Mohon tunggu...
Petrus Kanisius Siga Tage
Petrus Kanisius Siga Tage Mohon Tunggu... Administrasi - Akademisi setengah matang

Akademisi setengah matang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengapa Guru Kita Masih Gemar Hoaks?

23 Januari 2019   09:32 Diperbarui: 23 Januari 2019   09:55 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Warta Kota

                                                                                                                               

Beberapa pekan lalu, seorang guru SMP ditangkap karena membuat dan menyebarkan hoaks tentang 7 kontainer yang berisi 80 juta surat suara dari Tiongkok yang sudah dicoblos di Tanjung Periuk

Cuitan di twitter dari seorang oknum guru yang mengandung hoaks itu jelas mengkhawatirkan, bagaimana mungkin seorang pendidik yang seharusnya berada di garis paling depan dari upaya melawan hoaks justru menyebarkan hoaks

Jika dikaitkan dengan kondisi politik kita hari ini, agaknya, akibat kerasnya pertarungan politik, bukan hanya menghasilkan kondisi perpecahan politik berbasis identitas yang makin mencemaskan, tetapi juga turut mendorong lahirnya hoaks ditengah masyarakat yang menyasar jauh hingga tenaga pendidikan.

Tidak tanggung-tanggung, jika ditelusuri, ada daftar panjang kasus guru pencipta dan penyebar hoaks yang datang dari pelbagai tingkat pendidikan, dari dosen di perguruan tinggi hingga guru di sekolah menengah pertama.

Kasus penangkapan guru  pencipta dan penyebar hoaks sebetulnya bukan pertama kali terjadi, sepanjang beberapa tahun terakhir, ada beberapa guru termasuk dosen yang ditangkap karena menciptakan dan menyebarkan hoaks. Adapun konten hoaks yang disebarkan bervariasi seperti isu PKI, penyerang ulama, tenaga kerja asing, hingga situasi pemilu.

Yang jadi pertanyaan adalah, mengapa kasus-kasus hoaks justru dilakukan oleh guru, padahal mereka hampir pasti memiliki latar belakang pendidikan tinggi serta lekat dengan nilai-nilai akademis, ilmiah, objektif, rasional dan kritis?

Jika kita mundur ke belakang, berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), dijelaskan bahwa mayoritas pengguna internet di Indonesia adalah kelompok pendidikan tinggi.

Hampir sekitar 88,24% dari mereka yang menggenggam gelar S2 dan S3 terhubung dengan internet. Mayoritas lulusan S1 dan Diploma juga telah menggunakan internet, yakni sebanyak 79,23%.

Di beberapa universitas dan sekolah, internet memang telah menjadi bagian penting dari proses mengajar guru. Contohnya, mencari referensi ajar dari jurnal online atau e-Book. Selain itu, dalam proses administrasi seperti pengambilan mata ajar, hingga evaluasi kinerja, sudah terhubung ke sistem online.

Relasi yang amat sering dengan internet ini, bisa saja menjadi faktor pendorong mengapa orang dengan pendidikan tinggi menjadi begitu mudah menyebar hoaks

Selain itu, sudah lama dipercaya bahwa faktor penentu mudah tidaknya seseorang menjadi pencetus dan penyebar hoaks bukan lagi karena kondisi intelijensia, yang dibentuk oleh tingkat pendidikan. Tapi lebih karena kondisi emosional. Kondisi terakhir ini memang tidak tergantung pada tingkat pendidikan.

Ketika orang tertarik untuk mengikuti dan menyebarkan berita hoaks, sebetulnya ia melakukannya tanpa didorong oleh logika, tetapi oleh emosi. Logika dan emosi ini bekerja relatif berkebalikan.

Saat emosi mendominasi, maka saat itu sisi logika cenderung melemah. Hal ini yang akhirnya jadi pencetus mengapa di saat seseorang dalam kondisi emosional, mereka seringkali melakukan tindakan di luar nalar, termasuk keinginan untuk menciptakan dan menyebarkan berita hoaks.

Dengan kondisi semacam diatas, perbaikan kompetensi guru harus ditingkatkan. Kedepannya, guru tidak sekadar dinilai dan dilatih untuk meningkatkan kemampuan intelektualnya semata, karena hal ini cendrung tidak efektif untuk menghentikan guru untuk menciptakan dan menyebarkan hoaks, buktinya, meski setiap tahun hasil ujian kompetensi guru terus meningkat, tetap saja laporan soal guru yang menciptakan dan menyebarkan hoaks tidak berakhir. 

Sudah saatnya, guru-guru kita diberi bekal tambahan berupa pendidikan karakter dasar seperti kemampuan manajemen emosi, agar tidak mudah tersulut untuk menjadi penyebar dan pencipta hoaks. Selain itu, guru-guru kita perlu terus diberi pengetahuan mengenai penggunaan internet yang bijak agar tidak terjebak dalam pusaran hoaks, baik sebagai pencipta, penyebar, ataupun penikmat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun