Dan Semar bagaikan melangkah sunyi dalam tangisan, menyesali dirinya yang tak bisa mencegah kelak apa yang bakal terjadi terhadap momongannya.
"E'ee... mbegegeg ugeg ugeg hmel hmel sadulita. Ndaraa..! Den bagus Abimanyu!"
"Kepriye uwa Semaar ..?"
"Aku ini semar, adalah pemomong ndika sejak anak mas masih kecil. Kalau hari ini angger membangkang dari panggilan rama Arjuna sama saja angger tidak mempercayai semar lagi. Bukankah aku yang kali ini ditugaskan rama untuk menjemput ndika he..?"
"Ma'af uwa Semar, bukan begitu maksudku. Seperti yang Uwa Semar katakan kalau aku harus bertanggung jawab atas rasa kayungyung yang ada dalam hatiku. Lalu apakah aku harus menghadap rama Arjuna untuk melaporkan isi hati ini?"
Sejenak mereka diam. Lalu kata Abimanyu lagi: "Sedangkan Uwa Semar tahu aku sudah punya dinda Siti Sundari. Jadi kalau aku menghadap hanya akan membuat marah ramandaku saja."
"E'ee.. jangan terlalu berprasangka Ndaraa. Sebagai seorang lelaki sejati ndika harus berani menanggung segala resiko. Itu kalau ndara benar-benar mengasihi nimas Utari dan sekaligus Gusti Putri Siti Sundari."
Sejenak keduanya diam lagi.
"Terus sebaiknya bagaimana Uwa Semar?"
"Menurut pendapatku ndaraa, ikuti panggilan para leluhur itu. Sampaikan semua dengan gamblang, pasti semua mau mengerti."
"Apakah hal itu tidak membuat murka Uwa Prabu Kresna?"