Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Relasi Kuasa antara Negara dan Pasar

30 Januari 2019   11:31 Diperbarui: 30 Januari 2019   11:45 577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Relasi Kuasa Antara Negara dan Pasar

Oleh: Rusman

Diskursus tentang kebijakan ekonomi politik dan politik ekonomi dari sebuah rezim pemerintahan, haruslah dimulai dari pembicaraan tentang relasi kuasa antara kekuatan negara dan kekuatan pasat. Operasinalisasi sebuha megara lazimnya hanya bertumpu, pada dua instrumen yakni regulasi dan anggaran. 

Di atas dua pilar itu, pembagian kekuasaan selanjutnya dilakukan dengan harapan dapat mencapai keseimbangan (check and balances) dalam bekerjanya fungsi-fungsi negara. 

Sementara itu pada sisi yang lain, kekuatan pasar juga bekerja dengan mengedepankan dua prinsip utama yakni produktivitas dan efisiensi. Titik temu dari kedua kutub kekuatan tersebut adalah sistem demokrasi. Demokrasi sebagai sebuah sistem sosial yang memberikan ruang terbuka bagi proses dialog dan kebebasan berpendapat, menjadi jalan tengah yang paling ideal bagi terwujudnya mutual beneficial, kolaborasi dan kemitraan, baik bagi negara sebagai manifestasi dari kehendak publik dan pasar sebagai pusat sirkulasi kekuatan ekonomi swasta.

Dalam konteks ideologi besar dunia, relasi kuasa antara negara dan pasar ini dikembangkan dalam sebuah sistem ideologi yang disebut dengan sosialis-komunis dan liberalis-kapitalis.  Korea Utara dan Korea Selatan adalah dua (bersaudara) negara yang hingga saat ini memegang identitas ideologis tersebut sebagai dasar pembentukan sistem tata kelola negaranya masing-masing. 

Terhitung sejak satu (1) dasawarsa terahir, AS dan Tiongkok (RRC) menjadi negara yang memiliki market share secara global dalam berbagai produk manufaktur berbasis teknologi. Namun dengan karakteristik ideologis yang cukup dinamis antara model intervensionis negara dan legitimasi pasar. Satu hal ini menarik untuk dicermati adalah, produk hukum dan sistem kelembagaan yang tumbuh dan berkembang di masing-masing negara tersebut.

Posisi Indonesia sendiri sebagai negara yang telah final dengan ideologi Pancasila, memiliki corak kelembagaan tersendiri, baik dari segi politik, terlebih dalam dimensi ekonomi. Sebagai contoh, lahirnya UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam implementasinya, UU tersebut masih belum mampu menarik minat investor di Bidang Pertambangan, disebabkan oleh "watak" fundamentalnya yang lebih banyak bertumpu pada BUMN, yang tidak lain adalah bentuk kapitalisme negara. 

Pada saat bersamaan secara umum, daya saing BUMN masih kurang kompetitif yang disebabkan oleh adanya kelemahan internal birokrasi dalam mengembangkan model-model bisnis yang sesuai dengan perkembangan zaman. Terlebih dalam era revolusi industi 4.0 seperti yang tengah menjadi perhatian semua pihak, seperti sekarang ini. 

Seiring dengan perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional.

Indonesia adalah contoh negara tempat investasi yang menarik. Tetapi masalah kepastian hukum masing sering disuarakan investor, khususnya dalam aspek perizinan. Pembenahan perizinan tampaknya masih menjadi problem serius meskipun berbagai regulasi sudah diterbitkan. Perizinan yang kurang berjalan dengan baik akan menimbulkan biaya tinggi. 

Sudah banyak hasil riset yang membuktikan sinyalemen itu. Masalahnya ada pada implementasi regulasi yang terkesan dilaksanakan setengah hati. Upaya yang dilakukan juga masih terlaku menekankan pada formalitas ketimbang menciptakan budaya hukum yang pro investasi. 

Tentu saja hal ini tidak terlepas dari peran dan relasi kuasa yang dimiliki oleh negara dalam hubunganya dengan bagaimana menempatkan posisi pasar (sektor privat) dalam konteks mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana yang termaktub dalam konstitusi. 

Tantangan terbesar yang hingga saat ini masih dihadapi oleh Indonesia adalah, bagaimana menemukan tafsir dan defini yang dibangun atas konsensus bersama, atas pengertian dan ekonomi pancasila atau ekonomi konstitusi, yang menjadi dasar pijakan bagi perumusan berbagai kebijakan ekonomi negara. 

Faktanya yang terjadi, sepanjang sejarah berdirinya Republik Indonesia, upaya-upaya taktis dan strategis untuk menggali dan menjadi konsitusi negara sebagai dasar, khususnya dalam bidang ekonomi, masih lebih banyak diwarnai oleh dinamika praktik yang bervariasi antar rezim kekuasaan, sejak zaman Presiden Soekarno hingga di era pemerintahan Presiden Jokowi saat ini.

Pada dimensi yang lain, perkembangan ekonomi dunia yang ditopang oleh semakin meningkatkan penggunaan teknologi informasi, semakin membuat batas-batas teritorial sebuah negara menjadi "abstrak", jika tidak bisa dikatakan hilang sama sekali. 

Berbagai kesepakatan ekonomi global yang bermuara pada penghapusan berbagai hambatan perdagangan, mobilitas tenaga kerja yang semakin tinggi, serta arus modal yang mengalir keluar dan masuk secara bebas, menunjukan bahwa posisi dan peran sebuah negara menjadi semakin perlu untuk melakukan langkah-langkah adaptasi. Tentu dengan tidak menghilangkan atau melupakan tujuan bernegara sama sekali.

Dibentuknya sejumlah state auxiliary organ (Lembaga Non Struktural) seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Badan Ekonomi Kreatif (BekRaf), dan Komte Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) adalah bentuk upaya penguatan dan penegasan peran negara dalam mengatur dan mengelola perekonomian. 

Sementara itu, kita tahu bahwa satu-satunya hal terpenting yang diinginkan oleh sektor swasta, baik domestik maupun asing, adalah kemudahan dalam berusaha. Pada sektor swasta kita menenal adanya sejumlah organisasi-organisasi pengusaha seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIMPI) yang didirikan dengan visi utama yakni untuk memperkuat "daya tawar" dunia usaha sebagai satu ekosistem bisnis yang juga memiliki peranan penting dalam mendukung tujuan pencapaian pembangunan nasional.

 Iklim investasi yang kondusif dan adanya kerangka hukum yang mendukung peran strategis sektor swasta dalam menopang pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan penyediaan berbagai kebutuhan bagi semua warga negara, dan tentu saja warga dunia, merupakan cita-cita ideal yang diharapkan oleh sektor swasta. 

Negara diharapkan dapat menyediakan instrumen hukum dan ruang yang memadai bagi tumbuh dan berkembangnya sebuah perekonomian, yang bukan hanya menonjolkan superioritas negara sebagai "organisasi raksasa" yang memiliki legitimasi dari rakyat, tapi juga memiliki kesadaran secara objektif dengan adanya keterbatasan yang dimilikinya, terutama dari sisi anggaran, untuk mendukung daya kreasi dan inovasi yang lazimnya lahir dari sektor swasta.

Pada akhirnya, proses dialog untuk membangun kesamaan cara pandang dan pemahaman antara negara dan pasar (swasta) masih terus perlu dilakukan. Mengingat adanya laju perkembangan zaman yang terus bergerak, dengan tingkat dinamika yang selalu menuntut upaya adaptasi dan rekognisi yang komprehensif. 

Upaya penyelarasan kepentingan antara negara dan pasar memang bukan perkara mudah untuk dilakukan, namun paling tidak, dengan adanya sistem demokrasi yang membuka ruang untuk berkompromi dan menemukan titik-titik persamaan antara kedua belah pihak, bukanlah hal mustahil untuk diwujudkan..

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun