Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Tanpa Muatan Lokal Seperti Bukan di Kampung Sendiri

17 April 2020   22:39 Diperbarui: 17 April 2020   22:41 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya mengambil contoh di provinsi Kepulauan Bangka Belitu.g, sebagai provinsi yang terbentuk setelah era reformasi hingga saat ini masih minim muatan lokal dalam mata pelajaran di Sekolah. Apa lagi ketika di masa Orde Baru. Kolom bahasa daerah dalam buku raport tidak pernah terisi nilai. Saya rasakan itu ketika masih SD di tahun 70 an hingga saya selesai pendidikan SD, SMP dan SMA di Sungailiat mata pelajaran bahasa daerah tidak pernah ada. Bahkan sampai saat ini.

Berbeda dengan daerah lain bahasa daerah diajarkan dalam mata pelajaran sekolah. Apa kendala yang terjadi di Bangka Belitung ? Yang pasti buku pelajaran bahasa daerah belum dimiliki. Kabarnya kantor bahasa Bangka Belitung sudah menerbit kamus bahasa daerah Bangka Belitung. Tapi saya belum pernah melihat wujud kamus itu di perpustakaan umum daerah Bangka.

Namun masih bersyukur siswa SD di tahun 70 an di Kabupaten Bangka ada muatan lokal yakni mata pelajar Ilmu Bumi, dengan modul buku pelajaran yakni Ilmu Bumi Pulau Bangka. Siswa waktu itu bisa mengetahui kondisi geografis dan seperti apa pulau Bangka, termasuk potensi yang dimiliki sehingga siswa wawasannya lebih banyak tahu tentang daerahnya sendiri.

Saat ini, siswa lebih banyak mengetahui tentang daerah lain di Indonesia ketimbang daerahnya sendiri. Siswa lebih mengetahui sejarah nasional, ketimbang sejarah di Bangka Belitung. Bida mengetahui pahlawan nasional, sebaiknya juga mengetahui tentang para pejuang yang ada di daerahnya sendiri.

Wajar saja siswa - siwa tidak memahami tentang pejuang kemerdekaan yang pernah melawan penjajah di Bangka Belitung. Paling yang diketahui tentang Depati Amir yang banyak di ekspose di media massa karena upaya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadikannya pahlawan nasional telah dikabulkan pemerintah pusat. 

Sulitnya mencari refrensi buku tentang sejarah perjuangan kemerdekaan di Bangka Belitung. Sudah saatnya disusun buku pelajaran sejarah di Bangka Belitung, yang dapat diajarkan kepada siswa SD hingga SMA.

Siswa tidak hanya dijejali dengan sejarah perjuangan nasional, tidak salahnya sejarah perjuangan di Bangka Belitung diajarkan. Penanaman rasa cinta Tanah Air dimulai dari daerahnya sendiri melalui salah satu mata pelajaran sejarah. 

Tidak hanya sejarah, juga pelajaran seni dan budaya diajarkan sebagai kegiatan ekstra kulikuler yang sebagian besar menonjolkan pratek seperti menari, bermusik, menyanyi, lakon dan lain-lain. 

Materi pembelajaran seni budaya daerah Bangka Belitung dengan refrensi bacaan yang dapat memperkaya khasanah tentang seni budaya daerah. Sebagai muatan lokal pelajaran di sekolah sepertinya masih jauh dari harapan.

Kenyataannya sekarang jangankan anak-anak SD, SMP dan SMA yang tidak mengetahui budaya daerah Bangka Belitung namun juga orang dewasa di Bangka Belitung tidak mengetahui dan tidak mudah untuk mendapatkan refrensi tentang budaya daerah Bangka Belitung. Wajar saja terjadi pertentangan dan berbagai macam persepsi tentang seni budaya daerah dengan berbagai informaasi yang berbeda. 

Memantapkan seni dan budaya daerah Bangka Belitung masuk dalam mata pelajaran sehingga siswa lebih memahami budaya daerah sendiri lebih dahulu, baru mengenal budaya Nusantara. 

Bukankah selama ini sebaliknya? Penanaman dan pemahaman tentang seni budaya daerah semakin mempekokoh jati diri Bangsa dan ciri khas seni dan budaya daerah sebagai identitas daerah.

Diakui atau tidak, Bangka Belitung setelah menjadi provinsi  banyak dijejali karya kontemporer. Bagaimana dengan karya klasik yang asli juga selayaknya menjadi bahan pelajaran bagi siswa, ini bisa menjadi inspirasi bagi peserta didik yang ingin berkreasi dengan tidak meninggalkan akar budaya sehingga identitas daerah tidak hilang. 

Rasa seni saya menilai, contoh yang paling terlihat di seni musik bila dibandingkan dengan daerah lain seperi Jawa Barat, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan lain-lain mendengar intronya saja sudah dapat memastikan asal daerah musik tersebut, begitu kuatnya identitas karya seni daerah lain. 

Seiring dengan upaya membuat bahan buku pelajaran muatan lokal, ada baiknya juga memperkuat dengan membuat relugasi seperti Peratutan Daerah (Perda) tentang pakaian daerah, acara adat perkawinan dan acara adat lainnya sebagai upaya melindungi dan melestarikan kebudayaan Bangka Belitung.

Di Bangka Belitung sudah ada daerah yang membuat Perda terkait dengan adat daerah. Masih ada daerah yang belum membuat Perda yang terkait seni budaya daerah. 

Regulasi tentang seni budaya akan memperkuat dan menjadi acuan masyarakat sehingga tidak bingung lagi seperti apa seni budaya daerah, dan tidak terjadi kesalahan dalam penapsiran. Ini juga sebagai acuan dalam pembuatan buku pelajaran muatan lokal. 

Kini tinggal bagaimana semua pihak, pemangku kebijakan, para praktisi pendidikan menilai penting atau tidak muatan lokal dalam mata pelajaran sekolah di Bangka Belitung menjadi bagian dari kurikulum.

Bagaimana dengan pelajaran bahasa daerah, kan banyak dialek bahasa daerah di Bangka Belitung? Hingga saat ini belum ada kesepakatan, perlu adanya pertemuan untuk mendapatkan kesepakatan. 

Melalui pertemuan seluruh tokoh budaya daerah, apa itu di Kabupaten, Kota maupun di tingkat Provinsi untuk menyepakati satu dialeg yang dipakai dari banyak dialeg yang ada sebagai bahan pelajaran di sekolah. 

Kita punya lembaga adat, namun yang menonjol dan diekspose tugasnya hanyalah memberi gelar adat. Muatan lokal dalam pelajaran sekolah penting untuk membentuk karakter serta memperkuat identitas sebagai orang Bangka Belitung, bukannya generasi bingung.

Tidak adanya kejelasan serta informasi yang tidak lengkap tentang sejarah, seni dan budaya serta hal lainnya tentang daerah Bangka Belitung akan menimbulkan konflik. 

Ego sentris terbentuk sehingga dapat menambah jurang pemisah antar daerah, antar budayawan, antar seniman. Muatan lokal menjadi solusi untuk lebih memperkuat jati diri budaya Melayu Bangka Belitung. Rasanya pendidikan tanpa muatan lokal seperti bukan berada di kampung sendiri.

Salam dari pulau Bangka.

Rustian Al'Ansori

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun