Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rusman: Wayang, Patih Suwanda Gugur

22 Desember 2018   22:32 Diperbarui: 28 Februari 2019   11:06 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Matahari sudah condong ke barat ketika Rahwana yang gagal menculik Dewi Citrawati membunyika genderang perang.

"Paman Prahasta, kerahkan semua pasukan. Serbuu.. gempuuur..!"

Maka perang antara dua pasukan kerajaan tak terhindarkan lagi. 

Korbanpun berjatuhan, bergelimpangan ribuan raksasa dipihak Alengka dan begitu pula ribuan prajurit Maespati.

Ketika banyak senopati perang Alengka mati dalam peperangan itu dan pasukanpun terdesak mundur maka tak ada pilihan lain, Rahwana akhirnya maju perang sendiri menghadapi para senopati Maespati. 

Rahwana segera merubah wujud menjadi raksasa sebesar bukit, kepalanya sepuluh dan bertangan dua puluh yang setiap tangannya memegang berbagai jenis  senjata.

Sepak terjang Rahwana sangat menakutkan. Dalam sekejap saja ratusan prajurit Maespati berguguran bagaikan bunga di musim kering.

Beberapa raja bawahan yang menjadi senopati perang Maespatipun mencoba menghadangnya. 

Namun bagaimanapun saktinya mereka, mereka bukanlah tandingan Rahwana. Para raja itu akhirnya gugur ditangan Rahwana.

Menyaksikan semua itu, akhirnya Patih Suwanda berkenan maju sendiri untuk memimpin pasukan Maespati.

Tata gelar perang yang dipilih adalah "Garuda Nglayang". Kehadiran ki Patih dalam pasukan membuat para prajurit Maespati bertambah tinggi semangatnya.

Dalam waktu singkat mereka berhasil memukul mundur dan memporak porandakan pasukan Alengka.

Sepak terjang Patih Suwanda sungguh trengginas. Para Senopati Alengka tak mampu menahan kesaktiannya. 

Baik Tumenggung Mintragna, Karadusana, Trimurda, dan bahkan ki patih Prahasta pun juga tidak mampu menandingi kesaktian Patih Suwanda.

Mereka lari tunggang langgang menyelamatkan diri.
Kini berganti anak-anak Rahwana yang menandingi, namun semua juga tak berarti.

Kuntalamea, Trigarda, Indrayaksa dan Yaksadewa yang nekad berperang mati-matian melawan Patih Suwanda,  akhirnya mati juga di medan perang.

Akhirnya giliran Rahwana yang bertarung langsung dengan Sumantri. 

Berkali-kali Patih Suwanda berhasil memenggal kepala Rahwana, namun Rahwana selalu bisa hidup kembali.

Kepala raja Alengka yang berhasil tertebas oleh pedang Patih Suwanda langsung menyatu kembali dengan tubuhnya.

Itulah ajian Rawarontek pemberian kakaknya yaitu Prabu Danaraja atau Prabu Danapati raja Lokapala. Mereka sama-sama putra begawan Wisrawa tetapi lain ibu.

Kini Patih Suwanda mulai kehilangan akal dan hilang kesabarannya. Dia merasa bingung bagaimana mengadapi ilmu hitam raja Alengka ini.

Dalam pada itu di Sorgamaya, arwah Sukasrana yang merupakan adik Patih Suwanda masih bergentayangan.

Ternyata ia masih setia menunggu kakang Sumantrinya untuk bersama-sama melangkah ke kasedan jati setelah dulu tanpa sengaja panah kakangnya telah mengantarnya pergi untuk selamanya.

"Ak..hu tu..ngghu ya akang, kita becok cama-cama khe.. swargha lho'gha ya akang," pesannya sebelum menghembuskan nafas terakhir.

Sekarang demi melihat pertempuran tersebut arwah sang adik berpikir inilah saat yang paling tepat untuk berbuat agar bisa bersama-sama dengan arwah kakaknya. 

Maka dengan cepat arwah Sukasrana menyatu ke dalam taring Rahwana.

Di lain pihak kini Patih Suwanda telah bertekad hendak mencincang habis kepala Rahwana agar tidak bisa hidup kembali.

Karena itu tatkala kepala Rahwana lepas dari lehernya terbabat senjata cakra, tangan patih Maespati itu segera memungut kepala Rahwana.

Namun sekali lagi semua takdir berada di Tangan Illahi. Begitulah saat itu rambut kepala Rahwana sudah berhasil dijinjing oleh tangan Patih Siwanda. 

Tiba-tiba arwah Sukasrana bergerak trenginas mendekatkan tubuh Rahwana. 

Maka berlakulah daya kesaktian aji Roworontek dalam tubuh Rohwsna. Dan Rahwana hidup kembali tanpa diduga oleh Patih Suwanda. 

Begitu kepalanya menggeliat dan membuka mata, tangan Rahwana langsung mengangkat tubuh Patih Suwanda dan menggigit lehernya hingga putus. 

Saat itulah Patih Suwanda gugur sebagai satria  pengawak kusuma.***

Penulis adalah praktisi  pendidikan. Tinggal di Tuban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun