerumunan massa seperti pasar dan cafe. Barbershop walaupun kecil potensi penularannya namun cukup rentan karena tukang cukur dan yang dikucur hampir tidak ada jarak.
Semoga tulisan pengalaman saya ini bermanfaat dan kita selalu sehat.
Salam hangat dari pulau Bangka.
Rustian Al'Ansori
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H