-----------------
"Bummm..!" tiba-tiba seorang lelaki muda menjejakkan kaki di atas tanah sambil mengepalkan tangannya. Menengok ke kanan dan ke kiri dengan mata menyala, seolah-olah mencari sasaran yang tepat untuk menerima hantamannya.Â
Tak tahu mengapa lelaki itu berbuat demikian, yang jelas setiap teringat sejarah leluhurnya dadanya segera berkobar.Â
Seperti ada daya magis yang membuatnya melonjak, nafsunya untuk menumpas ketidakadilan membumbung tinggi laksana gunung semeru yang menjulang.
Dialah Mas Hario Dalem, Adipati Tuban ke-17 yang kini sedang dalam pelarian. Keluar masuk hutan menjelajah perbukitan dan rawa-rawa di sebelah barat kota Tuban.Â
Adipati muda ini sedang berjuang merebut kembali pusat kadipaten, setelah dalam suatu peperangan kota Tuban berhasil dikuasai oleh pasukan Mataram. Ini terjadi di tahun 1620 ( adipatironggolawe.blogspot.com ).
Hari masih sore ketika Mas Hario Dalem ditemani oleh seorang pembantunya, seorang pemuda yang selama ini menjadi tulang punggung pasukannya, namanya Senggara.Â
Mereka berbicara di dalam bangunan yang beratap ilalang dan berdinding bambu. Sebuah gubug yang berukuran agak lebih lebar dibandingkan dengan puluhan gubug lain yang mengitarinya.
Di sinilah pasukan Tuban sedang bergelut dengan kesabaran, menunggu saat yang tepat untuk melakukan penyerangan.
Mas Hario Dalem dan pasukannya tengah menjalani hari-hari penantian, berperang melawan ketidakadilan dan berjuang untuk mengambil kembali warisan leluhurnya.Â
Dan untuk itu dia sembunyikan sementara laskarnya di sebuah perkampungan barak, jauh di kedalaman hutan jenggala (sekarang di Kecamatan Jenu).