Kutukan HL ? Ih ngeri !. Terdengar seperti cerita horor saja. Tapi cerita tentang kutukan HL memang menjadi pembicaraan bisik bisik dikalangan Kompasianer . Pembicaraan ini saya dapatkan ketika berjumpa dalam acara Kompasiana nangkring atau acara coverage.
Walau pembicaraan ini dalam intensitas bisik bisik tetangga, saya menyimak dengan seksama. Lalu mengingatnya didalam alam bawah sadar. Tak terlalu saya pikirkan. Toh , kutukan HL Â ini bukanlah perkara berat. Akibat kutukannya juga tak terlalu membahayakan kesehatan apalagi mengancam nyawa.
Pembicaraan kutukan HL bermula dari beberapa ekspektasi para kompasianer, karena begitu artikel di angkat ke kasta Headline (HL) oleh admin maka artikel itu (dianggap) punya  kualitas yang  baik. Sehingga , ada ekspektasi artikel yang naik HL terkategori sebagai artikel ‘istimewa’.  Betul tidak ?
Walau bernilai subyektif, HL memang membanggakan bagi (sebagian) kompasianer. Karena ada juga lho kompasianer yang biasa biasa saja tulisannya sering nangkring di kasta HL. Mungkin, karena terlalu sering, sehingga sudah menjadi hal yang biasa saja.
Kriteria tulisan bisa diangkat ke kasta HL memang menjadi hak prerogatif admin, prosesnya pemilihannya pasti melalui banyak pertimbangan. Saya sih yakin, para admin bekerja sangat hati-hati dan memperhatikan banyak sisi. Betul tidak ?
Tak sembarang tulisan bisa naik ke kasta HL, tak sembarangan, karena HL adalah etalase utama ketika laman kompasiana diakses. Mengenai apasaja kriterianya, admin yang bisa menjawab. Saya tak mau menduga duga. Tapi intinya, ada pertimbangan jurnalistik, konten, bahasa, kemanfaatan artikel, nilai esensi dan  adanya kaitan dengan misi kompasiana.  Takut bila dugaan saya malah salah alias tidak pas.
Lalu kenapa ada Kutukan HL ?
Seorang kompasianer (maaf ,namanya saya simpan saja) berbicara dengan emosi agak tertahan , tulisannya yang berbau teknologi sebuah gadget diangkat ke kasta HL. Saat itu sedang ada lomba pemilihan peserta eksklusif . Jumlahnya sekitar duapuluhan orang.
Sayang, nama sang kompasianer ini tak tercantum dalam nama-nama yang terpilih. Saya juga membaca artikel kompasianer ini yang HL. Jujur saja tulisannya keren, cerdas dan mengambil sisi yang tak terpikir oleh kompasianer lain. saya juga awalnya menduga , sang kompasiner ini akan terpilih. Masuk nih barang pikir saya.
Seorang  teman kompasianer yang lain juga  bercerita, tulisannya tentang perjalanan wisata diangkat sebagai tulisan HL . saat itu juga sedang ada pemilihan 10 kompasianer yang akan dipilih untuk ikut berwisata di salah satu pulau di utara laut Jakarta. Sayang, nama sang teman tak ada didaftar 10 nama yang terpilih, padahal sang teman ini berharap sekali terpilih. Beruntung, ada salah satu peserta mengundurkan diri, jadilah sang teman ini ikut berwisata menggantikan posisi orang lain.
Sebenarnya masih banyak cerita tulisan HL yang bernasib sama. Baik yang sedang ikut  lomba blog atau pemilihan lainnya .Mungkin karena dari kisah-kisah inikah ada istilah kutukan HL.
Maka, saat ini bila terpilih dalam kasta HL, banyak yang langsung pesimis. Seperti mendapat ‘tanda kematian’. Ini terjadi bila sedang ikut lomba blog. HL berarti terlempar dari kandidat pemenang. Tapi benarkah? beberapa kompasianer langsung menyangkal, karena ada yang HL dan menang Lomba. Betul itu. Walau jumlahnya memang sedikit.
HL Beda Kamar dengan Kandidat Pemenang Lomba
Mungkin inilah jawabannya. Bagi semua kompasianer yang  gemar ikut lomba blog. Harus dipahami kriteria untuk dipilih sebagai pemenang sudah ditetapkan. Baik oleh pihak internal Kompasiana , ada rating yang sudah ditetapkan . Mas Nurulloh, pernah menulis khusus untuk kriteria lomba. Lebih jelasnya baca disini. Â
Karena lomba blog hampir selalu melibatkan pihak sponsor yang juga punya kriteria sendiri. Pihak eksternal juga punya pandangan sendiri tentang artikel yang ditulis kompasianer. Jadi, ya bisa ditebak . Untuk terpilih jadi kandidat pemenang saja sudah begitu sulit, karena harus lolos seleksi internal . Setelah itu dipilih kembali oleh pihak sponsor.
Maka, proses penjurian kadang lamaaaa. Namun tak jarang juga cepat sekali. Semuanya tergantung dari kecepatan dalam menyeleksi. Bayangkan bila lomba berdurasi lama hingga beberapa bulan. Sudah gitu, yang ikut ratusan tulisan. Meneliti setiap tulisan butuh waktu, jangan sampai yang kepilihsebagai pemenang ada ‘main curang’ seperti plagiat ,copy paste, atau perbuatan tercela lainnya.
Nah, kritera HL tentu punya penilaian lain. Beda dengan kriteria kandidat pemenang lomba. Dalam kriteria lomba, jauh lebih njilemet. Faktornya banyak, kesulitannya juga lebih rumit.
Jadi, jelas HL beda dengan Kriteria Lomba. Â Ketika terpilih HL jangan langsung yakin menang lomba, tapi juga jangan berkecil hati terlempar dari kandidat pemenang.
Tapi, kalau boleh usul, khusus kompasianer yang sedang ikut lomba tak perlu diberi  label HL. Takut jadi masalah saja. Beri saja label Pilihan. Eh ini mah usul saja. Kan , admin yang menentukan. Yuk, semangat. Terus menulis, terus tularkan kebaikan lewat tulisan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H