Dari definisi tersebut maka dapat ditarik kesimpulan prinsip dasar perbankan syariah adalah :
1. Bebas dari bunga (Riba)
2. Bebas dari kegiatan spekulatif yang non produktif seperti judi (maysir)
3. Bebas dari hal hal yang tidak jelas dan meragukan ( gharar)
4. Bebas dari yang rusak atau tidak sah (bathil)
5. Hanya membiayai kegiatan usaha yang halal
[caption caption="gambar perbedaan antara Bunga dan Bagi hasil (sumber : PPSK BI,2005)"]
MUI dalam fatwanya per tanggal 25 Januari 2004 yang ditanda tangani KH Ma’ruf Amin telah menyatakan bunga (riba) adalah haram. Jadi, jelas bunga (interest) adalah haram. Untuk mengganti sistem bunga yang dilarang, sistem keuangan syariah memberikan bagi hasil sebagai jalan keluar yang diperbolehkan.
Sedangkan maysir yang punya makna kegiatan spekulatif yang non produktif dan mendekati perjudian dimana ada orang yang ingin mendapatkan sesuatu (uang) tanpa mau bekerja keras. Dengan hanya berharap, bertaruh, berjudi agar mendapatkan uang/penghasilan. Perbuatan ini dilarang agar produktifitas manusia meningkat, tidak berangan angan akan sesuatu hal yang tidak jelas.
Pada tahun 2001 , tiga ekonom dunia secara bersama sama memperoleh hadiah Nobel dibidang ekonomi. Hadiah ini diberikan karena ketiga ekonom ini membuat karya dengan judul “analysis of markets with asymmetric information” . Kajian asimetris informasi adalah biang dari kekacauan informasi yang menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian. Padahal dalam perbankan Islam hal ini sudah dilarang dengan istilah gharar. Dimana ada hal yang tidak dijelaskan dan meragukan. Dalam kegiatannya bank syariah harus memberikan informasi yang setara dan jelas kepada nasabah ,pemilik modal atau peminjam dana sehingga tidak ada informasi yang tidak diketahui atau tidak dipahami.
Transaksi yang termasuk dalam kategori Gharar adalah :