[caption caption="Pekan Budaya Saudi Arabia di Indoensia yang berlangsung selama tiga hari | Foto; Rushan Novaly"][/caption]Selasa (29/3/16) ribuan orang datang dari penjuru Jabodetabek menyerbu Museum Nasional yang biasanya hanya menerima kunjungan puluhan hingga ratusan orang pada hari kerja. Anak-anak, orang dewasa, perempuan, pria mengantre dipintu masuk. Meluber hingga perlu ditangani secara khusus.
Pemandangan tidak biasanya ini disebabkan adanya gelaran Pekan Budaya Saudi Arabia selama tiga hari sejak tanggal 28 Maret hingga tanggal 30 Maret. Berbagai budaya tentang Saudi Arabia ditampilkan, mulai dari budaya seni kaligrafi, seni lukis, kain motif, gambar henna, pakaian khas Saudi hingga korma dan air zamzam.
Pameran ini diserbu akibat dari promo viral yang digencarkan lewat media sosial. Terutama Whatsapp dan Facebook. Warga Jabodetabek seperti terkena sihir sehingga berbondong-bondong datang untuk menyaksikan budaya Saudi Arabia. Bahkan, beberapa sekolah dan kampus di Jabodetabek juga datang dengan rombongan besar. Bus-bus terparkir hingga memacetkan kawasan Museum Nasional.
[caption caption="Museum Nasional yang didatangi ribuan pengunjung Jabodetabek | Foto: Rushan Novaly"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/03/30/img-4679-jpg-56fafef26d7e61b7050988a2.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Ribuan pengunjung datang ke Museum Nasional memang punya motivasi berbeda-beda. Ada yang ingin tahu, ada yang ingin berwisata, ada yang tugas sekolah atau kampus, ada yang datang karena kelompok pengajian, namun berdasarkan pengamatan saya yang datang pada Selasa kemarin, banyak motivasinya karena ada yang dibagikan pihak penyelenggara pameran secara gratis.
Siang itu antrean mengular. Berbaris. Hingga membuat Museum Nasional kewalahan. Petugas keamanan internal hingga kepolisian diterjunkan untuk mengatasi tumpukan pengunjung yang berebut ingin mendapatkan barang yang dibagikan secara gratis.
Panitia siang itu benar-benar bekerja ekstra sibuk. Di pintu masuk pameran terpaksa dibuat sistem buka tutup menghindari kepadatan yang sudah membahayakan keselamatan. Beruntung panitia sigap untuk mengantisipasi. Pengunjung yang berada di dalam ruang pamer di lantai satu benar benar penuh. Ini disebabkan adanya pembagian buah korma dan air zamzam secara gratis.
[caption caption="Antrian pengunjung yang memadat untuk mendapatkan Al Qur'an dan Poster Gratis dari Panitia | Foto: Rushan Novaly"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/03/30/img-4684-jpg-56faff8b3dafbd6105824e06.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Beberapa booth pamer seperti kehilangan fungsinya. Karena tak ada penjelasan baik secara tertulis maupun audio. Tak ada petugas yang memberikan layanan informasi apa yang sedang dipamerkan. Saya yang mencoba bertanya pada sebuah booth pamer kain motif Saudi malah hanya mendapatkan jawaban,“Maaf mas, saya cuma disuruh jaga saja”.
Bahkan di beberapa booth tak ada satu pun petugas yang menjaga. Yang saya lihat booth jadi tempat untuk ber-selfie dan berfoto bersama oleh para pengunjung. Saya sama sekali tak mendapatkan penjelasan tentang apa yang dipamerkan.
Tak adanya penjelasan juga terjadi pada lukisan yang dipamerkan. Ratusan lukisan yang menghiasi dinding-dinding ruang pamer tak ada satupun penjelasan tertulis. Tentang apa maksud lukisan, makna lukisan dan teknik apa yang digunakan. Semuanya tanpa penjelasan.
Pengunjung memang lebih berkonsentrasi dengan ikut dalam barisan antrian yang sudah mengular. Walau ada juga beberapa pengunjung yang tak mau ikut antri karena melihat barisan sudah sangat panjang. Saya mencoba bertanya kepada beberapa pengunjang yang rela antre, rata-rata jawabannya ingin merasakan buah korma gratis langsung dari Saudi atau ingin merasakan air zamzam.
Seorang wanita asal Jatipadang, Pasar Minggu bahkan rela mengantri lebih dari satu jam karena alasan: sayang kalau sudah datang tak dapat apa apa. Wanita yang datang bersama tiga sahabatnya ini yakin bisa membawa pulang buah korma. Plastik sudah ada di tangan sebagai wadah untuk membawa buah korma gratis.
Saya juga melihat petugas yang terus mewanti-wanti agar pengunjung mengambil buah korma seperlunya saja karena alasan berbagi dengan pengunjung yang sudah antre di belakang. Walau saya lihat tetap saja ada pengunjung yang nakal yang mencoba mengambil dalam jumlah banyak. Mungkin dalam pikirannya, mumpung gratis ini, kapan lagi?
Beda lagi suasana di lantai dasar (basement) Museum Nasional yang antre untuk mendapatkan Kitab Suci Al Qur’an dari panitia. Antrean di basement ini juga mengular panjang. Walau menggunakan sistem kupon untuk ditukarkan tetap saja antrean melebihi stok Al Qur’an yang ada. Hal ini membuat pengunjung yang sudah rela antri menjadi kecewa. Apalagi sudah datang jauh jauh dari Bekasi, seperti yang dialami seorang bapak yang datang bersama keluarga besarnya. Beruntung ia bisa memahami bila pengunjung yang luar biasa banyak membuat stok Al Qur’an cepat sekali habis.
[caption caption="Pakaian hhas wanita Saudi yang dipamerkan, booth terlihat tidak memiliki penjelasan yang lengkap | Foto: Rushan Novaly"]
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/03/30/img-4711-jpg-56fb000f6d7e611d0609889e.jpg?v=600&t=o?t=o&v=770)
Pameran kebudayaan ini tentu menarik perhatian khalayak ramai di Jakarta. Pemerintah Saudi Arabia tentu punya maksud dengan diadakannya pameran ini. Sebuah promosi wisata? Atau sebuah pemeran persahabatan semata? Atau mungkin sebuah upaya memperlihatkan keadaan Timur Tengah yang aman-aman saja?
Saya mencoba menerka apa maksud diadakannya pameran kebudayaan Saudi Arabia di Jakarta. Selain di Museum Nasional, acara serupa juga diadakan di TMII tepatnya di anjungan Provinsi Aceh dan juga di Taman Ismail Marzuki Cikini.
Mungkin pameran ini diadakan sebagai upaya Saudia Arabia mengenalkan kebudayaannya kepada negara-negara muslim lainnya. Terutama Indonesia yang menjadi negara sahabat yang mempunyai andil dalam mengirim jumlah jama’ah haji terbesar dan pengirim jama’ah umroh yang paling aktif.
Dengan diadakannya pameran kebudayaan ini, diharapkan masyarakat Indonesia terutama warga Jabodetabek dapat mengenal lebih dekat dengan negara Saudi Arabia terutama budaya dan kesenian asli Saudi.
Namun bila pameran kebudayaan Indonesia diadakan di Kota Riyadh atau kota besar di Saudi apakah antusisme pengunjungnya sama dengan masyarakat Jabodetabek? Patut dicoba, bagaimana Kementerian Pariwisata dan Kementerian Luar negeri mau dicoba? Coba kasih gratis makanan tradisional Indonesia, apakah akan sama antusiasmenya?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI