Ada keraguan di tengah pandemi virus Corona membeli jajanan di pinggir jalan. Tapi keinginan yang kuat menghilangkan rasa keraguan itu.
"Ayah, aku kepengen Hoklopan," kata putri sulungku.
Hoklopan adalah sebutan untuk Martabsk Manis atau kalau di luar Bangka disebut dengan Martabak Bangka. Di Sungailiat penjualnya meletakkan gerobak dagangan di jalan-jalan utama seperti di jalan Jendral Sudirman. Tampak pula di depan pertokoan di pasar Sungailiat yang tutup pada malam hari, dimanfaatkan pedagang Martabak menempatkan gerobak dagangannya.
Sejak kecil saya suka Martabak manis, ayah suka membeli rasa wijen. Sekarang kebiasaan itu berulang, saya yang membelikan buat anak-anak saya.Â
" Corona kan belum ada yang positif di tempat kita," ujar anakku.
"Walau belum ada, kita untuk selalu waspada," jelasku, agar ia juga waspada.
Mengikuti ketentuan yang sudah ada, seperti selalu cuci tangan pakai sabun, pakai masker bila ke luar rumah. Ini juga harus dilakukan para pedagang martabak. Saya melihat masih ada yang belum mengikutinya. Karena itu saya pilih pedagang yang menerapkan ketentuan itu, dijamin kebersihannya baru saya beli.
Entah sampai kapan pedagang Martabak ini bertahan di tengah Pandemi Corona? Sampai tidak ada lagi pembeli, itu sudah pasti. Sampai ada larangan berjualan. Tapi melihat kondisi berdagang yang terlihat saat ini tidak banyak krumunan orang, masih tampak aman karena semua pesanan dibungkus. Tidak di makan sambil nongkrong di tempat berjualan Martabak.
"Pembelinya jauh menurun dari biasannya," ujar Ahiung, pedagang Martabak di Sungailiat.
Martabak manis dibuat dan dijual warga Tionghoa. Karena itu sebutan lain dari Martabak Manis juga dari bahasa ibu warga Tionghoa, selain Hoklopan juga ada yang menyebutnya Pandekok.