Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pistol Air

5 Agustus 2016   03:41 Diperbarui: 5 Agustus 2016   04:18 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lelaki tua itu melotot tajam. Biji matanya seperti hendak keluar, Dari bibirnya yang hitam keluar kata kata kotor. Meyumpahi wanita yang duduk dipojok ruangan. Tak ada perlawanan. Wanita muda dengan wajah dingin itu hanya menunduk dalam.Menatapi lantai seperti ada lukisan yang menentramkan hatinya . Tak ada yang dilakukan wanita muda itu selain berdiam diri.

Lelaki tua itu nampaknya belum puas hingga asbak kaleng terlempar meghantam lantai. Suaranya keras membuat wanita muda sedikit kaget. Abu rokok yang menumpuk didalam asbak berterbangan lalu jatuh mengotori lantai yang sudah kotor.

Kemarahan lelaki tua itu seperti tak pernah mereda. Semakin keras dan semakin membabi buta. Barang barang diatas meja habis berterbangan . Asbak menjadi benda terakhir yang melayang . Sebelumnya dua gelas kaleng, dua piring plastik dan dua mangkuk aluminium juga telah kandas dilantai.

Lantai menjadi kotor dan basah. Debu rokok menempel. Sisa sisa ampas kopi hingga nasi yang kering menjadi lukisan abstrak. Tak jauh dari lelaki tua itu pembalut dewasa tergeletak . Berbau amoniak yang membuat pusing kepala.

Lelaki tua masih terus mengomel . Belum ada tanda tanda lelaki tua itu kehabisan tenaga. Walau umpatannya kini berubah aneh. Memaki maki seorang nama lelaki. Kata kata kotor terus menghiasi umpatannya.

Wanita muda itu lalu bangkit dan mengambil sapu berusaha membersihkan sisa kekacauan . Setelah itu mengepel kotoran yang menempel diatas lantai . Dengan gerakan yang cekatan wanita itu terus saja membersihkan lantai . Walau umpatan umpatan kasar terus keluar dari mulut hitam lelaki tua itu. Wanita muda itu kini tak ambil peduli apalagi bukan dirinya yang menjadi sasaran umpatan.

Setelah sisa kekacauan berhasil dibersihkan wanita muda itu lalu mendekati lelaki tua itu lalu mengikatkan kain kemulut lelaki tua itu hingga suara umpatannya tak lagi terdengar kecuali rontaan yang kini melemah. Wanita muda itu lalu memeriksa ikatan tangan lelaki tua itu di ranjang besi . Dengan sigap , wanita itu mengikat ulang hingga jeratan kain yang membelenggu tangan kanan lelaki tua itu semakin kuat.

Wanita muda itu melirik jam dinding yang menempel ditembok sebelah kanan . Lalu tak lama, wanita muda itu mengambil beberapa obat yang tersimpan didalam sebuah kotak besi yang menempel didinding. Setelah itu tiga macam obat berbentuk tablet digerus menggunakan wadah porselen berwarna putih hingga menjadi butiran halus.

Setelah tercampur butiran obat itu dimasukkan kedalam cangkang pil berwarna merah muda. Perlahan tapi pasti seluruh butiran obat sudah berpindah kedalam cangkang pil. Setelah semuanya beres dengan hati hati satu tangan wanita muda itu membuka kain penutup mulut lelaki tua sementara tangan lainnya memasukkan pil dengan cepat kedalam mulut lelaki tua itu.

Setelah itu satu gelas air putih diangsurkan kemulut lelaki tua itu hingga airnya masuk kedalam mulut lelaki tua tersebut. Kain penutup mulut kembali diikatkan wanita itu. Lelaki tua itu kini melemah lalu matanya perlahan lahan menutup sempurna.

****

Lelaki muda itu masuk kedalam rumah . Seperti seorang pencuri yang tak ingin diketahui kehadirannya . Lelaki muda itu berjalan cepat memasuki pintu samping dari arah garasi mobil yang terbuka. Begitu sampai didalam rumah, ia berjalan hati hati mendekati kamar lalu membukanya sedikit . Hanya serupa celah untuk mengintip . Dilihatnya seorang lelaki tua yang tertidur diranjang besi dengan tangan kiri terikat dan mulut tersumpal kain.

Lalu dengan hati hati ditutupnya kembali. Lelaki muda itu lalu menuju dapur menemui seorang wanita muda yang telah menunggunya. Keduanya berbincang serius. Dengan bahasa yang sangat dijaga . Seolah olah dinding bisa mendengar pembicaraan keduanya.

Setelah itu keduanya berpisah. Lelaki muda itu naik kelantai dua sedang wanita muda itu kembali kedalam kamar lelaki tua itu.

Dilantai dua, lelaki muda itu membuka brankas didalam sebuah kamar. Perlahan dengan wajah tegang diputar kode kode pembuka yang berusaha ia ingat. Satu kali , pintu brangkas tak terbuka. Dua kali tetap tak terbuka. Lelaki muda itu berhenti sejenak. Lalu menarik nafas dalam dalam. Mengingat kembali. Diam sejenak. Bila tiga kali dalam memasukan kode salah maka kesempatannya membuka brankas akan hilang.

Dengan tangan sedikit gemetar lelaki muda itu memutar kode kearah kanan lalu kearah kiri kearah kiri kembali lalu kembali kearah kanan sebanyak dua kali. Hingga terdengar kunci brangkas berbunyi tanda brangkas berhasil dibuka dengan sempurna.

Kini senyum kemenangan tergambar diwajah lelaki muda itu. Tangan lelaki muda itu mengepal. Dengan teriakan kegembiraan ia menumpahkan keberhasilannya. Ditariknya pintu brankas itu dengan cepat.

Dengan wajah tercengang . Lelaki muda itu menatap nanar. Kegembiraannya surut dengan cepat lalu wajah lelaki muda itu berubah merah. Amarahnya menanjak cepat. Ditendangnya pintu brankas dengan keras hingga berdebam keras.

Dengan amarah yang memuncak. Lelaki muda itu berlari kearah lantai bawah lalu menerjang pintu kamar lelaki tua dengan tenaga penuh. Begitu memasuki kamar dilihatnya wanita muda itu terikat diatas ranjang dengan mulut terikat kain. Dengan wajah meronta ronta minta dibukakan,

Lelaki muda itu lalu mendekati wanita muda dan dengan cepat membuka kain penutup dan ikatan tangannya di ranjang besi. Keduanya lalu terlibat percakapan penuh emosi. Saling membantah saling menyerang . Lalu keduanya meninggalkan kamar dan menuju lantai atas untuk memastikan brankas tidak memiliki apa yang mereka cari.

Tak berapa lama. Lelaki tua itu muncul dari lantai bawah dengan teriakannya yang memaki maki. Mengumpat kotor sambil membawa pistol air dengan gaya jagoan. Lelaki tua itu berteriak agar wanita dan lelaki muda itu turun untuk menyerahkan diri.

Mendengar perintah lelaki tua itu keduanya turun dengan wajah ketakutan. Keduanya lalu bersimpuh meminta pengampunan. Sementara pistol air lelaki tua itu menerjang dengan cepat. Air muncrat membasahi wajah dan pakaian lelaki dan wanita muda itu .

Lelaki tua itu tertawa penuh kemenangan . Berjingkrak jingkrak menari ala pasukan yang menang perang. Sementara pistol air terus memuntahkan pelurunya , air membasahi hampir seluruh pakaian si lelaki muda dan wanita muda.

“Ayah, kami menyerah . Kami menyerah. Jangan tembak kami dengan pistol air. Kami memang ingin mencuri harta ayah. Kami ingin menguras isi brankas ayah yang berisi surat rumah , perhiasan dan uang ayah. Maafkan kami anak anakmu yang tak tahu diri ini. “

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun