Membangun Cafe Fingertalk bukanlah perkara mudah. Tudingan miring dan tuduhan memanfaatkan para penyandang tuli sempat pula diarahkan kepada Dissa. Namun semua halangan dan tuduhan miring yang tidak benar itu tak lantas membuat wanita yang lahir pada 26 Februari 1990 surut kebelakang.
Adalah Pat  Setyowati (66) , mantan ketua Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) . Wanita penyandang tuli  yang menjadi partner Dissa dalam mewujudkan impiannya membuka cafe yang khusus memperkerjakan para penyandang tuli. Pat adalah wanita yang punya kisah hidup menarik sebagai penyandang tuli.Â
Di cafe fingertalk selain menjadi cafe pada umumnya juga menjadi workshop untuk kegiatan ketrampilan menjahit, menyulam dan ketrampilan lainnya. Didalam cafe , pengunjung akan merasakan sesuatu yang lain. Selain dapat belajar bahasa isyarat , pengunjung dapat merasakan suasana pemberdayaan yang baru saja disemai . Para pekerja yang seluruhnya penyandang tuli mampu melakukan tugasnya dengan sempurna sama baiknya dengan orang normal.
Bahkan pelayanan cafe fingertalk jauh lebih ramah dan manusiawi, dimana gerakan tangan yang eksotis akan menggantikan suara verbal yang selama ini biasa kita lakukan. Dalam senyap ada semangat yang menyala. Saya dapat melihatnya ketika senyum para pelayanan cafe mengembang.
[caption caption="Dissa menunjukan hasil karya para penyandang tuli yang juga dijual | Foto : Rushan "]
Nilai Mulia Itu dimulai dari Rumah
Beruntung ketika acara berlangsung, saya duduk tepat disamping seorang pria yang ternyata adalah salah seorang guru yang pernah mengajar Dissa di SMP Al Izzhar Pondok Labu. Sang guru ini bercerita cukup banyak tentang Dissa ketika bersekolah.
Dissa memang murid yang berbakat dan cerdas. Ketika bersekolah, Dissa telah menunjukan sikap yang  bertanggung jawab dan memiliki sikap empati. Namun yang menarik, sikap Dissa saat ini adalah buah dari didikan sang bunda.
Saya memang sempat berbincang dengan sang bunda yang bernama lengkap Lisma D Oktafoma. Wanita berhijab dengan wajah teduh ini memiliki puluhan Rumah Tahfizh yang tersebar dibeberapa kota di Indonesia.
Sang bundalah yang menurut saya punya peran penting dari sikap Dissa. Mendengar penuturan sang guru yang cukup banyak mengenal keluarga Dissa  ini , saya memang jadi teringat peran penting seorang ibu dalam perkembangan dan kesuksesan anak. Dan saya yakin, Dissa adalah produk dari rumah yang berhasil membangun pribadi anak dengan semangat intelektual dan semangat sosial. Â
Dari didikan seorang ibu yang mampu memberikan contoh bagaimana berbagi adalah sebuah sikap yang harus dibiasakan dalam kehidupan keseharian. Tak berlebihan, bila cafe fingertalk adalah tempat menyemai asa dari para penyandang tuli  untuk berbagi . Sebuah pemberdayaan mulia yang ditangkap para Kompasiner Tangerang Selatan Plus (KETAPELS) untuk dibagikan kepada banyak orang. Untuk satu tujuan : Biasakanlah berbagi , Karena berbagi , kita tak akan pernah rugi. Mulailah pagi ini.