Sejenak akupun terdiam. Benar juga, pikirku. "Kerja apa ayah?"
Nampak ayah tersenyum sambil memandangku penuh arti. "Kau akan jadi seorang manajer, Aden."
Lagi-lagi aku terkejut, yang kali ini bahkan membuatku tersedak. Beberapa butir nasi sempat terloncat dari mulutku. "Manajer !?" tanyaku setengah tak percaya.
"Betul anakku. Ayah sudah memutuskan, usaha ayah yang di kota sebelah ayah serahkan kepadamu nak," kata beliau serius "biarlah paman Endra nanti yang akan mendampingimu."
"Tapi, ayah!?"
"Ssst ! Kali ini kau tidak boleh membantah Aden. Kau harus bersikap dewasa," kata beliau sambil meletakkan sendoknya. Akupun lantas diajaknya berjalan-jalan di taman belakang.
           ***
Bagaikan seekor anak ayam, akupun membuntuti kemana ayahku melangkah. Tak kuhiraukan lagi apa saja yang ayah ucapkan. Yang ada di kepalaku hanya satu, aku akan jadi manajer. Uh !
"Aden, ayah sudah berpikir banyak tentangmu. Kau bersedia menuruti perintah ayah?"
"Y.. ya ayah, aku akan berusaha melaksanakan tugas itu."
"Bagus anakku," kata beliau sambil menepuk-nepuk pundakku," satu lagi yang harus Aden turuti."
"Apa lagi, ayah?" tanyaku sambil duduk di kursi taman.