Mohon tunggu...
Russell Victor Xiao
Russell Victor Xiao Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

SMA Kolese Kanisius

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Mobil Listrik, Apakah Jalan yang Tepat menuju Dunia Hijau?

22 November 2024   00:51 Diperbarui: 22 November 2024   04:45 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peluncuran resmi Ioniq 6 pada tahun 2023. (autoblog.com)

Dalam beberapa tahun terakhir, mobil listrik (EV atau Electric Vehicle) telah memasuki tren global. Dengan janji untuk mengurangi emisi karbon, mobil listrik mendapatkan perhatian besar dari pemerintah dan industri otomotif.

IEA (International Energy Agency) mencatat penjualan mobil listrik global mencapai angka 14 juta pada tahun 2023, dengan mobil listrik mencakupi 18% dari pembelian mobil baru. Di Indonesia, pasar mobil listrik juga terus berkembang. Dengan kehadiran merek-merek seperti Hyundai, Wuling, dan BYD yang mulai meraih pasar domestik. Pemerintah juga telah mendorong penggunaan mobil listrik melalui insentif pajak dan kebijakan bebas ganjil-genap.


Namun di balik optimisme tersebut, muncul sejumlah pertanyaan mengenai ketepatan penggunaan mobil listrik. Terutama dalam topik menjaga lingkungan.

Penambangan di Balik Baterai

Baterai merupakan komponen inti yang mendefinisikan mobil listrik. Penggunaan baterai dipromosikan sebagai langkah untuk mengurangi emisi karbon. Baterai mobil listrik umumnya terbuat dari litium, kobalt, dan nikel. Namun, pembuatan baterai mobil listrik tidak terlepas dari berbagai tantangan lingkungan dan sosial, terutama terkait penambangan bahan baku utamanya, yaitu litium, kobalt, dan nikel. 

Proses penambangan bahan-bahan ini memiliki dampak yang signifikan, baik pada ekosistem maupun pada masyarakat lokal di sekitar lokasi tambang. Penambangan litium, membutuhkan air dalam jumlah besar, mencapai hingga 500.000 galon per ton litium yang diproduksi. 

Aktivitas ini dapat menyebabkan penurunan drastis sumber daya air di daerah-daerah seperti Bolivia, Chile, dan Argentina, wilayah yang dikenal sebagai "Segitiga Litium." Selain itu, penambangan kobalt dan nikel sering dilakukan di area dengan keragaman hayati tinggi, seperti hutan tropis di Afrika, yang rawan terhadap deforestasi dan degradasi lingkungan.

Kesulitan Pengelolaan

Baterai mobil listrik umumnya dapat bertahan selama 10-20 tahun. Setelah masa pakainya berakhir, limbah baterai menjadi hal yang sulit dikelola. Bahan-bahan seperti litium, kobalt, dan nikel berpotensi mencemari lingkungan. Namun, proses daur ulang baterai pad saat ini masih terbatas, dan hanya sebagian kecil dari bahan yang ada di dalam baterai yang dapat dipulihkan. Biaya dan energi yang diperlukan untuk mendaur ulang baterai menjadi tantangan sendiri.

Hanya sebagian baterai dapat didaur ulang, sisanya dibuang dan ditinggalkan. Negara-negara seperti Republik Demokratik Kongo menjadi pusat pembuangan limbah elektronik. Dampaknya, terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan yang luas.

Sumber Energi

Mobil listrik seringkali dilihat lebih "hijau" dibanding mobil berbahan bakar fosil. Namun, kenyataannya adalah banyak negara, masih menggunakan bahan bakar fosil seperti batu bara, gas alam, dan minyak bumi dalam pembangkit listriknya. 

Dunia masih sangat bergantung dengan fosil fuel. Pada tahun 2023, 17.903 TWh (Terawatt hour) listrik dunia dihasilkan menggunakan bahan bakar fosil. Sejumlah 81,4% pembangkit listrik di Indonesia masih berbahan bakar fosil. 

Meskipun mobil listrik mengurangi emisi gas buang kendaraan, pembangkit listrik berbahan bakar fosil yang menghasilkan energi untuk mengisi daya baterainya tetap menghasilkan emisi yang berkontribusi pada pemanasan global. 

Pada Masa Mendatang

Mobil listrik menawarkan potensi besar untuk mengurangi emisi karbon dan menggantikan kendaraan berbahan bakar fosil. Namun, tantangan lingkungan yang terkait dengan produksi baterai, pengelolaan limbah, dan sumber energi yang digunakan masih sangat besar. 

Penambangan bahan baku baterai yang merusak lingkungan, terbatasnya kemampuan daur ulang baterai, dan ketergantungan pada energi fosil untuk pengisian daya menunjukkan bahwa pada saat ini, mobil listrik belum menjadi solusi sempurna dalam menjaga lingkungan. 

Untuk mencapai harapan ini, diperlukan upaya besar dalam meningkatkan penggunaan energi terbarukan, mengembangkan teknologi daur ulang yang lebih efisien, serta memperbaiki sistem pengelolaan sumber daya alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun