Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Anggap Remeh Perlawanan Petani

6 Maret 2016   07:18 Diperbarui: 6 Maret 2016   08:08 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Benturan kecil diladang antara petani dengan mandor biasanya kerap terjadi. Mandor yang biasanya juga seorang pribumi berlagak sombong dan merasa memiliki kuasa, jadi seenaknya berlaku kasar terhadap petani dan juga anggota keluarganya yang lain.

Apalagi bila si petani memiliki istri atau anak wanita yang cantik, mandor yang mata keranjang kerap berbuat tak sononoh. Kejadian seperti ini biasanya akan membuat petani sakit hati lalu melakukan tindakan balasan. Maka sering terdengar ketika itu seorang mandor ditemukan tewas di ladang atau perkebunan oleh seorang petani . Tindakan ini akan memancing pihak kepolisian turun tangan dan menangkap si petani yang melakukan pembunuhan. Kejadian ini hanya bersifat kasus dan belum menjadi perlawanan massal para petani.

Pada tahun 1869, seorang tokoh bernama Rama yang merasa terpanggil melawan tuan tanah. Rama yang memiliki “kesaktian “karena senang berziarah dan tirakat ini mengubah namanya menjadi Pangeran Alibasa. Dipercaya punya kemampuan, banyak  petani berharap agar Pangeran Alibasa bisa mengeluarkan mereka dari cengkraman para tuan tanah dan kaki tangannya.

Pertemuan rahasia akhirnya mulai diadakan. Tujuan yang ingin dicapai adalah membebaskan tanah antara sungai Citarum dan dan sungai Cisadane yang diyakini milik para petani dan bukan milik tuan tanah apalagi milik Belanda. Pangeran Alibasa yang tinggal di Ratujaya Depok ini mulai mengorganisir para pengikutnya.

Hal hal mistis memang masih menjadi bagian penting ketika itu ( mungkin sebagian masih hingga saat ini) , perlawanan melawan tuan tanah ini tak terlepas juga dari hal mistis. Seperti penggunaan kesaktian kebal senjata tajam atau kebal terhadap peluru Belanda. Maka tirakat adalah salah satu jalan yang ditempuh.

Termasuk penggunaan jimat kesaktian dan keselamatan banyak digunakan. Mengenai hal ini , Pangeran Alibasa memang sangat fanatik. Disamping rumahnya ada sebuah makam keramat yang membuat para pengikutnya semakin yakin akan “kesaktian” yang dimiliki Pangeran  Alibasa.

Momen pernikahan adik ipar Pangeran Alibasa yang dilakukan pada bulan Maret 1869 menjadi corong bagi lelaki yang berasal dari Cirebon ini mengumumkan perang melawan para tuan tanah dan Belanda. Sontak saja malam itu para undangan kaget akan pernyataan perang tersebut. Tentu hal ini menjadi pedang bermata dua. Sebagian undangan mendukung tapi ada juga sebagian kecil yang tidak setuju dan malah melaporkan kepihak kepolisian Belanda.

Dua minggu setelah pengumuman , Pangeran Alibasa sudah memilih tanggal 20 bulan haji atau sekitar tanggal 3 April 1869 sebagai hari H bagi penyerangan terhadap Belanda. Persiapan lalu dimatangkan. Pada awalnya penyerangan akan merebut wilayah Tambun, Depok, Bogor hingga Batavia. Pangeran Alibasa juga meramalkan akan adanya gerhana bulan sehingga mata orang Belanda tak dapat melihat ketika terjadi penyerangan.

Petani yang merasa menjadi pihak berkepentingan menjadi bagian terbanyak dalam kelompok penyerangan. Sayangnya, rencana penyerangan sudah tercium pihak kepolisian Belanda sehingga penjagaan keamanan menjadi berlipat lipat dan ketat dibeberapa wilayah yang dianggap rawan.

Melihat hal itu, Pangeran Alibasa dan pengikutnya tak gentar apalagi membatalkan niat penyerangan. Hanya saja, penyerangan hanya berfokus ke daerah Tambun. Pilihan ini berdasarkan perhitungan kekuatan yang dimiliki dan wilayah yang paling cocok diserang.

Pertahanan Belanda memang sangat kuat diwilayah Batavia, Depok dan Bogor sementara wilayah Tambun lebih mudah dan lemah dari penjagaan polisi Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun