"Hanya maut yang dapat membuatku menyerah," tantang Kembang Arum.
"Bagus," jawab pemuda itu, "kau benar-benar keras kepala."
"Kaulah yang biadab," potong Kembang Arum.
Pemuda itu tidak bersabar lagi. Segera maju satu langkah, kedua tangannya terjulur kedepan, sedang tubuhnya merendah pada lututnya.Â
Sementara Kembang Arum juga telah bersiaga. Ternyata laki-laki itu tidak membawa kawannya untuk ikut bertempur. Baginya cukup sendiri untuk melawan seorang gadis kecil. Meskipun KembangÂ
Arum telah memegang senjatanya, pemuda itu tidak merasa perlu untuk mempergunakan goloknya. Ia hanya ingin merampas pedang Kembang Arum dengan tangannya.
Dengan begitu maka sesaat kemudian pemuda itu melenting bagai belalang di rumput hijau. Teramat cepat laksana kilat dan hampir-hampir tidak dapat dilihat dengan mata.Â
Para pemuda lain yang berdiri sejak tadi melihatnya dengan mulut ternganga. Mereka sudah mengetahui kelebihan pemuda yang berkumis itu.
Karenanya dia dianggap sebagai pemimpin. Sekarang pun mereka mengharap upaya pemimpin itu segera berhasil.Â
Ketika mereka melihat pemuda itu meloncat bagaikan belalang, hati mereka pun menjadi berdebar-debar pula.
Kembang Arum melihat pemuda itu meloncat dengan kecepatan yang sangat tinggi. Tetapi ia adalah Kembang Arum, seorang gadis pilihan.Â