Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Jangan Gagal Paham ketika Harga Daging Sapi Selangit

29 Juni 2016   05:47 Diperbarui: 29 Juni 2016   09:16 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lokasi operasi pasar daging murah yang dilakukan PD Dharma Jaya (sumber : Kemendag)

Untuk mengatasi hal ini, penduduk lokal yang memiliki sapi hidup mengambil kesempatan dengan memotong beberapa ekor sapi yang mereka miliki. Pedagang daging sapi dadakan ini membuka lapak di pasar tradisional atau di beberapa tempat di kampung yang biasa dijadikan lapak berjualan.

Permintaan daging sapi ini memicu pemotongan sapi secara tradisional. Soal higienis pemotongan dan pengolahan memang cukup mengkhawatirkan. Belum lagi bila sapi yang dipotong berjenis betina. Tapi, kebiasaan ini sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Di beberapa daerah di Indonesia, kebiasaan memotong sapi hidup menjadi tradisi menjelang lebaran. Karena memang kebutuhan daging sapi ketika lebaran sangatlah tinggi. Sementara daging tidak cukup tersedia. Sementara operasi pasar murah, tidak semua daerah terjangkau. Di daerah saya di pedalaman Tangerang, tak tersentuh operasi pasar.

Tentu, operasi pasar murah punya keterbatasan jangkauan maupun keterbatasan jumlah produk. Operasi pasar juga hanya bersifat temporer dan tidak permanen. Solusi operasi pasar hanya bersifat menambah pasokan dan menurunkan harga secara temporer dalam waktu terbatas.

Menteri Perdagangan, Thomas Lembong memberikan keterangan pada Kompasiana Nangkring (22/6) . (sumber : Rushan Novaly)
Menteri Perdagangan, Thomas Lembong memberikan keterangan pada Kompasiana Nangkring (22/6) . (sumber : Rushan Novaly)
Apa Kata Pak Thomas Lembong ketika Kompasiana Nangkring?

Kejelasan masalah pasokan daging sapi menjadi jelas ketika saya mengikuti Kompasiana Nangkring bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 22 Juni 2016 di Anomali Cafe, Menteng Jakarta Pusat.

Hadir pada acara itu, orang nomor satu di Kemendag, Thomas lembong. Menteri yang baru menjabat enam bulan ini langsung mendapat PR untuk mestabilkan harga daging sapi yang melonjak di pasaran. Hal ini menjadi isu penting ketika Presiden Joko Widodo meminta harga daging hanya berkisar Rp80.000,00 saja. Padahal, harga di pasaran sudah menyentuh angka Rp120.000,00, bahkan di beberapa daerah sudah menyentuh angka Rp150.000,00.

Acara yang langsung dipandu Liviana Cherlisa, News Anchor Kompas TV ini terasa interaktif. Pertanyaan cukup tajam dilontarkan Livi (panggilan Liviana Cherlisa), Seperti pertanyaan rantai distribusi yang selama ini ada. Thomas Lembong dengan tenang menjawab setiap pertanyaan Livi bahwa selama ini jumlah persedian daging sapi di Indonesia memang tidak sebaik negara tetangga lainnya, seperti Singapura atau Malaysia.

Indonesia masih menganut pemeliharaan sapi dalam jumlah terbatas. Di desa-desa hanya memelihara sapi sebagai "tabungan", bukan sebagai komoditi ekonomi. Sementara, usaha penggemukan sapi dalam skala besar belum mampu memenuhi kebutuhan nasional. Ada gap besar antara kebutuhan dan ketersediaan daging sapi di Indonesia. Indonesia juga tidak mempunyai persedian daging beku yang cukup sehingga ketika momen seperti Lebaran, Natal, atau tahun baru selalu terjadi peningkatan harga yang cukup tinggi karena demand yang tinggi tak dibarengi supply yang cukup.

Pak Thomas Lembong bercerita tentang sistem pengolahan sapi di Australia yang dinilainya sudah sangat profesional. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi Indonesia. Secara terus terang Pak Thomas Lembong mengungkapkan bahwa dibutuhkan investasi besar untuk memiliki sistem pengolahan sapi seperti Australia.

Dalam Kompasiana Nangkring tersebut, Pak Thomas Lembong memang membeberkan tekad pemerintah untuk menjaga harga daging sapi agar tetap terjangkau pada kisaran Rp80.000,00 hingga Rp90.000,00. Tentu, harga ini dapat dicapai dengan menyediakan pasokan daging sapi sesuai dengan kualitas kebutuhan masyarakat agar pemakaian daging untuk kebutuhan pedagang kecil seperti pedagang baso, rumah makan sederhana, pedagang kebab kaki lima tetap bisa mendapatkan pasokan yang cukup.

Sumber : Kemendag
Sumber : Kemendag
Sapi memiliki bagian yang berbeda-beda. Dengan kualitas daging yang juga berbeda dan tentu memiliki harga yang berbeda-beda. Ada lima bagian sapi yang memiliki kualitas berbeda:
  • Primary Cut, Kualitas bagian ini memang nomor satu. Memiliki tektur daging yang tidak berlemak. Daging bagian ini tidak kenyal, lunak . Biasanya digunakan untuk kebutuhan premium seperti kebutuhan hotel berbintang, restoran hingga cafe kelas menengah atas. Bagian Primary Cut seperti Has dalam, Has luar dan Lamusir. Harga untuk Primary Cut tentu merupakan harga tertinggi yang bisa mencapai Rp120 ribu hingga Rp130 ribu setiap kilogram
  • Secondary Cut Type A-B, Walau tidak selunak daging jenis primary cut, daging jenis secondary cut termasuk daging jenis yang cukup baik. Biasanya digunakan untuk dibuat rendang, dendeng, semur hingga dibuat menjadi abon sapi. Kualitas Secondary Cut berada satu tingkat di bawah Primary Cut, biasanya pada bagian Sengkel, Tanjung, Samcan, Sampil, Pendasar dan Gandik. Harga daging jenis ini berkisar antara Rp80 ribu hingga Rp115 ribu per kilogram.
  • Manufacturing Meat. Seperti namanya, daging jenis ini biasa digunakan untuk keperluan industri, seperti membuat sosis, baso hingga kornet. Daging jenis ini tetelan 65-95CL, daging dadu, daging giling. Karena harganya yang murah antara Rp40 ribu hingga Rp60 ribu/kg. Daging jenis ini seringkali menjadi produk yang laris-manis di pasar tradisional, seperti yang saya tulis di paragraf awal di mana daging jenis inilah yang seringkali kami konsumsi.
  • Fancy and Variety Meat. Mungkin hanya di Indonesia, daging jenis ini digunakan untuk bahan makanan seperti bagian Lidah, Bibir, Kulit, Daging Kepala. Daging jenis ini masih punya nilai antara Rp65 ribu hingga Rp100 ribu/Kg. Biasanya kebutuhan daging jenis ini untuk pedagang makanan yang khusus menyediakan jenis makanan spesifik ini. Tidak banyak dikonsumsi untuk konsumen rumahan karena memiliki pengolahan tersendiri.
  • Edible Offal. Daging jenis ini biasa disebut jeroan. Biasanya dijadikan bahan baku makanan tambahan, seperti paru, hati, jantung, babat, limpa hingga usus. Kebutuhan daging jenis ini sebagian seperti hati, paru, dan babat dibutuhkan untuk membuat jenis makanan rumahan. Harga daging jenis ini tergolong paling murah karena hanya berkisar Rp30 ribu hingga Rp 40 ribu/kg.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun