Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

[Review Film MARS-Mimpi Ananda Raih Semesta] Pendidikan Itu Penting, Sebuah ‘Harga’ yang Harus Dibayar

13 Mei 2016   09:10 Diperbarui: 13 Mei 2016   09:32 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
POster Film MARS (sumber : idfilmcritics.com)

 Sepasang suami istri itu duduk dalam temaram lampu teplok, disebuah meja makan sederhana. Wajah lugu sepasang suami istri yang menghadapi kehidupan yang serba pas pasan. Sementara sang anak yang telah berumur enam tahun harus disekolahkan. Duduk dihadapan dengan wajahnya yang polos.

Sepasang suami istri ini memang miskin, namun keduanya bertekad untuk menyekolahkan anak semata wayang mereka. Walau untuk itu mereka harus membanting tulang . Mengais rejeki dengan tertatih tatih. Sang suami hanyalah buruh kasar dengan penghasilan yang  tak seberapa. Sang Istri , buta huruf tak berpendidikan. Malah tak mempunyai penghasilan.

Itulah awal pembuka Film MARS besutan  sutradara Sahrul Gibran. Jangan keliru dengan judul yang berbau astronomi. Walau inilah inti tema dari film yang mengambil setting di daerah tandus Gunung Kidul, sebuah daerah minus dengan angka bunuh diri nomor dua tertinggi se-Indonesia. Kemiskinan dan penderitaan seakan dua hantu yang selalu mengintai penduduk Gunung Kidul. Karena miskin, angka putus sekolah sangatlah tinggi. Tak banyak anak muda yang mampu meraih gelar sarjana. Hanya dalam hitungan jari.

Dan karena menderita, banyak penduduk yang tak kuasa menahan beban hidup lalu gelap mata mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Film ini membawa pesan yang kuat dan mendalam . Adalah Surip (Teuku Rifnu Wikana ) dan Tupon (Kinaryosih) sepasang suami istri yang miskin yang mencoba melawan takdir kemiskinan.

Sang anak, Sekar Palupi ( Chelsea Riansy/ Acha Septriasa) lahir dari rahim seorang ibu yang berani berjuang demi sebuah pendidikan.  Walau tidak tergambar dengan jelas  sikap pantang menyerah dari Sekar Palupi. Menurut saya, inilah titik lemah film ini. Sekar Palupi digambarkan anak yang tidak percaya diri ketika duduk dibangku SD. Beberapa kali bolos dari sekolah dan terlibat perselisihan dengan teman sekelas yang mengakibatkan Sekar Palupi dikeluarkan dari sekolah. Tidak jelas karena apa Sekar Palupi di keluarkan, hanya ada penggambaran satu  adegan dimana Sekar Palupi menggenggam pensil ketika terjadi perselisihan.

Peran yang kuat digambarkan oleh Tupon, ibu dari Sekar Palupi yang buta huruf. Tupon digambarkan sebagai perempuan desa yang lugu dengan sikap yang tak mau menyerah untuk menyekolahkan Sekar Palupi. Dalam adegan , dimana Sekar Palupi hampir saja ditolak olek Kepala sekolah (Jajang C Noor) karena tidak melengkapi administrasi pendaftaran.

Tupon dengan semangat yang luar biasa bersepeda bolak balik dengan jarak yang tidak dekat hanya melengkapi fotocopy  KTP  . Dalam adegan ini , begitu kuat penggambaran seorang Tupon berjuang demi  Sekar untuk bisa bersekolah.  Tupon bahkan harus bersimpuh dengan berurai air mata agar Sekar bisa diterima di sekolah. 

Selain adegan ini, ada satu adegan lagi ketika Sekar kehilangan pensilnya ketika ingin mengerjakan PR, sementara diluar sedang hujan lebat.

Tupon  tanpa memperdulikan hujan lebat dan hanya menggunakan  caping bersepeda keliling kampung untuk membeli sebuah pensil.  Inilah adegan terbaik dari seluruh rangkaian film MARS yang berdurasi tayang 105 menit. Pesan ini digambarkan dengan baik dan tentu menyentuh perasaan. Film Mars diproduksi Multi Buana Kreasindo bekerjasama dengan Leica Productions.

Menjadi Single Parent Ketika Sang Suami Mati Dalam Kecelakaan

Surip, sang suami digambarkan sebagai suami yang bertanggung jawab dan sayang terhadap keluarga. Surip bekerja sebagai buruh kasar di sebuah penambangan batu.

Dalam sebuah kecelakaan kerja, Surip tertimpa batu yang terlepas dari alat berat sehingga batu dengan berat puluhan ton menimpa tubuh Surip. Penggambaran adegan ini cukup menggerus perasaan. Adegan ketika pemakaman juga cukup membuat perasaan trenyuh. Tupon dan Sekar, anak beranak ini bersimpuh dipusara yang masih basah dengan airmata yang tumpah.

Saya membayangkan setelah kematian sang suami, keadaan akan menjadi lebih berat. Akan ada penggambaran kesulitan hidup dalam menyekolahkan Sekar Palupi. Akan ada penggambaran perjuangan Sekar Palupi dalam mengejar cita citanya . Akan ada hambatan dan kesulitan yang dihadapi.

Tapi sayang, apa yang ada didalam pikiran saya tak ada dalam adegan selanjutnya. Terdapat percepatan cerita yang luarbiasa. Pertama, ‘dua tahun kemudian’, selanjutnya ‘sepuluh tahun kemudian’.

Film ini tidak berhasil menggambarkan perjuangan Tupon dan Sekar setelah sang suami mati dalam kecelakaan. Hambatan baru digambarkan ketika seorang kepala dusun, menawarkan seorang duda yang berminat menikah dengan Sekar Palupi.

Adegan ini memang cukup baik, namun tidak merupakan hambatan yang terlalu berat.  Tak ada penggambaran yang kuat bagaimana duda ini berusaha untuk merebut atau melakukan pemaksaan. Lurus saja, ditolak oleh Sekar lalu disampaikan Tupon kepada sang Kepala dusun.  Jawaban penolakannya pun : Sekar ingin kuliah. Hanya ada tertawa mengejek dari kepala dusun, istrinya dan seorang tokoh masyarakat setempat (dukun) .

Terlalu mudah dan diakhiri dengan situasi yang tidak jelas

Film MARS yang awalnya  berjalan lambat  dipertengahan berjalan seperti ngebut. Saya sempat dibuat bingung karena alur cerita berjalan sangat cepat.Dimulai ketika Sekar berkuliah di Yogya. Lalu secara tak sengaja menemukan sebuah dompet dihalaman sebuah masjid.

Tanpa diduga, dompet tersebut milik seorang wanita yang merupakan istri dari ust Ngali . Seorang ustad yang pernah bertugas di Gunung Kidul. Pertemuan ini akhirnya merupakan awal kemudahan. Film berjalan cepat, Sekar mendapatkan kemudahan dan akhirnya menerima beasiswa ke Oxford University di Inggris .

Penggambaran Sekar kuliah di Inggris digambarkan cukup baik. Bahkan pidato ketika Sekar menyelesaikan kuliah menjadi scene awal pada film dan scene diakhir film. Pidato yang sangat baik ini menjadi tulang punggung cerita dan tema film. Nah, karena ditempatkan diawal film, ujung cerita bisa ditebak dengan mudah oleh penonton.

MARS digambarkan sebagai bintang lantip yang paling terang. Dimana bintang itulah yang menjadi sumber motivasi Sekar dari sang Ibu , Tupon. kebiasaan melihat bintang itulah yang menjadi motivasi Sekar meraih mimpinya sebagai ahli astronomi.

Akhir cerita juga agak absurd, karena tak ada yang mengabari kematian seorang ibu kepada anaknya. Ingat, sekar bersekolah di Inggris dimana sarana komunikasi mudah dan canggih.Lagi pula, sekar bersekolah dizaman internet dan jalur komunikasi sudah lengkap. Ingat, Indonesia bukan negara tanpa komunikasi. Gunung Kidul biarpun daerah minus pasti sudah memiliki jaringan komunikasi. Lagi pula ada ustad Ngali yang tinggal di Yogyakarta yang bisa mengabarkan kematian sang ibu kepada Sekar di Inggris.

Entah apa yang ingin digambarkan, apakah hanya kebutuhan adegan saja . Sekar hanya menemui makam sang ibu. Dengan berlinang air mata , Sekar memeluk nisan kayu yang bertulisakan Tupon.

Kekuatan Film MARS

Film ini bertemakan pendidikan, sebuah tema  yang tidak banyak diangkat ke layar lebar. Menceritakan sebuah  keinginan luhur seorang yang berasal dari wilayah minus yang tidak pernah menganggap pendidikan itu penting

Setting Gunung Kidul pada film ini sudah tepat. Penggambaran kemiskinan desa ini juga cukup beralasan. Pendidikan memang penting, kemajuan bangsa selalu dimulai pada titik ini. Rasanya tak ada satupun bangsa yang maju tanpa dukungan pendidikan yang baik.

Pendidikan itu ada disekolah juga sudah benar. Membuang sekolah dari pattern pendidikan adalah kekeliruan yang fatal.  Memang, orang bisa berhasil dan sukses dari sisi mana saja. Ada yang tidak mengenyam bangku sekolahan tapi hidupnya sukses. Ada yang DO dari bangku kuliah namun jadi orang terkaya di dunia, itu fakta. Tapi pendidikan berbasis sekolah dan perguruan tinggi tetap penting .

Banyak profesi yang hanya bisa dicapai dengan tuntas dalam pendidikan formal. Coba, ada yang berani di operasi jantungnya oleh dokter yang tidak lulus kuliah. Ada yang berani membangun gedung tinggi dilakukan oleh insinyur yang tidak pernah kuliah di teknik sipil.

Peradaban manusia sebagian dibangun oleh orang yang memiliki pendidikan formal dari perguruan tinggi . Sekolah itu penting, jangan pernah mau dihasut : SEKOLAH TIDAK PENTING atau Keluar saja dari kampus, anda hanya dididik jadi orang suruhan/bawahan saja. Tindakan penghasutan seperti itu tidaklah bijak, setiap manusia punya potensi berbeda beda. Karena manusia itu unik.

Ada yang punya potensi sebagai pedangang, pengusaha, peneliti, birokrat, seniman, agamawan, politikus, penulis, wartawan dan sebagainya. Tiap profesi punya jalurnya masing masing, punya cara yang berbeda pula. Maka, pendidikan itu penting memang benar adanya. Tetaplah jadi orang berpendidikan apapun latar belakang dan profesi yang kita pilih.

Namun  secara keseluruhan film ini termasuk berhasil  menyajikan sebuah motivasi perjuangan meraih mimpi merengkuh pendidikan hingga ke jenjang tertinggi. Film ini layak ditonton. banyak hal yang dapat menjadi spirit , baik bagi orang tua maupun bagi siswa. Selamat menonton.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun