Artinya, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan yang datangnya dari luar diri anak. Misalnya kebudayaan. Kebudayaan yang ada dimana anak itu hidup, sangat mempengaruhi tingkah laku/kepribadiannya. Misalnya, adat-istiadat, tradisi, pandangan masyarakat dan lain sebagainya akan mampu membentuk sikap mental serta kelakuan anak. Anak-anak yang hidup di pedesaan, biasanya lebih cepat memperoleh kematangan bila dibandingkan dengan anak-anak yang hidup di kota.
Anak-anak yang lebih banyak mendapatkan kesempatan belajar baik formal maupun non formal, akan lebih banyak memperoleh pengetahuan dan pengalaman, serta akan lebih cepat mencapai kematangan baik intelektual maupoun emosionalnya bila dibandingkan dengan anak-anak yang kurang memperoleh kesempatan belajar.
4. Status anak dalam keluarga
Status anak dalam keluarga, akan banyak memberikan pengaruh perkembangannya. Anak kedua, pada umumnya berkembang lebih cepat dari pada anak sulung atau yang pertama. Hal ini disebabkan karena anak yang lebih muda mendapatkan kesempatan belajar/meniru dari kakaknya.
Namun tidak demikian halnya dengan anak bungsu. Biasanya mereka lebih lambat proses perkembangannya. Ini  disebabkan karena anak bungsu cenderung dimanjakan.
***
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, bagaimana menyikapi berbagai potensi kenakalan yang mungkin terdapat dalam diri anak-anak kita ? Jawabannya tentu saja perlu adanya kerja sama yang intensif antara orang tua dan guru di sekolah. Kita tidak bisa hanya menggantungkan pada satu pihak saja, mengingat anak berproses dalam kehidupannya melalui keluarga dan sekolah. Bahkan kalau mau agak serius sedikit juga perlu keterlibatan masyarakat, terutama yang ada di sekitar lingkungan anak. Misalnya dalam bentuk organisasi-organisasi tertentu, PKK, karang taruna, dsb.
Dewasa ini untuk mengawal dan mengamati perkembangan anak kita tidak bisa hanya mengandalkan guru-guru di sekolah. Kurikulum yang berlaku sekarang mengalami perkembangan dan berada pada kondisi yang berbeda dengan era tempoe doeloe. Dulu untuk para siswa SD sampai SMA/SMK diberikan pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP), khusus di SD bahkan ada Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB).
Sekarang ini berbeda, pada kurikulum 2013 pendidikan kharakter hanya bersifat "pembiasaan" dan sebagian disisipkan pada mata pelajaran tertentu. Misalnya saat anak masuk ruang kelas dibiasakan berdo'a, menyanyikan lagu-lagu Ke-Indonesiaan. Kemudian pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan misalnya disisipkan "menghafal sila-sila Pancasila", lain waktu dibahas nilai dan pengamalannya. Jadi tidak secara tegas keberadaannya, sehingga akibatnya terkesan kurang eksis di kalangan  para guru dan siswa.
Dengan demikian dalam pengembangan budi pekerti terhadap anak-anak kita, sangat diperlukan peran aktif orang tua di rumah. Misalnya pada saat-saat tertentu ayah atau ibu perlu memberikan ceritera-cerita tentang para nabi, para wali, praktek beribadah, dan masih banyak teknik edukatif lain yang dapat diterapkan untuk meningkatkan sikap dalam diri anak. Di dinding rumahpun atau bahkan di kamar-kamar tidur mereka, perlu ditempel gambar-gambar yang bernuansa keagamaan, gambar tentang aspek sosial dan moral, kerja sama antar teman, dan sebagainya.
Kalau hal-hal yang demikian dapat dilakukan secara sinergis antara guru dan orang tua, maka besar kemungkinan ke dalam diri anak-anak kita akan tertanam nilai-nilai dan norma yang positif yang berlaku di tengah masyarakat. "Semoga !" ***
OLEH :
RUS RUSMAN
Keterangan: Penulis adalah Pengawas Sekolah di Kabupaten Tuban.