Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah bekerja sebagai Jurnalis Radio, Humas Pemerintah, Pustakawan dan sekarang menulis di Kompasiana

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Taksi Ngalong

24 November 2017   23:23 Diperbarui: 24 November 2017   23:25 1075
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kota Palembang sudah mulai lengang.

Malam semakin jauh. Tapi tetap saja kota ini tidak tidur. Edi masih di belakang setir mobil taksi onlinenya. Menunggu panggilan dari Smartphone yang ada di dekat stir.

Smartphonenya berbunyi.

Ada panggilan dari pelanggan yang berada di jalan Radial. Edi berputar arah menuju lokasi pelanggannya menunggu.

Lima menit kemudian sudah berada di lokasi.

Edy melihat jelas dua perempuan dengan pakaian sexi. Ia agak tenang karena bakal penumpangnya para perempuan. Kewaspadaan selalu tertanam dalam otaknya.

Kalau lagi " ngalong "begitulah istilah dikalangan para sopir taksi yang masih beroperasi pada dini hari, untuk selalu waspada karena sudah terjadi beberapa kasus tindak perampokan dan kekerasan terhadap para sopir taksi pada malam hari.

Pintu dibuka. Edi mempersilakan empat wanita itu masuk. Seketika bau minuman keras menyengat di dalam mobil. Tiga orang perempuan sedang  mabuk berat, mengoceh tak karuan. Sedangkan satu orang diantaranya masih kelihatan normal. Masih bisa bicara dengan benar.

Namun tiga yang lainnya terus saja neracau.

" Bang saya cantik nggak ?" kata salah satu perempuan yang mabuk.

Edi dengan tenang membawa mobilnya menuju tujuan.

Hingga keempat perempuan itu turun dari mobil masih sepoyongan. Satu orang yang masih bisa diajak bicara membayarkan ongkos.

Legah.

Edi melanjutkan perjalanan sambil menunggu panggilan berikutnya, Semoga masih ada rezeki malam ini.

Kembali smartphon Edi berbunyi. Ada lagi pelanggan. Ia meluncur menuju jalan A. Rivai. Tiba di tujuan ia melihat jelas tiga lelaki mencurigakan.  Tapi Edi tidak langsung membuka pintu mobil, namun berlalu begitu saja. Tiga lelaki itu tidak mengetahui.

Sikap Edi menolak mengangkut calon penumpangnya, sebagai salahsatu cara mengantisipasi untuk menghindari dari tindak kejahatan.

Perasaannya tidak nyaman.

Edi putuskan untuk tidak melanjutkan bekerja malam ini ketika jam sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari. Ia tidak pernah memaksakan diri hanya untuk memperbanyak pendapatan.

* * *

Ketika pagi Edi mendapat kabar. Salah satu sopir taksi online dari perusahaan lain ditemukan tewas pagi ini. Mobilnya juga dibawa lari pencuri, Polisi sedang melakukan pengejaran. Diketahui dari informasi operator taksi online, penumpang naik dari jalan A. Rivai.

Edi langsung ingat dengan tiga laki - laki yang ditolaknya tadi malam.

" Alhamadulillah, Allah masih melindungi," bisik Edi penuh dengan rasa syukur.

Memulai pagi. Edi kembali melakoni pekerjaannya melalui jalan - jalan di kota Palembang sebagai sopir taksi online. Trauma masih  berkecamuk ingat dengan kabar tewasnya salah seorang sopir taksi.

Jalan pun mulai macet pagi ini.

Smartphonenya berbunyi.

Ia segera menuju sasaran untuk meraih rezeki.

Sungailiat, 24/11/2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun