Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Jangan Gagal Paham ketika Harga Daging Sapi Selangit

29 Juni 2016   05:47 Diperbarui: 29 Juni 2016   09:16 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daging Kualitas Primary Cut untuk kebutuhan Premium (sumber : Kemendag)

Makan daging sapi memang hal yang eksklusif. Karena bila dibanding dengan jenis panganan lainnya, daging sapi memang cukup mahal. Coba bandingkan dengan harga daging ayam, ikan laut, atau ikan budidaya, harga daging sapi memang berada di urutan atas. Walau bukan termasuk bahan makanan harian, daging sapi tetap menjadi hal yang dicari ketika momen spesial.

Saya sekeluarga termasuk penggemar daging sapi. Walau bukan dalam kategori penggemar berat. Daging yang kami makan juga bukan jenis daging kualitas nomor satu. Daging yang kami konsumsi biasanya daging dengan lemak alias tetelan.

Karena harga daging tetelan inilah yang masih terjangkau. Ya, tentu tekstur dan rasanya berbeda dengan bagian daging has (Primary Cut) . Dan, daging jenis(tetelan) inilah yang paling mudah ditemukan di pasar tradisional di wilayah kami tinggal.

Dengan uang Rp20.000,00, kami bisa membeli seperempat kilogram. Biasanya kami campurkan sebagian yang berlemak sebagai campuran sayur sop. Sedangkan sebagian lagi kami masak menjadi rendang. Lucu juga sih memasak rendang dengan kualitas daging yang kurang tepat. Tapi mau gimana lagi, anak-anak sukanya makan rendang. Saya dan istri kadang geli juga melihat anak-anak makan rendang tapi lebih banyak lemak ketimbang dagingnya.

Rendang Tetelan , Tetap nikmat dilidah (Sumber : Rushan Novaly)
Rendang Tetelan , Tetap nikmat dilidah (Sumber : Rushan Novaly)
Memasak rendang dengan kualitas daging yang tidak tepat bukan kesalahan fatal bukan? Beruntung istri saya cukup mahir "menyulap" daging tetelan menjadi daging rendang yang enak. Mungkin memasak dengan perasaan cinta keluarga yang membuat rasa rendang tetelan menjadi enak di lidah kami.

Momen Ramadhan, Momen Daging Sapi Melonjak

Sebenarnya, ketika momen Ramadhan datang bukan cuma daging sapi yang naik. Hampir seluruh jenis bahan makanan ikut terdongkrak naik. Baik jenis nabati atau hewani, telur, gula, minyak sayur, wortel, kembang kol, bawang merah juga sudah merangkak naik sebelum masuk Ramadhan.

Nah, bahan makanan menjadi pendongkrak inflasi dalam bulan Ramadhan. Angka yang disumbang bahan makanan ini menembus hingga 0,05% dari total inflasi nasional. Jadi bila melihat fenomena tahunan, demand dan supply menjadi dua komponen pengerek angka harga pasar.

Bukankah dalam ilmu ekonomi modern, pergerakan harga ditentukan dua komponen ini. Permintaan terhadap daging sapi menanjak naik sedang persedian terbatas. Hasilnya bisa ditebak harga melambung naik.

Daging Jenis Tetelan yang sering dijual di pedagang tradisional ( Sumber : Kemendag)
Daging Jenis Tetelan yang sering dijual di pedagang tradisional ( Sumber : Kemendag)
Di pasar tradisional di dekat rumah saya, hanya ada dua pedagang yang khusus menjual daging sapi. Itu pun jumlahnya hanya beberapa kilogram. Paling banyak yang dijual jenis daging tetelan (Manufacturing Meat- yang biasanya diolah untuk baso, sosis).

Dua pedagang daging ini akan menaikkan jumlah daging yang dijual pada bulan Ramadhan. Para pembelinya juga naik dua kali lipat. Semakin dekat hari lebaran, permintaan semakin tinggi namun jumlah daging yang dijual tidak sebanding dengan permintaan pembeli. Hasilnya terjadi kelangkaan daging sapi dan harga berubah tidak rasional.

Untuk mengatasi hal ini, penduduk lokal yang memiliki sapi hidup mengambil kesempatan dengan memotong beberapa ekor sapi yang mereka miliki. Pedagang daging sapi dadakan ini membuka lapak di pasar tradisional atau di beberapa tempat di kampung yang biasa dijadikan lapak berjualan.

Permintaan daging sapi ini memicu pemotongan sapi secara tradisional. Soal higienis pemotongan dan pengolahan memang cukup mengkhawatirkan. Belum lagi bila sapi yang dipotong berjenis betina. Tapi, kebiasaan ini sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Di beberapa daerah di Indonesia, kebiasaan memotong sapi hidup menjadi tradisi menjelang lebaran. Karena memang kebutuhan daging sapi ketika lebaran sangatlah tinggi. Sementara daging tidak cukup tersedia. Sementara operasi pasar murah, tidak semua daerah terjangkau. Di daerah saya di pedalaman Tangerang, tak tersentuh operasi pasar.

Tentu, operasi pasar murah punya keterbatasan jangkauan maupun keterbatasan jumlah produk. Operasi pasar juga hanya bersifat temporer dan tidak permanen. Solusi operasi pasar hanya bersifat menambah pasokan dan menurunkan harga secara temporer dalam waktu terbatas.

Menteri Perdagangan, Thomas Lembong memberikan keterangan pada Kompasiana Nangkring (22/6) . (sumber : Rushan Novaly)
Menteri Perdagangan, Thomas Lembong memberikan keterangan pada Kompasiana Nangkring (22/6) . (sumber : Rushan Novaly)
Apa Kata Pak Thomas Lembong ketika Kompasiana Nangkring?

Kejelasan masalah pasokan daging sapi menjadi jelas ketika saya mengikuti Kompasiana Nangkring bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 22 Juni 2016 di Anomali Cafe, Menteng Jakarta Pusat.

Hadir pada acara itu, orang nomor satu di Kemendag, Thomas lembong. Menteri yang baru menjabat enam bulan ini langsung mendapat PR untuk mestabilkan harga daging sapi yang melonjak di pasaran. Hal ini menjadi isu penting ketika Presiden Joko Widodo meminta harga daging hanya berkisar Rp80.000,00 saja. Padahal, harga di pasaran sudah menyentuh angka Rp120.000,00, bahkan di beberapa daerah sudah menyentuh angka Rp150.000,00.

Acara yang langsung dipandu Liviana Cherlisa, News Anchor Kompas TV ini terasa interaktif. Pertanyaan cukup tajam dilontarkan Livi (panggilan Liviana Cherlisa), Seperti pertanyaan rantai distribusi yang selama ini ada. Thomas Lembong dengan tenang menjawab setiap pertanyaan Livi bahwa selama ini jumlah persedian daging sapi di Indonesia memang tidak sebaik negara tetangga lainnya, seperti Singapura atau Malaysia.

Indonesia masih menganut pemeliharaan sapi dalam jumlah terbatas. Di desa-desa hanya memelihara sapi sebagai "tabungan", bukan sebagai komoditi ekonomi. Sementara, usaha penggemukan sapi dalam skala besar belum mampu memenuhi kebutuhan nasional. Ada gap besar antara kebutuhan dan ketersediaan daging sapi di Indonesia. Indonesia juga tidak mempunyai persedian daging beku yang cukup sehingga ketika momen seperti Lebaran, Natal, atau tahun baru selalu terjadi peningkatan harga yang cukup tinggi karena demand yang tinggi tak dibarengi supply yang cukup.

Pak Thomas Lembong bercerita tentang sistem pengolahan sapi di Australia yang dinilainya sudah sangat profesional. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi Indonesia. Secara terus terang Pak Thomas Lembong mengungkapkan bahwa dibutuhkan investasi besar untuk memiliki sistem pengolahan sapi seperti Australia.

Dalam Kompasiana Nangkring tersebut, Pak Thomas Lembong memang membeberkan tekad pemerintah untuk menjaga harga daging sapi agar tetap terjangkau pada kisaran Rp80.000,00 hingga Rp90.000,00. Tentu, harga ini dapat dicapai dengan menyediakan pasokan daging sapi sesuai dengan kualitas kebutuhan masyarakat agar pemakaian daging untuk kebutuhan pedagang kecil seperti pedagang baso, rumah makan sederhana, pedagang kebab kaki lima tetap bisa mendapatkan pasokan yang cukup.

Sumber : Kemendag
Sumber : Kemendag
Sapi memiliki bagian yang berbeda-beda. Dengan kualitas daging yang juga berbeda dan tentu memiliki harga yang berbeda-beda. Ada lima bagian sapi yang memiliki kualitas berbeda:
  • Primary Cut, Kualitas bagian ini memang nomor satu. Memiliki tektur daging yang tidak berlemak. Daging bagian ini tidak kenyal, lunak . Biasanya digunakan untuk kebutuhan premium seperti kebutuhan hotel berbintang, restoran hingga cafe kelas menengah atas. Bagian Primary Cut seperti Has dalam, Has luar dan Lamusir. Harga untuk Primary Cut tentu merupakan harga tertinggi yang bisa mencapai Rp120 ribu hingga Rp130 ribu setiap kilogram
  • Secondary Cut Type A-B, Walau tidak selunak daging jenis primary cut, daging jenis secondary cut termasuk daging jenis yang cukup baik. Biasanya digunakan untuk dibuat rendang, dendeng, semur hingga dibuat menjadi abon sapi. Kualitas Secondary Cut berada satu tingkat di bawah Primary Cut, biasanya pada bagian Sengkel, Tanjung, Samcan, Sampil, Pendasar dan Gandik. Harga daging jenis ini berkisar antara Rp80 ribu hingga Rp115 ribu per kilogram.
  • Manufacturing Meat. Seperti namanya, daging jenis ini biasa digunakan untuk keperluan industri, seperti membuat sosis, baso hingga kornet. Daging jenis ini tetelan 65-95CL, daging dadu, daging giling. Karena harganya yang murah antara Rp40 ribu hingga Rp60 ribu/kg. Daging jenis ini seringkali menjadi produk yang laris-manis di pasar tradisional, seperti yang saya tulis di paragraf awal di mana daging jenis inilah yang seringkali kami konsumsi.
  • Fancy and Variety Meat. Mungkin hanya di Indonesia, daging jenis ini digunakan untuk bahan makanan seperti bagian Lidah, Bibir, Kulit, Daging Kepala. Daging jenis ini masih punya nilai antara Rp65 ribu hingga Rp100 ribu/Kg. Biasanya kebutuhan daging jenis ini untuk pedagang makanan yang khusus menyediakan jenis makanan spesifik ini. Tidak banyak dikonsumsi untuk konsumen rumahan karena memiliki pengolahan tersendiri.
  • Edible Offal. Daging jenis ini biasa disebut jeroan. Biasanya dijadikan bahan baku makanan tambahan, seperti paru, hati, jantung, babat, limpa hingga usus. Kebutuhan daging jenis ini sebagian seperti hati, paru, dan babat dibutuhkan untuk membuat jenis makanan rumahan. Harga daging jenis ini tergolong paling murah karena hanya berkisar Rp30 ribu hingga Rp 40 ribu/kg.

Sumber : Kemendag
Sumber : Kemendag
Bila melihat lima jenis bagian daging ini, ada bagian daging yang bisa dipasarkan dengan harga yang terjangkau sesuai dengan kebutuhan masakan yang akan disajikan dan kebutuhan pangsa pasar yang cocok.

Primary Cut dipasarkan untuk kalangan menengah atas dan kebutuhan usaha premium, sedang Secondary Cut bisa digunakan untuk kebutuhan rumahan kelas menengah bawah. Selain itu, jenis daging ini bisa dikonsumsi oleh banyak kalangan.

Jenis daging inilah yang diharapkan pemerintah bisa dikonsumsi masyarakat luas dengan kisaran harga Rp80 ribu hingga Rp90 ribu. Daging sapi merupakan sumber protein hewani dengan rantai asam amino yang lengkap untuk membangun pertumbuhan sel-sel tubuh manusia.

Daging sapi dibutuhkan bagi pertumbuhan anak usia pertumbuhan, remaja, hingga orang dewasa walau memiliki angka kolesterol yang cukup tinggi bila dikonsumsi berlebihan. Jenis lemak yang terkandung pada daging sapi juga jenis lemak jenuh yang bisa mengganggu aliran pembuluh darah bila tidak bijak dalam mengonsumsinya.

Pada acara Nangkring, Pak Thomas Lembong juga mengungkapkan perlunya sinergitas antara semua lini, menghilangkan ego sektoral yang terjadi antara pemegang kebijakan baik di pusat maupun daerah. Selain itu, Pak Thomas Lembong menguraikan masalah tidak efisiensi pada rantai supply bisnis daging yang ada di Indonesia. Sebagai contoh, jauhnya rumah potong hewan (RPH) dengan pasar sehingga harga yang terjadi menjadi tinggi ketika sampai ke konsumen. Untuk masalah ini, perlu dibangun RPH yang dibangun di posisi posisi yang strategis. Karena daging sapi adalah bagian dari mahluk hidup yang perlu dibuat rekayasa engenering. Perlu supply chain management yang handal.

Ketersedian daging sapi adalah bagian dari keamanan pangan (food security). Maka tercapainya swasembada daging sapi untuk kebutuhan nasional merupakan sebuah target yang harus dicapai pemerintah dalam ketahanan pangan nasional. Pemerintah perlu membuat regional dalam pemenuhan stok daging, seperti regional Jawa, regional Sumatra, regional Kalimantan, regional Sulawesi hingga regional Indonesia Timur. Dengan membuat regional, diharapkan efisiensi supply distribusi ini bisa menurunkan harga pada tingkat yang wajar. Tiap regional memiliki RPH yang memadai sehingga distribusi daging tak memerlukan biaya transportasi yang mahal.

Pemerintah juga harus memiliki data yang sama (akurat) dan dapat mengontrol jumlah stok sapi siap potong, jumlah karkas hingga jumlah daging beku secara transparan untuk menghindari mafia yang mencari keuntungan sepihak.

Jangan terjadi perbedaan penilaian jumlah kebutuhan daging secara perkapita per tahun. Hal ini tentu bisa merugikan dan membuat harga pasar menjadi tidak jelas. Karena penilaian stok persedian akan memacu angka psikologis para pedagang. Berapa kebutuhan, berapa ketersedian dan berapa nilai konsumsi nasional harus dapat dipetakan dengan jelas dan akurat.

Strategi Pemerintah Dalam Pengontrolan Harga Daging Sapi

Kenaikan harga daging sapi setiap momen Ramadhan menjelang Lebaran memang seperti kebiasaan yang berulang ulang setiap tahun. Bila selama ini konsumen hanya pasrah saja ketika harga daging melambung, pemerintah melihat kenaikan harga daging sapi suatu hal yang harus dibenahi dan tidak boleh terus berulang.

Kebutuhan nasional yang tidak mencukupi sehingga keran impor sapi dari Australia harus dibuka sebagai salah satu cara darurat yang harus ditempuh. Hal ini memang pahit, karena tidak mencukupinya kebutuhan daging sapi. Tapi, pelajaran yang harus diambil kedepan adalah bangsa ini harus mampu menyiapkan kebutuhan daging sapi secara mandiri.

Tentu usaha ini tidak dapat dilakukan dalam jangka pendek. Perlu usaha konsisten dalam jangka panjang yang terarah dengan kerja lintas sektoral, baik dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah provinsi, Kabupaten/Kota hingga para pengusaha peternakan, Asosiasi Peternak Sapi dan Kerbau dan Gabungan Pelaku Usaha Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo).

Saat ini konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia mencapai rata rata 2,61 Kg/Perkapita/Tahun. Maka kebutuhan daging sapi secara nasional mencapai angka 674.690 ton. Sedang kemampuan dalam negeri (sapi lokal) hanya mencapai 441.761 Ton berarti ada kekurangan pasokan sebesar 232.929 Ton. Jumlah ini tentu harus dipenuhi oleh impor sebesar 232.929 ton atau setara dengan sapi hidup (bakalan) sebanyak 600.000 ekor dan daging sapi beku sebesar 112.953 ton (sumber: detikFinance(22/02/2016).

Memang sebaiknya pemenuhan jumlah persedian daging sapi dalam bentuk daging beku, ketersedian dalam bentuk karkas menurut Pak Thomas Lembong lebih menguntungkan karena daging beku jauh lebih sehat, higienis dan lebih murah. Langkah yang dilakukan pemerintah pada saat momen menjelang Lebaran adalah melakukan operasi pasar di sejumlah titik strategis, mulai di pasar tradisional, pasar murah, hingga toko toko yang ditunjuk sebagai pelaksana.

Lokasi Operasi Pasar Daging yang dilakukan BULOG (sumber : Kemendag)
Lokasi Operasi Pasar Daging yang dilakukan BULOG (sumber : Kemendag)
Di wilayah Jabotabek dan Jawa Barat, pemerintah menunjuk dua pelaksana operasi pasar. BULOG dan PD Dharma Jaya. Khusus BULOG, di wilayah Jakarta ada 21 titik operasi pasar, di Jawa Barat ada 37 titik sedangkan di wilayah Tangerang terdapat di lima titik.

Lokasi operasi pasar daging murah yang dilakukan PD Dharma Jaya (sumber : Kemendag)
Lokasi operasi pasar daging murah yang dilakukan PD Dharma Jaya (sumber : Kemendag)
Sedang PD. Dharma Jaya melakukan operasi pasar di dua puluh titik berbeda (rata-rata pasar tradisional) di wilayah DKI Jakarta. Operasi pasar dilakukan sejak tanggal 4 Juni hingga 17 Juli 2016.

Jangan Salah Sangka dengan Daging Beku

Ada satu hal yang masih salah dalam pemahaman daging beku. Ada anggapan bahwa daging beku memiliki kualitas yang tidak sebaik daging sapi segar yang baru saja dipotong. Daging sapi beku sejatinya punya kualitas yang sama dengan daging segar yang baru saja dipotong.

Di negara-negara maju, daging diolah secara cepat dan mekanis. Rumah pemotongan hewan di negara maju menggunakan mesin canggih yang dapat bekerja cepat sehingga mampu melakukan pengolahan daging sapi dalam jumlah sangat besar. Dari segala teknis dilakukan dengan tingkat higienis yang tinggi, termasuk dari segi kehalalan. Label halal yang diberikan pada daging dilakukan dalam pengawasan ketat karena negara penghasil daging seperti Australia, Selandia Baru melakukan ekspor ke negara negara berpenduduk muslim seperti di Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Brunai Darussalam.

Daging beku bahkan lebih hiegienis karena proses pendinginan dilakukan pada titik pematian sejumlah bakteri atau mikroba yang merugikan. Walau tentu harus melalui proses pemasakan yang sesuai untuk mematikan bakteri atau virus yang merugikan lainnya. Selain itu, proses pembekuan daging, maka pemisahan daging dapat dilakukan sesuai dengan harga yang ditentukan. Baik Primary Cut atau Secondary Cut. Bagian bagian sapi sudah dapat dilakukan sejak sapi dipotong dan diolah dalam ukuran berat jual (1 kg, 500 gram).

Daging yang dibekukan dapat tahan dalam jangka waktu panjang (biasanya hingga 12 bulan) pada suhu penyimpanan -28 derajat Celcius. Memang dibutuhkan Freezer Storage yang punya pendinginan secara stabil.

Daging Kualitas Primary Cut untuk kebutuhan Premium (sumber : Kemendag)
Daging Kualitas Primary Cut untuk kebutuhan Premium (sumber : Kemendag)
Perhatikan Hal Berikut Ini dalam Menangani Daging Beku

Menangani daging beku memang punya trik tersendiri. Karena daging beku yang baru dikeluarkan dari Freezer memiliki tekstur yang berbeda. Perlu proses yang harus dilakukan , daging beku tidak bisa langsung digunakan saat itu juga. Karena daging harus disegarkan terlebih dahulu, berikut trik menangani daging beku:

  • Pindahkan daging ke dalam refrigerator atau di bawah air untuk proses penyegaran. Ingat, jangan lepaskan plastik yang menutupi daging. Hal ini untuk mengurangi kontak tangan.
  • Lakukan penyegaran menggunakan air secara merata agar seluruh bagian daging beku dapat disegarkan untuk menghindari aktivitas bakteri atau mikroba yang merugikan.
  • Jangan pernah membekukan ulang daging yang telah disegarkan. Masak segera setelah daging disegarkan. Pembekuan ulang akan merusak kualitas daging, mikroba dan bakteri akan berkembang cepat.

Menyiasati Harga Daging dengan ‘Arisan’

Sebenarnya ada beberapa kelompok masyarakat yang sudah cukup cerdas untuk menghadapi lebaran. Kelompok ini biasanya dikoordinir oleh orang yang sudah terbiasa membeli daging beku dalam jumlah besar. Di komplek tempat saya tinggal, membeli daging untuk Lebaran dilakukan 3-4 bulan sebelum bulan puasa. Harganya tentu masih terjangkau karena harga daging yang dijual menggunakan harga pada saat itu.

Tentu daging yang dibeli adalah daging beku dengan kualitas baik (secondary cut). Cara pembelian ini sudah dilakukan beberapa tahun setiap menjelang Lebaran. Sehingga gonjang-ganjing harga daging yang ‘selangit’ tak membuat saya kehilangan menikmati sajian daging ketika momen Lebaran. Jadi, rendang yang kami masak bukan jenis daging tetelan yang biasa kami masak sebelumnya. Momen Lebaran adalah momen spesial, yang pasti rendang yang kami masak memang daging yang pas.

Tapi, untuk mengikuti ‘arisan’ daging ini harus teliti. Jangan sampai jatuh ke orang yang tidak terpercaya. Seringkali hal ini disalahgunakan orang yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan penipuan terhadap konsumen. Pastikan orang yang mengkoordinir adalah orang yang terpercaya.

Lakukan dengan perjanjian tertulis sebagai bukti pembelian. Kapan daging akan didapat, jenis daging dan kualitasnya tentunya. Jangan terlalu terpengaruh dengan harga yang terlalu murah, bisa jadi harga yang terlalu murah malah punya ‘misi’ yang tidak baik. Jadi, tetap waspada dan teliti.

Saya sendiri cukup terbantu dengan arisan daging seperti ini. Daging berkualitas dengan harga yang terjangkau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun