Mohon tunggu...
Rustian Al Ansori
Rustian Al Ansori Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis kehidupan, Menghidupkan tulisan

Pernah bekerja di lembaga penyiaran, berdomisili di Sungailiat (Bangka Belitung)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Dilema Antara Pariwisata & Penambangan di Babel

2 Oktober 2016   05:19 Diperbarui: 2 Oktober 2016   10:09 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pantai Tikus Sungailiat, Bangka dengan hamparan pasir putih

Pertambangan telah menjadi ancaman bagi sektor pariwisata di Bangka Belitung. (Babel) Kenyataan itu tidak dapat dipungkiri. Beberapa waktu terakhir ini, kegiatan penambangan telah merambah ke wilayah pariwisata. Masyarakat bereaksi. Pemerintah daerah juga turut peduli, untuk menyelamatkan alam wisata.

Sejak masih menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Selatan, Pulau Bangka sudah menjadi andalan pariwisata Sumsel. Bangka memiliki kekuatan di wisata  alam, khususnya pantai. Sejumlah obyek wisata di Bangka waktu itu ditetapkan sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW).

Sejumlah obyek wisata memiliki kelebihan dan keunggulan masing – masing. Sejak ditetapkan sebagai DTW, menyusul datangnya para investor membangun sejumlah obyek wisata dengan fasilitas hotel dan fasilitas lainnya. Selain itu beberapa obyek wisata di bangun posko penjagaan untuk petugas yang menraik restribusi dari para wisatawan yang berkunjung. Restribusi telah menjadi masukan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Di Sungailiat saja ada dua lokasi yang memiliki pintu gerbang dengan posko penjagaan yakni memasuki pantai Rebo dan Pantai Matras. Pantai Rebo waktu itu digadang – gadang sebagai obyek wisata yang memiliki daya tarik luar biasa dengan pesona  matahari terbitnya ( sunrice ) dan Pantai Romodong Belinyu dengan pesona matahari terbenam ( sunset). Menyusul penetapan sebagai DTW, Pemerintah Kabupaten Bangka waktu itu membuat regulasi untuk memperkuat keberadaan obyek wisata dengan membuat Peraturan Daerah tentang Tapak Kawasan Wisata ( TKW ) untuk masing – masing obyek wisata diantaranya Tapak Kawasan Wisata Rebo, Teluk Uber, Matras, Romodong dan lain – lain.

Pantai Tikus Sungailiat, Bangka dengan hamparan pasir putih
Pantai Tikus Sungailiat, Bangka dengan hamparan pasir putih
Namun setelah maraknya kegiatan penambangan, adanya regulasi kegiatan penambangan rakyat imbasnya yang lebih dahulu luluh – latak yakni pantai Rebo Sungailiat. Regulasi sebagai TKW diabaikan. Penambangan timah di laut pantai Rebo telah merusak semuanya. Cukup lama posko penjagaan untuk penarikan restribusi dibiarkan rusak dan terbengkalai. Memasuki tahun 2015, sudah ada upaya dari kelompok masyarakat untuk kembali menghidupkan obyek wista pantai Rebo. Langkah yang positif, sebagai bentuk sadar wisata.

Beberapa obyek wisata saat ini masih eksis menjadi Daerah Tujuan Wisata dan telah dikembangkan, atau juga disebut Desnitasi Pariwisata. Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah adminitratif yang didalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas serta masyarakat yang saling terkait dengan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Destinasi pariwisata yang ada juga saat ini dalam ancaman karena kegiatan penambangan. Usaha Pariwisata pun terganggu dan para pengusaha pariwisata pun berteriak karena adanya kegiatan penambangan didekat kawasan wisata pantai yang dikembangkan.

Kondisi ini membuat kegiatan pariwisata tidak kondusif. Usaha Pariwisata di Indonesia sedang berlomba – lomba menarik kunjungan wisata sebanyak – banyaknya. Masing – masing usaha pariwisata telah menjadi kompetitor antara mereka untuk dapat membuat usahanya dapat meraih keuntungan dan devisa bagi negara. Namun di Bangka Belitung sebaliknya, usaha Pariwisata sedang berjuang untuk menyelamatkan usahanaya dari dampak negatif kegiatan penambangan. Apa yang terjadi saat ini di Bangka Belitung terhadap usaha pariwisata tak cukup kuat dilindungi regulasi yang ada, namun dikalahkan regulasi bidang pertambangan.

Undang Undang nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan yang dengan gamblang sebagai regulasi untuk melindungi kegiatan pariwisata sepertinya terabaikan. Sedangkan kegiatan penambangan selalu lebih unggul dengan regulasi pertambangannya. Kegiatan penambangan yang menggannggu obyek wisata, selalu terhenti bukan karena memang obyek wisata tersebut dilindungi Undang – Undang namun karena desakan masyarakat sekitarnya diantaranya nelayan yang merasa dirugikan karena kegiatan penambangan di laut yang mengakibatkan berkurangnya hasil tangkapan.

Seperti juga yang terjadi terhadap Pulau Putri di kecamatan Belinyu. Kegiatan penambangan dengan menggunakan kapal isap juga mengancam rusaknya pulau Putri. Pembicaraan tentang Pulau Putri pun mencuat di sosial media. Lagi – lagi kegiatan penambangan lebih berkuasa. Terbitnya undang – undang terntang Kepariwisataan yang diterbitkan 6 tahun lalu, sudah saatnya sebagai dasar hukum untuk memperbaiki regulasi di daerah yang ada sebelumnya diantaranya Peraturan Daerah tentang Tapak Kawasan Wistasa.

Kembalikan tujuan semula ketika daerah ini menjadi Provinsi, Bangka Belitung akan memajukan bidang pariwisata  sebagai usaha yang dapat  terus membuat tetap bertahannya kekuatan ekonomi masyarakat. Tidak hanya berharap di bidang pertambangan, yang suatu saat akan habis. Bila sudah berkomitmen untuk melaksanakan pembangunan bidang pariwisata, maka saatnya melaksanakan prinsip – prinsip penyelenggaraan kepariwisataan yaitu, menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan manusia dan lingkungan; Menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya dan kearifan lokal. 

Memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas. Memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup. Memberdayakan masyarakat setempat. Menjamin keterpaduan antar sektor, antar daerah, antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antar pemangku kepentingan. Mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata dan memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Regulasi bidang pariwisa sudah cukup kuat, khususnya kewenangan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melindungi keberadaan obyek wisata. Menjaga kelestarian alam obyek wisata dari kehancuran, sebagai aset yang tidak ternilai harganya. Pemetaan kembali kawasan yang akan dijadikan destinasi wisata, agar keberadaan obyek wisata dapat dijaga harus dilakukan agar tidak bertabrakan dengan kawasan penambangan.

Reaksi masyarakat untuk menyelamatkan alamnya, diantaranya untuk kepentingan pariwisata menunjukkan kesadaran masyarakat bahwa pentingnya pariwisata untuk kelanjutkan kehidupan dimasa mendatang. Kepastian hukum dan penegakkan hukum menjadi hal yang penting, terutama untuk menarik minat investor berinvestasi di bidang pariwisata. Penegakan hukum bagi perusak lingkungan masih lemah selama ini sehinggga sering terjadi ribut – ribut antara kegiatan penambangan dan kegiatan ekonomi masyarakat lainnya termasuk pariwisata.

Pantai Rebo Sungailiat, Bangka terancam kegiatan penambangan timah (pasangmata.detik.com)
Pantai Rebo Sungailiat, Bangka terancam kegiatan penambangan timah (pasangmata.detik.com)
Undang Undang Kepariwisataan ( pasal 64 ) memuat ketentuan pidana bagi, (1) setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp10 milyar. (2) Setiap orang yang karena kelalaiannya dan melawan hukum, merusak fisik, atau mengurangi nilai daya tarik wisata sebagaimana dimaksud Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 milyar.

Kapan Undang Undang ini bisa bertaring? Penegakkan hukumlah yang diharapkan, karena jelas pengerusakan obyek wisata yang dimaksud merusak sebagian atau seluruh fisik daya tarik budaya. Sedangkan merusak fisik adalah melakukan perbuatan mengubah warna, mengubah bentuk, menghilangkan spesies tertentu, mencemarkan lingkungan, dan lain – lain. Sudah saatnya menyelamatkan obyek wisata kita. 

Bila dibiarkan terus, dengan regulasi kepariwisatan terabaikan daerah ini akan kehilangan ke duanya dimasa mendatang. Timah habis, keindahan alam juga rusak sebagai modal utama pariwisata sehingga tak ada lagi yang menarik untuk dijual. Kelihatannya daerah ini belum serius mengembangkan pariwisata, namun masih demen menambang.(Rustian)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun