Acara “ngobrol kemanusiaan “ yang mengambil tema : Greatness Starts from Humanity ini dilakukan di sebuah rumah makan Raja Rasa dibilangan Jalan Ampera Jakarta Selatan pada sabtu (25/2). Acara yang mengundang para netizen, blogger, komunitas kemanusian dan mitra ACT ini berlangsung seru. Ahyudin tampil didampingi Imam Akbari , selaku Senior Vice President. Hadir pula Iqbal Setyarso dan Hariyana Hermain . Selaku MC tampil Hafid T Mas’ud, pria tinggi besar ini memandu acara hingga akhir.
Bencana Tak melulu Berwajah Muram
Jujur, saya memang agak awan dengan dunia kemanusian. Walau sering membaca berita bencana yang terjadi di Indonesia namun saya tak terlalu tertarik. Mendengar kata ‘bencana’ pasti yang terbayang adalah kerusakan fisik, korban jiwa, korban luka, keluarga yang kehilangan anggota keluarganya, kehilangan pekerjaan bahkan hingga ada orang yang menjadi gila akibat terkena bencana.
Pokoknya yang terbayang kesedihan, kekelaman, tangisan, luka , perih dan berbagai macam hal yang mengiris perasaan. Dan itu membuat saya agak kurang nyaman. Namun hal itu berubah 180 derajat setelah saya mengenal ACT, bencana ternyata membawa misi mulia yang Tuhan sembunyikan.
Lewat bencana, rasa empati, kepedulian, rasa sepenanggungan mendapat ruangnya. Di kala bencana, muncul pribadi peduli , datang lembaga kemanusian , hadir para filantropi, bergerak para relawan bencana. Keriuhan pun muncul. Media arus besar, media sosial pun mengabarkan. Beritapun menyebar keseantero dunia.
Menurut Ahyudin,” Bencana harus menjadi lahan jihad, lahan kebaikan, lahan kepedulian dimana bencana harus merubah orang menjadi lebih baik “.
Saya sepakat , bencana memang tak pernah diinginkan siapapun. Tak ada orang atau wilayah yang mau mendapatkan bencana. Namun, bencana acapkali menjadi akses masuk bagi perubahan pola pikir manusia, cara memandang alam bahkan gaya hidup seseorang. Bencana ternyata punya imbas mulia yang seringkali terabaikan.
Sebagai contoh, Ahyudin menceritakan pasca terjadi tsunami Aceh, berjuta juta orang berempati, dukungan moral dan materiil mengalir deras, ratusan lembaga kemanusian dunia tumpah ruah, banyak sekali hal yang terjadi dan sulit dicerna pikiran manusia, kepedulian spontan, peristiwa unik yang menggetarkan hati.
Bencana tak melulu berwajah muram, bencana menghadirkan banyak pelajaran berharga. Kecerdasan dan teknologi manusia yang demikian pesat acapkali tak mampu berbuat apa apa ketika bencana itu datang. Tsunami besar, badai angin, banjir bah, gempa bumi , gunung meletus, kebakaran hutan menjadi bencana yang tak satupun teknologi mampu melawannya.
Teknologi manusia baru sebatas memprediksi , memetakan arah dan besarnya badai . Disisi inilah, manusia harusnya mendapat pencerahan. Bencana lahir dari sebuah kekuatan yang Mahakuasa. Tak hanya sebuah fenomena alam semata namun dibalik bencana ada maksud mulia yang Tuhan berikan, sebuah rasa kemanusian.
Bencana melahirkan sifat filantropi dan kerelawanan, Dua hal ini lalu kawin dan menghasilkan apa yang dinamakan humanity (Kemanusian) . Segitiga ini menjadi landasan bergerak bagi ACT. Tiga elemen yang menurut Ahyudin merupakan segitiga putih. Maka, ACT menggalang tiga elemen ini menjadi padu dan seirama. Bergaung dan menghasilkan kerja untuk sebuah peradaban dunia yang lebih baik.