Anggota Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) di seluruh Indonesia, 29 November 2018 ini memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke 47 Korpri. Diperingati dengan menggelar upacara bendera, sedangkan pembina upacara membacakan sambutan tertulis Presiden RI selaku pembina Korpri.
Tidak lupa potong tumpeng, sebagai tanda syukur. Setelah itu baru bagi-bagi hadiah untuk pemenang berbagai lomba, bila dalam HUT Korpri menggelar pertandingan olahraga antar instansi maupun seni. Itulah rutinitas setiap tahun.Â
Kesibukan dalam mempersiapkan dan melaksanakan HUT setiap tahun yang dilakukan Korpri. Tapi sesungguhnya dalam tahun ini Korpri sedang diselimuti awan gelap. Sedang kehilangan panutan. Setelah beberapa Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menjerat sejumlah kepala daerah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kepala daerah yang merupakan pembina Korpri tidak lagi menjadi panutan bagi anggotanya, khususnya dalam mengedepankan integritas membangun kepercayaan kepada masyarakat sehingga Kopri tidak bisa tidak terkena imbasnya.
Korpri adalah organisasi tempat bernaungnya Aparatur Sipil Negara (ASN). ASN tidak hanya menghadapi permasalahan hukum yakni Korupsi, namun juga ada yang tersangkut kasus Hoaks terkait dengan pelanggaran UU ITE, narkoba, dan lain - lain.
Merenungkah anggota Korpri pada HUTnya ini? Saya rasa tidak banyak yang melakukan perenungan. Setelah upacara dengan mengenakan seragam Korpri bermotif khas itu, ya selesai. Anggota Korpri sendiri, ada yang tidak tahu dengan organisasi yang menaunginya. Hanya tahu namanya saja. Pada peringatan seperti HUT, Â Korpri baru hadir setelah itu lenyap dengan kesibukan masing - masing.
Sudahkah Korpri memberikan bantuan kepada anggotanya yang tersangkut permasalahan hukum. Saya rasa tidak tampak, terutama permasalah korupsi.Â
Sejelek-jelek kepala daerah sebagai pembina Korpri di daerah, ia telah pernah menjadi pembina Korpri. Sebelum status hukumnya memiliki ketetapan hukum tetap, sewajarnya Korpri berada disitu turut membela. Sekecil - kecilnya menawarkan diri untuk memberikan perlindungan hukum.Â
Saya merasakan di daerah saya sendiri, ketika ada anggota Korpri yang terjerat masalah hukum. Selesai. Mereka ditinggalkan. Membesuk ke LP tempat anggota Korpri yang ditahanpun tidak. Artinya apa, bahwa keberadaan Korpri hanya sebagai organisasi untuk menggelar acara tahunan seperti ulang tahun.Â
Setiap bulannya anggotanya dipungut iuran. Masih bagus, seperti di daerah saya ada bantuan dari Korpri untuk anggotanya yang sakit dan meninggal dunia. Uangnya diambil dari iuran anggota. Dari anggota untuk anggota.Â
HUT Korpri ke 47 ini menjadi bahan renungan bahwa, Kopri kehilangan panutan setelah banyak kepala daerah yang terkena OTT karena korupsi.Â
Terseilip dalam peristiwa itu ada kepala daerah dalam kasus korupsinya terlibat dalam jual beli jabatan kepada ASN. Oknum pembina Korpri di daerah telah mejadikan jabatan sebagai obyekan.
Hal itu memungkinkan terjadi, karena UU ASN membuka peluang itu. Setiap kali dilakukan lelang jabatan, tim seleksi memilih tiga calon yang memiliki nilai tertinggi.Â
Selanjutnya Kepala Daerah memilih sendiri siapa yang layak ia pilih. Lelang tidak berdasarkan nilai tertinggi. Peluang terjadi perundingan dan transaksional, sangat besar antara kepala daerah dan calon pejabat tinggi.
Korpri telah kehilangan panutan, khususnya beberapa daerah yang Kepala Daerahnya terjerat permasalahan hukum. Sedikit renungan di HUT Korpi ke 47, agar lebih berperan lagi dalam membangun korps, pembinaan mental, pembinaan kemampuan sehingga anggota Korpri lebih profesional dan tidak terjerat permasalahan korupsi dan kasus hukum lainnya. Selamat ulang tahun Korpri.
Salam dari pulau Bangka.
Rustian Al Ansori
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H