“Saya tau kamu tau apa yang sebenarnya kamu rasakan”
“Ya, patah hati.”
“Ayo dibereskan dan perbanyak potongan ingatan dalam laci saya yang paling luas itu. Kamu bisa kok.”
Dipejamkannya mata, setengah tertidur
“Aku mencoba, sungguh. Sangat keras hingga aku tidak menjadi diriku sendiri. Tapi tidak satupun dari ingatan itu yang masuk ke dalam laci itu”
“Saya lupa, laci itu sudah terlalu penuh. Saatnya untuk membuang apa yang kamu simpan di dalamnya agar tersedia ruang untuk ingatan ingatan baru. Saya bisa bantu asal kamu mau”
Ia menutup mata sepenuhnya. Menggeleng pelan dan menjejalkan headset dengan volume penuh ke telinganya. Suara nyaring televisi perlahan terdengar kembali. Ia perlahan tertidur dengan mimpi soal laci putih, lelaki yang tidak mencintainya, dan dirinya sendiri.
Riuh suara menguar ke udara. Sunyi itu tak pernah hadir kembali dalam hidupnya.