Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membatik Bisa Dijadikan Metode Trauma Healing Korban Bencana? Ini Jawabannya!

12 April 2017   15:17 Diperbarui: 12 April 2017   15:24 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar membatik disanggar Batik milik Nelty Fariza ( dok : Gapey Sandy)

Relawan emergensi dibekali kemampuan first aid, evakuasi korban , hingga kemampuan lain yang mendukung. Maka, relawan emergensi biasanya berasal dari para pencinta alam atau orang yang telah dididik dalam pendidikan khusus .

Fase emergensi biasanya disesuaikan dengan kebutuhan penanganan wilayah terdampak. Waktunya biasanya ditentukan petugas berwenang seperti BNPB, BPBD , Pemda atau otoritas kebencanaan lainnya.

Fase emergensi dinyatakan selesai bila korban sudah ditemukan dan dievakuasi. Atau dianggap telah lewat waktu dimana korban kemungkinan tak lagi bisa diselamatkan dalam keadaan hidup atau selamat.  Dalam fase emergensi , juga dilakukan fase relief dan fase medis. Fase relief atau fase bantuan dan juga pendirian posko.

Dalam fase medis, di perlukan upaya pemulihan truma pasca bencana. Disinilah peran relawan trauma healing unuk mengurangi dampak truma para korban bencana. Sebagian besar memang dilakukan untuk anak anak. Seperti   permainan edukasi , menggambar, mewarnai, mendongeng atau games games menyenangkan lainnya.

Saya berpendapat di fase ini kegiatan men-canting atau membatik dapat digunakan sebagai salah satu cara mengurangi dampak trauma. Sekaligus memberikan sebuah ketrampilan yang apabila diseriuskan malah bisa menjadi salah satu ketrampilan  bagi korban bencana .

Sumber : dok pribadi
Sumber : dok pribadi
Batik dan Motif  Kebencanaan

Batik sebagai budaya adiluhung bangsa Indonesia merupakan ikon penting yang telah diakui dunia Internasional. Sebagai warisan yang harus dilestarikan. Seperti apa yang dilakukan Nelty Fariza, sebagai orang yang memiliki sense untuk menjadikan  batik sebagai identitas teritorial.

Nelty Fariza wanita kelahiran Cianjur, 8 September 1962  memiliki cara yang jenius untuk menggunakan isu dan kearifan lokal sebagai tema pola batik yang dibangunnya. Seperti motif batik Situ Gintung, motif Batik Benteng, motif batik gerbang Tigaraksa, motif bunga anggrek van Douglas, dan banyak motif unik lainnya.

Nelty Fariza memang warga Tangerang Selatan, wanita energik ini memulai debut membatiknya sejak tahun 2004. Saat itu jalan yang dilalui tidaklah mudah. Nelty yang berusaha mengajak kaum ibu disekitarnya untuk membatik tidaklah selalu berjalan mulus.

Pola masyarakat memang tak mudah dirubah. Membatik seperti hal yang tak menjadi perhatian, pemerintah daerah juga setali tiga uang. Tidak menjadikan batik sebagai prioritas utama. Pemerintah daerah pada awalnya belum menaruh perhatian khusus, namun berjalannya waktu dengan prestasi yang diraih Nelty Fariza di mancanegara, sedikit demi sedikit pemerintah daerah mulai melirik batik yang diproduksi Nelty.

Dalam pikiran liar saya, dalam imajinasi,  saya membayangkan bagaimana bila bencana yang pernah terjadi di Indonesia bisa dijadilan motif batik. Batik sebagai karya monumental dimana motifnya mengambil dari setiap kejadian bencana yang pernah terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun