Wayang tidak ubahnya manusia, mereka ada yang bertabiat baik dan ada pula yang berwatak buruk. Karena itu hendaknya setiap orang pandai dalam memilih kawan.
Dalam agama Islam misalnya juga dijelaskan demikian:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikannya sebagai teman kepercayaan kepada orang-orang yang nyata-nyata di luar kalanganmu (karena) niscaya ia tidak henti-hentinya akan menimbulkan kemudharatan bagimu" (QS. Ali Imran[3]: 118).
Tentu semua agama pun juga memiliki sikap yang sama.
Lalu, apa nih intinya kok pada bagian awal penulis mengkaitkannya dengan wayang?
Saudaraku, ternyata dalam lakon pewayangan nasehat untuk memilih teman yang baik itu juga ada dalam salah satu kisahnya.
Namun bentuk nasehat itu umumnya berupa lelakon para tokohnya.
Sebagai contoh apabila kita mengikuti dan menganalisa kisah Raden Karno Basusena yang memilih bergabung dengan para Kurawa.
Sebenarnya Raden Karna memiliki watak sebagai ksatriya sejati.Â
Hal itu paling tidak terlihat dari dua hal:
1. Leluhur Raden Karna adalah merupakan para tokoh utama dari kerajaan Mandura tepatnya dari wangsa Yudawa.Â
Dia adalah putra sulung Dewi Kunthi, yang berarti cucu dari Prabu Basukunthi.
Merupakan juga saudara sepupu Prabu Kresna dan Prabu Baladewa.
2. Sikap dan perilaku Raden Karno yang umumnya selalu menjunjung tinggi keutamaan sebagai seorang ksatriya.Â
Tekun dalam berjuang dan mempelajari ilmu jaya kawijayan, termasuk di antaranya keterampilan memanah.Â
Itulah sebabnya dia sering memperoleh karunia dari pada dewa, yaitu berupa senjata-senjata sakti.Â
Bahkan Raden Karno termasuk 3 satriya utama yang diakui dalam Serat Tripama, di samping Raden Kumbakarno dan Patih Suwanda (Sumantri).
Tapi sayang sekali, satrita ini ditakdirkan untuk bergaul akrab dengan para Kurawa.Â
Dari kisah kehidupannya dapat kita lihat bahwa Sengkuni dan Duryudana berhasil mengikat keberadaan Raden Karna untuk bergabung di kubu Kurawa.
Raden Karna terlanjur terkunci oleh penghargaan semu yang sengaja dipasang oleh Sengkuni, yaitu berupa kedudukan dan harta.Â
Dia telah dininabobokkan dan dimanja dengan berbagai kenikmatan dunia sehingga terucaplah sumpahnya bahwa dirinya akan selalu setia berdiri di pihak Kurawa sampai nyawa memisahkan raganya.
Begitulah sampai pada suatu saat dalam lakon "Kresna Duta" ia sengaja meminta restu kepada Wisnu agar diijinkan untuk tetap berada di pihak Kurawa.Â
Tak kurang-kurang Kresna berusaha untuk menjelaskan tentang "darmaning ngaurip" dan tentang "bebrayaning agesang" namun sebagai ksatriya sejati Raden Karna tetap teguh dalam prinsipnya.
Dari situ "Wong Agung Kresna" yang sesungguhnya saat itu masih dalam pengawak Wisnu menghargai sikap "bawa leksana" yang ditunjukkan Raden Karna.
Dan Raden Karna pun mengucapkan terimakasih dan kelak rela mati di tangan ratu Dwarawati.Â
Jadi sesungguhnya kematian Raden Karna meskipun secara wadag akibat dari panah Arjuna, namun secara nurani dia sebenarnya sudah berada di genggaman Prabu Kresna sejak sebelum Barata Yudha dimulai.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H