Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

6. Rusman: Raden Sekartanjung, Adipati Tuban yang Terbunuh

18 September 2018   23:49 Diperbarui: 1 Maret 2019   14:51 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
badassoftheweek.com

Bahkan dengan suara gemetar dan tersendat-sendat orang tua itu berkata, "Kau biadap sekali anak Balewot. Kau tentu akan mati dan segera digantikan adikmu Pangeran Ngangsar."

Denmas Tanjung berdiri tegak dengan jantung yang berdegupan. Tetapi hampir diluar sadarnya iapun melangkah maju. Kemudian berjongkok disamping Ki Ajar Talun yang sudah kehabisan tenaganya itu sambil berkata, "Ya Kiai, sudah waktunya Dinda Ngangsar duduk di singgasana pula."

"He," tiba-tiba wajah Ki Ajar Talun menjadi terang, meskipun ia masih harus menahan kesakitan. "Bagus sekali jika kau menyadarinya hai adipati."

Kekecewaan dan kemarahan yang memancar dari wajah Ki Ajar Talun itupun segera larut. Sambil tersenyum ia berkata, "Kau harus membayar semua kesalahanmu."

Ki Ajar Talun masih tertawa pendek. Namun tiba-tiba saja tubuhnya terguling. Ketika Raden Sekartanjung bergeser maju ia melihat orang tua itu memandanginya dengan bibir yang tetap tersenyum.

Raden Sekartanjung tidak sempat menjawab. Orang tua itu telah memejamkan matanya sebagaimana seseorang yang tertidur lelap. Namun bibirnya masih nampak tersenyum sinis sementara dahinya berkerut oleh rasa penasarannya. Demikianlah Ki Ajar Talun menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Denmas Tanjung pun segera bangkit berdiri. Dia tidak ingin membiarkan sang istri dan orang-orang Tuban lainnya yang sedang bertempur itu mengalami kesulitan. Tiba-tiba saja ingatan adipati muda inipun melayang pada dua putranya yang terkasih, ialah Pangeran Pemalat dan Pangeran Salampe yang pasti sekarang sedang bermain di halaman istana kadipaten.

Sementara itu agak jauh dari arena pertempuran, orang yang disebut Raden Sunan itu tertawa pendek. Katanya: "Meskipun lamat-lamat, tetapi bukankah kita melihat. apa yang terjadi dengan Ki Ajar Talun?"

"Kurangajar," geram Ki Guru Ngangsar, "Aku sendiri yang akan membunuhnya."

Tetapi Raden Sunan menggeleng. Katanya, "Jangan. Meskipun aku tidak yakin bahwa kau dapat melakukannya. Kau memang bekas perwira pasukan keraton timur, namun hal itu bukanlah jaminan."

"Aku tidak peduli," geram Ki Guru Ngangsar, "Ia sudah membunuh Ki Ajar Talun."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun