Mobil Toyota Innova berkelir hitam itu melesat meninggalkan kawasan perkantoran Ciputat . Saya duduk di baris depan persis di samping bangku pengemudi. Kendaraan operasional kantor ini menjadi kendaraan yang paling sering saya dan tim gunakan. Apalagi bertugas di lembaga kemanusian yang harus sering turun ke lapangan untuk membantu korban bencana atau menjalankan program kemanusian lainnya. Keberadaan mobil bagi kami menjadi rumah kedua.
Kehandalan dan performa kendaraan menjadi penting , mengingat saya dan tim kadang harus menempuh perjalanan lumayan jauh. Bukan itu saja, kendaraan harus siap siaga digunakan kapan saja. Fulltime24 jam. Bencana bisa datang kapan saja dan program kegiatan kemanusiaan yang tiada putusnya. Jangan heran bila di lingkungan kantor saya, kendaraan operasional selalu diparkir dalam posisi siap berangkat.
Bayangkan bila tiba tiba ada bencana datang, secepat kilat kendaraan harus siap mengantar tim ke lokasi. Seperti kejadian kebakaran, banjir, tanah longsor, gempa bumi, atau tsunami. Selama kejadian ada di Pulau Jawa bahkan juga di Pulau Sumatera, mobil operasional harus siap berangkat. Tak hanya membawa tim penyelamat, tetapi juga membawa segala perlengkapan yang cukup banyak. Dari perlengkapan penyelamatan, perlengkapan posko, alat medis hingga perlengkapan pribadi selama bertugas.
Untuk performa kendaraan, lembaga mensyaratkan perawatan maksimal temasuk mengisi bahan bakar berkualitas. Maka jangan heran bila kendaraan operasional selalu di isi bahan bakar jenis Pertamax. Hal ini bukan untuk gaya gayaan tapi memang tuntutan beban tugas pekerjaan.
Rupanya, bila dihitung dengan kebutuhan dan beban tugas yang berat, menggunakan Pertamax membuat biaya perawatan dan performa kendaraan jauh lebih bertenaga namun tetap efisien. Saya dan tim pernah harus berkendara selama lebih dari 14 jam agar sampai di ujung Pulau Jawa tepat waktu. Ketika itu terjadi bencana tanah longsor di Ponorogo pada bulan April lalu.
Dari Ciputat, tempat saya berkantor, jarak yang harus ditempuh hampir mencapai 700 Km ke Ponorogo, Jawa timur. Jarak 700 Km ditempuh dalam 14 jam perjalanan. Saya dan tim berangkat jam 11 menjelang siang dan tiba di lokasi bencana di Ponorogo jam 2 dini hari keesokan harinya.
Perjalanan panjang ini hampir tanpa istirahat kecuali untuk makan, sholat, dan membeli bahan bakar saja. Selebihnya, mobil berjalan terus dengan pengemudi yang bergantian. Selama perjalanan kami hanya menggunakan bahan bakar jenis Pertamax. Selain butuh kecepatan, saya dan tim juga butuh mobil tetap prima selama bertugas di wiayah bencana.
Karena selama di wilayah bencana, mobil akan melakukan banyak tugas mengangkuti perbekalan dan mobilitas anggota tim dari posko ke lokasi terdampak. Saya dan tim tak mau mengambil risiko mobil operasional bermasalah ketika dibutuhkan.
Kendaraan yang kami pakai harus terus melaju dengan kecepatan maksimal, berburu dengan waktu. Tak ada kata terlambat datang bagi lembaga kemanusian seperti kami. Terlambat berarti kalah. Untuk itulah performa kendaraan menjadi taruhan penting. Sepanjang jalan, mobil digeber abis.
Menempuhjalurberat nan panjang
Kali ini tujuan tugas kami adalah sebuah lokasi di wilayah Banten Selatan, tepatnya di Kabupaten Lebak. Agar aman, mobil diisi penuh dengan bahan bakar jenis Pertamax. Kami juga membawa satu kendaran jenis Ford Ranger dengan mesin Diesel. Untuk kendaraan bermesin diesel dengan standar Euro 2 yang kami bawa, bahan bakar yang biasa kami isi adalah Pertamina Dex.
Dua kendaraan operasional ini berjalan beriringan dengan satu tujuan menuju lokasi. Saya dan tim sadar sekali untuk memaksimalkankendaraan pada performa paling optimal. Pilihan menggunakan bahan bakar jenis Pertamax, karena nilai RON yang dimiliki Pertamax mencapai angka 92, biasanya orang hanya menyebutan oktan saja. RON merupakan kepanjangan dari research octane number.