Sudah banyak hasil riset yang membuktikan sinyalemen itu. Masalahnya ada pada implementasi regulasi yang terkesan dilaksanakan setengah hati. Upaya yang dilakukan juga masih terlaku menekankan pada formalitas ketimbang menciptakan budaya hukum yang pro investasi.Â
Tentu saja hal ini tidak terlepas dari peran dan relasi kuasa yang dimiliki oleh negara dalam hubunganya dengan bagaimana menempatkan posisi pasar (sektor privat) dalam konteks mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana yang termaktub dalam konstitusi.Â
Tantangan terbesar yang hingga saat ini masih dihadapi oleh Indonesia adalah, bagaimana menemukan tafsir dan defini yang dibangun atas konsensus bersama, atas pengertian dan ekonomi pancasila atau ekonomi konstitusi, yang menjadi dasar pijakan bagi perumusan berbagai kebijakan ekonomi negara.Â
Faktanya yang terjadi, sepanjang sejarah berdirinya Republik Indonesia, upaya-upaya taktis dan strategis untuk menggali dan menjadi konsitusi negara sebagai dasar, khususnya dalam bidang ekonomi, masih lebih banyak diwarnai oleh dinamika praktik yang bervariasi antar rezim kekuasaan, sejak zaman Presiden Soekarno hingga di era pemerintahan Presiden Jokowi saat ini.
Pada dimensi yang lain, perkembangan ekonomi dunia yang ditopang oleh semakin meningkatkan penggunaan teknologi informasi, semakin membuat batas-batas teritorial sebuah negara menjadi "abstrak", jika tidak bisa dikatakan hilang sama sekali.Â
Berbagai kesepakatan ekonomi global yang bermuara pada penghapusan berbagai hambatan perdagangan, mobilitas tenaga kerja yang semakin tinggi, serta arus modal yang mengalir keluar dan masuk secara bebas, menunjukan bahwa posisi dan peran sebuah negara menjadi semakin perlu untuk melakukan langkah-langkah adaptasi. Tentu dengan tidak menghilangkan atau melupakan tujuan bernegara sama sekali.
Dibentuknya sejumlah state auxiliary organ (Lembaga Non Struktural) seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Badan Ekonomi Kreatif (BekRaf), dan Komte Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) adalah bentuk upaya penguatan dan penegasan peran negara dalam mengatur dan mengelola perekonomian.Â
Sementara itu, kita tahu bahwa satu-satunya hal terpenting yang diinginkan oleh sektor swasta, baik domestik maupun asing, adalah kemudahan dalam berusaha. Pada sektor swasta kita menenal adanya sejumlah organisasi-organisasi pengusaha seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIMPI) yang didirikan dengan visi utama yakni untuk memperkuat "daya tawar" dunia usaha sebagai satu ekosistem bisnis yang juga memiliki peranan penting dalam mendukung tujuan pencapaian pembangunan nasional.
 Iklim investasi yang kondusif dan adanya kerangka hukum yang mendukung peran strategis sektor swasta dalam menopang pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan penyediaan berbagai kebutuhan bagi semua warga negara, dan tentu saja warga dunia, merupakan cita-cita ideal yang diharapkan oleh sektor swasta.Â
Negara diharapkan dapat menyediakan instrumen hukum dan ruang yang memadai bagi tumbuh dan berkembangnya sebuah perekonomian, yang bukan hanya menonjolkan superioritas negara sebagai "organisasi raksasa" yang memiliki legitimasi dari rakyat, tapi juga memiliki kesadaran secara objektif dengan adanya keterbatasan yang dimilikinya, terutama dari sisi anggaran, untuk mendukung daya kreasi dan inovasi yang lazimnya lahir dari sektor swasta.
Pada akhirnya, proses dialog untuk membangun kesamaan cara pandang dan pemahaman antara negara dan pasar (swasta) masih terus perlu dilakukan. Mengingat adanya laju perkembangan zaman yang terus bergerak, dengan tingkat dinamika yang selalu menuntut upaya adaptasi dan rekognisi yang komprehensif.Â