Pada suatu kesempatan, aku mendapat undangan dari sebuah restoran seafood di bilangan BSD. Berbagai hidangan laut dapat aku saksikan dari lembar yang disediakan pelayanan restoran. Sejenak aku terbayang akan laut dan ikan yang menjadi keseharian ayahku.
Lalu , dengan wajah takjub aku saksikan harga yang tertera begitu mahal . Membayangkan hasil tangkapan ayah yang hanya dihargai tak lebih dari lima puluh ribu rupiah.
Walau aku harus realistis, ikan yang disajikan tentu punya kualitas yang baik. Dibawa dari laut yang cukup jauh. Dibekukan dengan teknik khusus untuk menjaga kesegaran dan  ke-sterilan . Tentu semuanya punya biaya tersendiri.
Aku hanya membayangkan , bila harga ikan yang mahal itu bisa membuat nelayan  sejahtera . Harga yang layak diberikan untuk para nelayan yang telah bergadang hingga larut malam untuk mendapatkan ikan segar.
Sayang, harga ikan laut yang mahal tak berkolerasi dengan uang yang diterima para nelayan di pesisir pantai. Nelayan tak juga keluar dari garis kemiskinan. Padahal negara seperti Cina malah berhasil membuat nelayan tradisional hidup sejahtera. Pemerintah Cina sangat peduli dan membantu nelayan hingga dapat memenuhi kehidupannya sehari hari.
Lalu, bagaimana dengan Republik Indonesia? Bangsa besar yang mengaku bernenek moyang seorang pelaut . Adakah bangsa yang kita cintai ini mencintai para nelayannya ?
Aku hanya kembali terkenang melihat ayah bersusah payah mengikat tali perahu lalu mengeluarkan hasil tangkapan ikan yang membuat aku tersenyum bahagia. Ayah pulang selamat, ayah pulang ke rumah dengan selamat, Itu saja yang ada dalam pikiranku saat itu. Selamat Hari Nelayan, kalian luar biasa....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H