Dan apa yang diperkirakan oleh Sengkuni ternyata benar. Pangeran Pandu yang baik hati itu mempersilahkan kakaknya untuk memilih gadis mana yang dia senangi sebagai istrinya.
Maka dengan disaksikan oleh ramanda Prabu Kresna Dwipayana, Raden Drestarasta yang "cacat netra" itu segera menggerayangi satu persatu tiga gadis boyongan itu.
Dewi Gendari sengaja memilih giliran terakhir agar ia leluasa berbisik ke telinga si buta untuk tidak memilih dirinya.Â
Semua cara yang dirancang Sengkuni ia terapkan dengan satu tujuan, bahwa ia tidak sudi menjadi istri pangeran yang buta ini.
Demikianlah semua taktik Sengkuni yang jitu berjalan dengan mulus, tapi tentu saja tentang hasilnya hanya Tuhan yang menentukan.
Selicik apapun Sengkuni atau Dewi Gendari, mereka hanyalah manusia biasa yang cuma diwenangkan untuk berusaha.
Kenyataannya, apa yang terjadi? Si anak raja yang buta itu justru memilih Dewi Gendari.Â
Dia hanya mau dilayani oleh gadis yang sama-sama menderita seperti dirinya, karena pasti lebih sabar, lebih tabah, lebih telaten dan bisa diajak berkeluh kesah tentang nasib mereka yang sama-sama buta.Â
Maka hancurlah rencana si julig Sengkuni dan Dewi Gendaripun seketika itu pingsan di tempat.
Nah, belajar dari nasib Dewi Gendari itu agaknya topik kita kali ini yang berkisar tentang nasib "Ratna Sarumpaet" kiranya bisa menjadi cermin.
Ibu Ratna yang kita kenal sebagai wanita yang berani bersuara lantang, bersikap kritis, pandai berbicara dan tentu saja "kreatif", agaknya kali ini sedang bernasib sial.