Mohon tunggu...
Rushans Novaly
Rushans Novaly Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang Relawan yang terus menata diri untuk lebih baik

Terus Belajar Memahami Kehidupan Sila berkunjung di @NovalyRushan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Bacalah Dulu, Baru Berkomentar

18 Februari 2016   08:53 Diperbarui: 18 Februari 2016   10:20 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca Masih Menjadi Momok

Dugaan saya karena kegiatan membaca masih menjadi momok. Kemalasan, keengganan, ribet baca tulisan, bikin bete, bikin ngantuk, ga kenal sama nama penulis, tidak ada waktu dan bermacam alasan lainnya.

Seorang blogger, penulis atau orang yang ngaku ngaku dilingkar literasi kadang juga dijangkiti penyakit ini. Egoisme, rasa tinggi hati, meremehkan tulisan penulis lain menjadi alasan seorang yang berada dilingkar dunia literasi malas membaca tulisan orang lain.

Malah ada seorang penulis yang menolak membaca tulisan orang lain karena alasan takut tulisannya terpengaruh gaya penulis lain. Tidak asli lagi karena kena pengaruh penulis lain. Aneh dan tidak masuk akal. Nanti kalau sipenulis ini menerbitkan tulisannya dan tidak ada seorangpun mau membaca dengan alasan yang sama, takut ketularan gaya tulisannya. Jadi gimana?

Proses menulis dimulai dari proses membaca. Sederhana saja , konten menulis didapat dari membaca, melihat kejadian langsung (reportase), mendengarkan penuturan orang lain (wawancara) atau meramu bahan tulisan dengan bahan dari kejadian langsung yang ada di sekeliling.

Maka aneh bila ada orang yang mau menulis dengan baik tapi menolak untuk membaca tulisan orang lain. Malas menambah konten dari tulisan lainnya. Kaya konten harus dibedakan dengan kegiatan plagiat yang mencuri ide orang lain dengan kegiatan copy paste.

Komentar Punya Pengaruh

Berkomentar yang nampaknya sepele sejatinya punya pengaruh yang kuat bagi si penulis dan nasib tulisannya. Lewat ruang komentar seseorang bisa ikut memberikan penilaian, koreksi hingga menanggapi bila tulisannya ternyata tidak sesuai dengan kenyataan.

Tulisan juga bernapas opini pribadi yang kadang punya angle yang berbeda dengan orang lain. Perbedaan cara pandang dalam sebuah masalah memungkinkan perbedaaan dalam menilai. Nah, bila sudah begini perlu kebijaksanaan perlu kedewasaan bukan otot ototan yang tidak jelas arahnya.

Di Kompasiana sendiri, kadang komentar seseorang jauh lebih seru ketimbang tulisannya sendiri. Bahasa yang digunakan juga jauh lebih ‘progresif’ dengan nada ‘ekspresif’. Sejatinya ruang komentar di dibuat agar setiap kompasianer punya kesempatan yang adil untuk menyeruakan opininya. Baik setuju maupun menentang.

Tapi sayang ada sebagian kompasianer tidak detil membaca isi tulisan. Baik yang tersirat dan tersurat. Sehingga ketidakdetilannya malah mengundang masalah tersendiri. Timbulnya tuduhan terhadap penulis tak terelakan. Bila sudah begitu yang terjadi saling bantah yang ujung ujungnya perdebatan pak kusir yang mau jalan jalan keliling kota pada hari minggu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun